Berdasarkan kajian Indonesian Resources Studies (Iress), hilirisasi sektor mineral dapat meningkatkan nilai tambah sebesar 268 miliar dolar AS atau sekitar Rp 3.000 triliun.
Direktur Eksekutif Iress Marwan Batubara menyatakan, perkiraan tersebut diperoleh dari nilai tambah tahunan komoditas bauksit sekitar 18 miliar dolar AS, tembaga 13,2 miliar dolar AS dan nikel 9 miliar dolar AS.
“Kalau tidak dijalankan, maka potensi tersebut bakal hilang dan tentunya melanggar amanah undang-undang,†ungkap dia.
Marwan mengatakan, kewajiban membangun smelter juga akan berdampak pada investasi yang diproyeksikan mencapai 25,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 300 triliun. Sedangkan penghematan devisa untuk tahun pertama penerapan hilirisasi mencapai 10,17 miliar dolar AS atau sekitar Rp 120 triliun.
Tak hanya itu, Marwan mengatakan, industri tambang juga akan melakukan penyerapan tenaga kerja yang dapat mencapai 2,4 juta orang. “Semua nilai tambah tersebut bisa dijalankan asal ada kemauan dan konsitensi dari pemerintah untuk menjalankan sesuai dengan undang-undang,†tegasnya.
Dia mengatakan, kebijakan hilirisasi mineral akan mendorong tumbuhnya investasi pembangunan smelter. Setidaknya ada sekitar 185 proposal dengan nilai mencapai 25,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 30 triliun. Pasalnya, kehadiran smelter memicu banyak keuntungan. Seperti meningkatnya nilai tambah produk mineral secara finansial dan ekonomi, tersedianya bahan baku industri di dalam negeri, meningkatnya penyerapan tenaga kerja, pendapatan negara dan masyarakat baik melalui pajak maupun pendapatan lain.
Namun demikian, Marwan mengakui penerimaan pajak dan royalti akan mengalami penurunan akibat program hilirisasi yang melarang ekspor mineral mentah dalam 3 tahun mendatang sebesar Rp 60-100 triliun.
“Kekurangan tersebut akan sangat kecil dibanding ribuan triliunan pada penerimaan dan manfaat langsung yang akan diterima sejak tahun 2017 nanti,†ujarnya.
Selain itu, tambah Marwan, dalam tiga tahun mendatang akan diperoleh Foreign Direct Investment (FDI) sekitar Rp 300 triliun untuk pembangunan smelter di berbagai lokasi di Indonesia.
Pengamat pertambangan Ryad Chairil menilai, hilirisasi mineral wajib dilakukan. Pasalnya, ada banyak manfaat jika pemerintah berhasil melakukan hilirisasi mineral. Salah satunya, menghindari Indonesia dari jebakan middle income atau jebakan negara berpendapatan menengah.
Ryad menyatakan, terjebaknya Indonesia dalam middle income lantaran kurang kreatifnya pemerintah karena masih mengandalkan ekspor bahan-bahan mentah. Padahal, jika mengekspor bahan-bahan jadi akan ada peningkatan nilai tambah, yang artinya diperlukan hilirisasi tambang.
Ia beralasan, mengapa hilirisasi tambang bisa mengeluarkan Indonesia dari jebakan tersebut. Pertama, dengan hilirisasi maka dibutuhkan teknologi tinggi agar bisa menciptakan produk yang berdaya saing dan bernilai tambah. Kedua, hilirisasi tambang juga dapat menyerap banyak tenaga kerja.
Oleh sebab itu, Ryad meminta pemerintah benar-benar memanfaatkan program hilirisasi tambang agar segala sesuatu bahan mentah yang ada di dalam perut bumi Indonesia bisa diolah di dalam negeri.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah menambahkan, Indonesia bisa terhindar dari middle income trap.
“Fakta menunjukkan, sejumlah negara maju bisa keluar dari negara berpendapatan menengah karena ditopang industrialisasi yang kuat,†katanya.
Namun, Firmanzah mengingatkan ada beberapa faktor yang harus dilakukan jika Indonesia ingin meninggalkan middle income trap, yaitu iklim investasi harus dijaga dan ditingkatkan, investasi di bidang Sumber Daya Manusia (SDM) harus juga terus ditingkatkan.
Lalu, sinergi antara lembaga riset dan industri harus terus ditingkatkan agar pemanfaatan teknologi untuk menopang proses produksi yang lebih berdaya saing dan aspek-aspek kelembagaan harus terus ditingkatkan serta high cost economy harus semakin dikurangi.
“Lepas dari itu semua, stabilitas politik, keamanan harus terus dijaga karena Pemilu 2014 akan sangat menentukan pembangunan Indonesia dalam lima tahun, sepuluh tahun, bahkan lima belas tahun ke depan,†paparnya.***