UU Perlindungan Konsumen Sulit Stop Peredaran Baju Bekas

Restrukturisasi Mesin Industri Tekstil Habiskan Rp 1,1 Triliun

Selasa, 22 Juli 2014, 08:40 WIB
UU Perlindungan Konsumen Sulit Stop Peredaran Baju Bekas
ilustrasi
rmol news logo Kementerian Perindustrian (Ke­menperin) mengklaim sudah me­lakukan restrukturisasi per­mesinan tekstil selama tujuh ta­hun untuk meningkatkan daya saing­nya menghadapi serbuan impor tekstil dan produk tekstil.

Menteri Perindustrian (Men­perin) MS Hidayat mengatakan, pihak­nya sudah mengalokasikan ang­garan lebih dari Rp 1,1 triliun untuk restrukturisasi per­me­sinan industri tekstil, produk tekstil dan alas kaki serta Industri Kecil Menengah (IKM) sejak 2007.

Hidayat mengaku, anggaran tersebut digunakan untuk 1.100 perusahaan. Dengan adanya kebi­ja­kan restrukturisasi permesi­nan itu, juga telah menghasilkan pe­nambahan investasi sebesar Rp 11,7 triliun.

“Dari jumlah tersebut 64 per­sen industrinya ada di Jawa Ba­rat,” ujar Hidayat saat berdialog de­ngan dunia usaha di Bandung, akhir pekan lalu.

Sedangkan untuk IKM-nya, pihaknya juga melakukan pelati­han untuk lebih dari 1.200 orang pelaku IKM, pemberian bantuan mesin dan peralatan, pendam­pingan tenaga ahli, bantuan ba­han baku dan bahan penolong dan bantuan akses pembiayaan.

Untuk diketahui, bisnis baju bekas di dalam negeri terus me­lonjak. Selain kondisinya masih la­yak, harganya juga sangat ter­jangkau. Kondisi ini membuat para pelau industri mengalami kerugian.

Dirjen Standardisasi dan Per­lin­dungan Konsumen Kemen­perin Widodo mengatakan, per­edaran baju bekas sulit dihentikan oleh Undang-Undang Perlin­dungan Konsumen. Pasalnya, aturan tersebut memperbolehkan diperdagangkannya baju bekas impor tersebut.

Dia menjelaskan, dalam keten­tuan umum impor memang tidak boleh ada impor baju, tapi di Undang-Undang Perlindungan Konsumen pasal 8 ayat 5 boleh diperdagangkan jika dilaporkan kepada konsumen.

“Jadi kalau sudah di pasar, kami tak bisa melakukan apa-apa karena diperbolehkan oleh Un­dang-Undang Perlindungan Konsumen,” jelasnya.

Widodo mengatakan, penga­wasan terhadap baju bekas seha­rusnya sudah dilakukan sejak dari pelabuhan. Karena pelabuhan ada­lah pintu masuk utama bagi peredaran barang bekas yang ada di pasaran saat ini. Namun, de­ngan banyaknya pelabuhan-pela­buhan kecil di pantai timur Su­matera sulit diawasi, maka pence­gahan masuknya baju bekas ter­sebut sulit dilakukan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA