Impor terigu perlu dihentikan karena memboroskan devisa negara serta mengancam kedaulatan pangan dan ketahanan nasional.
“Pemerintah mesti menunjukkan kebijakan tegas untuk mulai mengembangkan industri substitusi impor tepung terigu dengan tepung berbahan dari tanaman yang bisa dibudidayakan di dalam negeri,†kata anggota Kelompok Kerja Khusus (Pokjasus) Dewan Ketahanan Pangan Gunawan.
Selama ini, kata dia, pemerintah dengan dalih melindungi kepentingan industri justru memberikan keleluasaan bagi pelaku monopoli. Padahal, Indonesia tidak memiliki industri gandum.
“Akhirnya, rakyat yang menjadi korban dari praktik monopoli tersebut. Itulah salah satu contoh korupsi kebijakan yang mesti dihentikan,†tegasnya.
Gunawan mengungkapkan, selama ini pemenuhan pangan dari impor tidaklah berurusan dengan ketahanan pangan atau kecukupan cadangan pangan nasional, tetapi murni hanya terkait perdagangan akibat liberalisasi pangan.
Dengan demikian, kegiatan ekspor impor pangan sebenarnya hanya soal laba dan rente dari pihak-pihak yang melakukan aktivitas tersebut.
Seperti diketahui, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Bachrul Chairi mengungkapkan, pemerintah akan membatasi izin impor tepung terigu dengan menerapkan sistem kuota.
Selama Mei–Desember 2014, izin impor yang akan diberikan hanya 441.141 ton, antara lain untuk terigu dari Turki mencapai 251.420 ton, Sri Lanka–136.754 ton, Ukraina 22.507 ton serta negara-negara lainnya 30.088 ton.
“Pembatasan ini dilakukan agar industri tepung terigu lokal tidak terganggu dengan serbuan produk impor tepung terigu,†tutur Bachrul.
Proses pemasukan tepung terigu impor juga akan diperketat. Tepung terigu impor hanya boleh dimasukkan melalui Pelabuhan Belawan (Medan), Boombaru (Palembang), Panjang (Lampung), Tanjung Perak (Surabaya), Tanjung Emas (Semarang) dan Pelabuhan Soekarno-Hatta (Makassar). Sebanyak enam pelabuhan tersebut sudah diberikan rekomendasi oleh pemerintah.
Koordinator Aliansi Desa Sejahtera Tejo Wahyu Jatmiko mengungkapkan, aturan pembatasan impor terigu cuma akal-akalan untuk menguntungkan kelompok usaha tertentu yang sejak Orde Baru telah menguasai pasar terigu nasional.
“Kelompok usaha itu mewakili kepentingan produsen gandum dunia yakni Amerika Serikat dan Australia. Kesannya menjadi seperti perang dagang antara Turki dan Amerika, tapi sebenarnya karena kepentingan pemain lama terganggu dengan adanya terigu murah,†papar Tejo.
Seperti diketahui, kebergantungan pada impor gandum yang besar ini memberi tekanan pada neraca transaksi berjalan satu tahun sebesar 3 miliar dolar AS.
Volume impor gandum Indonesia pada 2011 mencapai 5,4 juta metrik ton senilai 2,1 miliar dolar AS. Indonesia mengimpor gandum paling banyak dari Australia (70,7 persen), disusul Kanada (14,9 persen) dan Amerika Serikat (11 persen). Selain itu, juga mengimpor gandum dari India, Rusia, Pakistan dan Turki. ***