Trader Getol Lobi Minta Larangan Ekspor Mineral Mentah Dibatalkan

Bos Besar Freeport Bakal Temui Menteri ESDM & Menperin

Senin, 02 Juni 2014, 09:52 WIB
Trader Getol Lobi Minta Larangan Ekspor Mineral Mentah Dibatalkan
ilustrasi
rmol news logo Pemerintah mesti berani menolak lobi perusahaan tambang besar yang tidak mau membangun smelter (pabrik pemurnian) dan konsisten melarang ekspor bahan mentah tambang mineral.

Bekas Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu menegaskan, pembangunan smelter  merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Baubara (Minerba). Dasar pelarangan itu karena minimnya industri yang mengolah hasil tambang di dalam negeri.

Menurut Said, banyak perusahaan tambang terutama asing yang tidak suka dengan pelarangan ekspor mentah dan kewajiban pembangunan smelter. Bahkan, perusahaan sekelas Freeport dan Newmont saja lebih senang ekspor dibanding mengolah di dalam negeri.

“Padahal nilai tambah pengolahan mineral sangat besar, bervariasi, ada yang mencapai nilai tambah ribuan persen,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dia mengaku banyak perusahaan tambang yang melobi agar aturan itu dibatalkan. Sejak dalam pembahasan Undang-Undang (UU) Minerba, lobi agar larangan ekspor mineral mentah tidak masuk undang-undang sangat kuat.
Komprominya, diundur pelaksanaannya menjadi lima tahun setelah UU Minerba disahkan pada 2009.

Menurut Said, meski sudah ditunda lima tahun, lobi agar larangan tersebut diundur tetap berlangsung, bahkan caranya makin jelas. Namun, lobi itu tidak terlalu kencang karena saat yang bersamaan pemerintah sedang mendapat sorotan terkait kasus Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas).

Dia mengungkapkan, ada lima kelompok yang melobi agar larangan ekspor diundur. Pertama, pengusaha tambang besar yang smelter-nya ada di luar negeri.

Kedua, para trader. Ketiga, penambang kecil yang dapat Izin Usaha Pertambang (IUP) dari pemda. Keempat, pejabat pemberi atau pemilik izin dan kelima, para pemain bayaran.

“Saat ini yang melakukan eksploitasi adalah para trader dan eksportir bahan mentah yang dapat modal dari pemilik smelter luar negeri,” ungkap Said.

Karena itu, ketika Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mau menerapkan pajak ekspor 20 persen diprotes keras. Selama ini, keuntungan ekspor mentah mencapai 40 persen. Untuk pemilik modal 20 persen dan pemilik IUP 15 persen dan pengamanan 5 persen.

“Karena kuatnya lobi, sempat muncul smelter diusulkan dibiayai APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Tapi gagal karena banyak yang protes,” timpal Said.

Padahal, lanjut Said, selama penundaan lima tahun pelarangan ekspor sejak 2009 sudah cukup untuk jadi modal membangun smelter. Apalagi, teknologi pemurnian mineral tersedia di manapun. Ditambah infrastruktur yang dibutuhkan jauh lebih kecil dibanding infrastruktur untuk ekspor.

“Tambang besar selalu mengatakan larangan ekspor akan matikan smelter mereka di luar negeri. Padahal larangan ini justru sesuai dengan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 untuk kemakmuran rakyat Indonesia, bukan rakyat negara lain,” katanya.

Menteri ESDM Jero Wacik menegaskan, PT Freeport tidak diperbolehkan mengekspor mineral mentah sampai smelter-nya jadi dan beroperasi.

 â€œTidak ada ekspor mentah. Nggak boleh, yang diekspor itu yang sudah diolah,” tegas dia.

Wacik mengaku Freeport memohon diberikan izin ekspor konsentrat selama smelter –nya belum jadi. Namun, pemerintah menegaskan tidak boleh.–Termasuk soal kadar konsentrat yang sudah diolah Freeport, pemerintah tidak akan melonggarkan aturan kadar.

Akibat belum bisanya perusahaan tambang AS itu ekspor lagi, Menko Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan, bos besar Freeport Richard C Adkerson akan turun tangan dan ikut serta dalam perundingan dengan pemerintah.

“CEO Freeport McMoran Copper & Gold Inc dipastikan akan datang ke Indonesia beberapa hari ke depan,” ujarnya.

Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat juga mengiyakan kabar tersebut. “Saya dengar mau ke sini. Dia mau bisa cepat ekspor,” katanya.

Sebelumnya, Richard C Adkerson pada awal 2014 sudah datang ke Indonesia untuk berteumu dengan Jero Wacik dan  MS Hidayat. Dalam pertemuan itu, Adkerson mempertanyakan kebijakan pelarangan ekspor mineral. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA