Sikap Kementerian ESDM Melunak, Izinkan Freeport Ekspor Konsentrat

Hanya Perlu Bayar Uang Jaminan Proyek Smelter

Rabu, 04 Juni 2014, 09:49 WIB
Sikap Kementerian ESDM Melunak, Izinkan Freeport Ekspor Konsentrat
PT Freeport Indonesia
rmol news logo Pemerintah menegaskan akan mengizinkan PT Freeport Indonesia melakukan ekspor konsentrat jika membayar dana jaminan kesungguhan pembangunan smelter  (pabrik pengolahan dan pemurnian) tepat waktu.

Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) R Sukhyar mengatakan, Freeport sebagai pemegang Kontrak Karya (KK) pertambangan telah berkomitmen menyetorkan dana jaminan pembangunan smelter. Adapun uang jaminan itu sebesar 115 juta dolar AS.

“Jika hari ini (kemarin) mereka sudah setorkan dan bea keluar juga sudah selesai. Sudah fix, pekan ini sudah boleh ekspor,” ujar Sukhyar.

Kendati berpeluang untuk mengekspor pekan ini, Sukhyar belum memastikan berapa besar bea keluar (BK) progresif yang akan dikenakan kepada Freeport. Soalnya perusahaan itu menginginkan pengurangan bahkan penghapusan.

Namun, dengan kebijakan tersebut bisa diartikan sikap Kementerian ESDM sudah melunak menghadapi Freeport.

Seperti diketahui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersikeras menetapkan BK progresif 20-60 persen hingga 2016. BK ini untuk memaksa perusahaan tambang mineral melakukan pengolahan di dalam negeri.

Kendati begitu, Sukhyar belum mengungkapkan pengurangan BK yang akan diberikan pemerintah serta nilai BK progresif yang diminta oleh Freeport.

“Mereka mau bayar bea keluar tapi tidak besar,” ungkapnya.

Sukhyar menambahkan, terkait divestasi saham Freeport McMoran Copper&Gold Inc di Freeport Indonesia, pemerintah tetap meminta porsi saham 30 persen dari saat ini yang hanya 9,36 persen.

Menurut dia, divestasi 30 persen yang diminta pemerintah mempertimbangkan investasi jangka panjang yang akan dilakukan perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu. Tapi untuk pokok permasalahan, dia meyakini renegosiasi akan tuntas tahun ini.

“Jika enam isu renegosiasi sudah sepakat maka akan dituangkan dalam amandemen. Kalau yang lain luas wilayah lokal, konten divestasi tidak ada masalah. Sedangkan untuk Freeport dan Newmont sedang di garap,” jelasnya.

Menko Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan, pelarangan ekspor mineral ikut menyumbang defisit neraca perdagangan April 2014 sebesar 1,97 miliar dolar AS.

Chairul yang akrab disapa CT itu mengaku hingga saat ini stok biji tambang mentah di Freeport sudah mencapai 2 miliar dolar AS. Sedangkan stok biji tambang mentah milik Newmont mencapai 150 juta dolar AS. “Dari dua perusahaan itu saja sudah 2,150 miliar dolar AS. Belum dari perusahaan seperti Vale. Tentu pengaruhnya besar,” ungkapnya.

Menurut dia, pemerintah baik dengan Freeport maupun Newmont terus melakukan pembicaraan terkait komitmen kedua perusahaan tersebut membangun smelter. Jika urusan selesai dan ada komitmen membangun itu, maka kedua perusahaan tersebut boleh kembali melakukan ekspor produk tambang dalam bentuk olahan.

“Tetapi bagi Indonesia jika mereka membangun smelter tentu added value-nya lebih baik. Bukan cuma nilai ekspornya lebih tinggi, tetapi penyerapan tenaga kerja dan efek ekonomi lainnya luar biasa. Jadi keuntungannya lebih baik,” ujar CT.

Presiden Direktur Freeport Indonesia Rozik B Sutjipto telah mengungkapkan pihaknya terus bernegosiasi dengan pemerintah.
 
“Pokoknya dalam proses. Masih  ada pembicaraan lagi,” tukas dia.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA