Wakil Ketua BPH Migas Fanshurullah Asa mengatakan, saat ini ada 200 badan usaha yang memiliki izin niaga penjualan BBM non subsidi. Dari 200 badan usaha itu hanya 60 badan usaha yang masih aktif berbisnis.
Menurut dia, data tersebut merupakan hasil verifikasi BPH migas. Setiap diundang untuk melakukan pertemuan, dari 200 itu hanya 60 yang datang. Ditambah, banyak alamat badan usaha yang mempunyai izin niaga itu tidak jelas.
“Mereka (badan usaha) tidak pernah datang ketika kita undang,†ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Fanshurullah menyatakan, selama ini BPH migas selalu memverifikasi transaksi bisnis BBM badan usaha tersebut setiap bulannya. Sementara penerimaan negara bukan pajak (PNBP) langsung masuk ke Kementerian Keuangan.
Bekas anggota DPR ini mengatakan, seharusnya 140 badan usaha yang sudah tidak aktif tersebut segera dicabut izin usahanya oleh Ditjen Migas yang berwenang mengeluarkan izin niaga dan distribusi BBM.
“Seharusnya Dirjen Migas (Eddy Hermantoro) berani memberikan punishment sampai opsi terakhir mencabut izin niaga badan usaha tersebut,†tegasnya.
Apalagi, berdasarkan temuannya banyak BBM subsidi yang diselundupkan dan dijual ke industri melalui badan usaha yang sudah tidak aktif ini. Padahal, industri dilarang pakai BBM subsidi.
“Karena saat diverifikasi BPH Migas, badan usaha tersebut tidak ada aktivitas, tetapi di lapangan kita mendapat info perusahaan tersebut ada transaksi,†tutupnya.
Dia memaparkan, modus penyelundupan yang dilakukan badan usaha tersebut adalah dengan membeli BBM subsidi atau solar di seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan menampungnya dalam satu tempat untuk dijual lagi ke industri, seperti yang terjadi di Palembang.
Dikatakan, saat ini SPBU juga masih bisa menjual bebas BBM subsidi kepada siapa saja tanpa ada batasannya. Ditambah proyek Radio Frequency identification (RFID) juga belum berjalan.
“Ketika ditanya juga mereka selalu berlindung dari izin niaganya. Dengan punya izin niaga, mereka seolah-olah menjual BBM non subsidi. Padahal itu solar BBM subsidi,†ungkapnya.
Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyalur Bahan Bakar Minyak Indonesia (APBBMI) Sofyano Zakaria. Dia mendesak Ditjen Migas mencabut izin badan usaha yang terbukti sudah tidak aktif lagi.
“Mereka rawan melakukan penyelundupan. Harus ada langkah tegas dari Kementerian ESDM terhadap badan usaha nakal itu,†katanya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia mengaku, sangat mudah mengetahui adanya penyelundupan yang dilakukan badan usaha izin niaga. BPH Migas tinggal melakukan pengecekan impor BBM yang dilakukan badan usaha tersebut. Pasalnya, mereka memenuhi kebutuhannya dengan impor.
Jika tidak ada kegiatan impor BBM sementara mereka tetap berjualan BBM, itu sudah mengindikasi adanya penyelundupan. Atau dengan kata lain mereka membelinya dari SPBU untuk dijual lagi ke industri.
“Pemerintah tinggal minta data impor ke Bea Cukai, badan usaha mana yang masih impor dan tidak,†ungkapnya.
Sofyano juga meminta Ditjen Migas memberikan sanksi pencabutan izin niaga bagai badan usaha yang terbukti melakukan penyelundupan BBM subsidi. ***