Hatta Serahkan Masalah Tunggakan Dividen Freeport Rp 1,5 T Ke Menkeu

Kinerjanya Terganggu Pembatasan Ekspor Minerba

Senin, 14 April 2014, 10:04 WIB
Hatta Serahkan Masalah Tunggakan Dividen Freeport Rp 1,5 T Ke Menkeu
Menko Perekonomian Hatta Rajasa
rmol news logo Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meminta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendesak PT Freeport Indonesia membayar dividennya.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, tidak ada alasan pemerintah tidak menagih haknya. Sebab, sesuai kontrak karya (KK), saham negara di tambang tembaga dan emas itu 9,36 persen dan wajib dibagi hasil keuntungan setiap tahun.

“Harusnya bisa ya (ditagih), dalam hal ini Kementerian BUMN. Sudah ada kontrak perjanjiannya, masih bisa dinegosiasikan,” ujarnya.

Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan, hingga kini belum ada laporan perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut sudah menyetor dividen.

“Freeport seharusnya setor dividen Rp 1,5 triliun per tahun, tapi info terkini belum disetorkan. Kinerja keuangannya terpengaruh dari pembatasan ekspor minerba,” ujarnya.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyerahkan masalah dividen ke Kemenkeu. “Biar itu jadi tugas Menkeu,” katanya.

Pengamat BUMN Said Didu mengatakan, tidak tercapainya target dividen BUMN karena nilainya terlalu tinggi.

“Sebenarnya pembahasan dividen itu setiap tahunnya di kuartal empat. Saat pembahasan anggaran di DPR, harusnya itu sudah dapat diketahui dari laporan keuangan perusahaan BUMN sebelumnya,” katanya.

Seharusnya, kata dia, dengan melihat kondisi ekonomi global yang sedang melambat yang mengakibatkan harga komoditas terus menurun target dividen perusahaan BUMN direvisi.

“Idealnya dividen BUMN itu hanya ditargetkan Rp 30 hingga Rp 35 triliun, itupun dengan skema untuk BUMN pertambangan dan perkebunan hanya ditarik pay out ration kisaran 15 sampai 30 persen,” jelasnya.

Said mencontohkan perusahaan perkebunan harusnya dikenakan penyetoran dividen sekitar 25-30 persen dari laba. Alasannya, karena perkebunan memberikan manfaat bagi masyarakat. Begitu juga perusahaan perbankan yang idealnya dikenakan persentase yang sama, sehingga perbankan dapat menyalurkan kredit dalam jumlah besar ke nasabah.

“Intinya, perusahaan yang membutuhkan investasi besar jangan ditarik dividen dalam jumlah besar. Kalau yang biasa itu bisa ditarik dalam jumlah tinggi. Yang biasa itu seperti bandara dan pelabuhan. Pertambangan yang biasa saja juga bisa ditarik dividen besar,” tutur Said.

Seperti diketahui, Wakil Menteri BUMN Muhammad Yasin mengatakan, target dividen BUMN Rp 40 triliun sulit tercapai.

“Kami hanya bisa memenuhi dividen berkisar Rp 37,5 triliun hingga Rp 38,5 triliun. Ini dividen tahun buku 2013 yang akan dibayarkan dalam APBN 2014,” kata dia.

Yasin menjelaskan penyebab tidak tercapainya target dividen tersebut lebih dikarenakan dua perusahaan yang dinyatakan rugi dan tidak membayarkan dividennya, yaitu PT PLN (Persero) dan PT Freeport Indonesia.

Vice President Corporate Communication Freeport Indonesia Daisy Damayanti sebelumnya mengatakan, perseroan tidak membagikan dividen kepada para pemegang saham untuk tahun buku 2013. Alasannya, sepanjang tahun lalu volume penjualan perusahaan lebih rendah.

“Tidak ada pembayaran dividen termasuk kepada perusahaan induk dan pemerintah,” ujarnya.

Meski tidak ada dividen yang dibayarkan selama tahun buku 2013, Freeport menyatakan telah melakukan pembayaran kepada pemerintah dalam bentuk pajak dan royalti sekitar 500 juta dolar As atau setara Rp 5,6 trilliun. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA