Menteri Perindustrian (MenÂperin) MS Hidayat mengatakan, pihakÂnya sudah mengalokasikan angÂgaran lebih dari Rp 1,1 triliun untuk restrukturisasi perÂmeÂsinan industri tekstil, produk tekstil dan alas kaki serta Industri Kecil Menengah (IKM) sejak 2007.
Hidayat mengaku, anggaran tersebut digunakan untuk 1.100 perusahaan. Dengan adanya kebiÂjaÂkan restrukturisasi permesiÂnan itu, juga telah menghasilkan peÂnambahan investasi sebesar Rp 11,7 triliun.
“Dari jumlah tersebut 64 perÂsen industrinya ada di Jawa BaÂrat,†ujar Hidayat saat berdialog deÂngan dunia usaha di Bandung, akhir pekan lalu.
Sedangkan untuk IKM-nya, pihaknya juga melakukan pelatiÂhan untuk lebih dari 1.200 orang pelaku IKM, pemberian bantuan mesin dan peralatan, pendamÂpingan tenaga ahli, bantuan baÂhan baku dan bahan penolong dan bantuan akses pembiayaan.
Untuk diketahui, bisnis baju bekas di dalam negeri terus meÂlonjak. Selain kondisinya masih laÂyak, harganya juga sangat terÂjangkau. Kondisi ini membuat para pelau industri mengalami kerugian.
Dirjen Standardisasi dan PerÂlinÂdungan Konsumen KemenÂperin Widodo mengatakan, perÂedaran baju bekas sulit dihentikan oleh Undang-Undang PerlinÂdungan Konsumen. Pasalnya, aturan tersebut memperbolehkan diperdagangkannya baju bekas impor tersebut.
Dia menjelaskan, dalam ketenÂtuan umum impor memang tidak boleh ada impor baju, tapi di Undang-Undang Perlindungan Konsumen pasal 8 ayat 5 boleh diperdagangkan jika dilaporkan kepada konsumen.
“Jadi kalau sudah di pasar, kami tak bisa melakukan apa-apa karena diperbolehkan oleh UnÂdang-Undang Perlindungan Konsumen,†jelasnya.
Widodo mengatakan, pengaÂwasan terhadap baju bekas sehaÂrusnya sudah dilakukan sejak dari pelabuhan. Karena pelabuhan adaÂlah pintu masuk utama bagi peredaran barang bekas yang ada di pasaran saat ini. Namun, deÂngan banyaknya pelabuhan-pelaÂbuhan kecil di pantai timur SuÂmatera sulit diawasi, maka penceÂgahan masuknya baju bekas terÂsebut sulit dilakukan. ***