Kebutuhan Daging Sapi Di Jakarta Tembus 50 Ribu Ton

Target Swasembada Jauh Dari Harapan

Rabu, 09 April 2014, 09:17 WIB
Kebutuhan Daging Sapi Di Jakarta Tembus 50 Ribu Ton
ilustrasi
rmol news logo Untuk menuju swasembada pangan tahun ini sepertinya sulit terealisasi. Apalagi dikaitkan dengan ketersediaan daging sapi yang masih mengandalkan impor.

Ketua Komite Daging Sapi (KDS) DKI Jakarta Sarman Simanjorang mendesak pemerintah tetap menjaga ketersediaan stok daging sapi. Tahun ini, kebutuhan daging sapi di wilayah DKI Jakarta sudah menembus 50 ribu ton.

“Harus diantisipasi, supaya jangan terulang krisis daging yang mengakibatkan harga tidak terkendali. Pemerintah harus berkala mengevaluasi ketersediaan daging lokal maupun daging impor,” ujarnya.

Menurut Sarman, pengawasan terhadap importir yang mendapat kuota impor mesti dimonitor. Khususnya soal  realisasi impor yang mereka lakukan sehingga tetap terjamin supply dan demand.  Terlebih nanti menjelang Lebaran, yang seperti biasa kebutuhan dunia usaha dan konsumsi masyarakat bertambah dua kali lipat.

Khusus di DKI Jakarta, lanjut Sarman, pasokan daging sapi mengandalkan dari luar kota, baik daging lokal maupun impor.

Untuk menjamin kebutuhan daging khususnya di DKI Jakarta, pihaknya tetap meminta diberikan kuota khusus. Sayangnya, hingga kini belum mendapat respons dari Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Dia menegaskan, program swasembada daging yang tidak berhasil dicapai tahun lalu hendaknya bisa dikaji untuk menentukan target jangka panjang. 

“Dengan program yang nyata dan terukur dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti masyarakat peternak, dunia usaha, khususnya BUMN dan swasta nasional yang tertarik investasi di bidang ini dan pemerintah daerah. Jika dikelola dengan baik, kita optimis Indonesia mencapai swasembada daging,”  jelasnya.

Sekjen Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Rochadi Tawaf menuturkan, rencana target swasembada daging makin jauh dari harapan ketika banyak kebijakan yang kontra produktif terhadap program swasembada daging.

“Seperti masalah tarif bea masuk, pajak pertambahan nilai, protokol importasi ternak dan daging yang berubah-ubah, pemotongan betina produktif, hingga larangan penggunaan hormon pertumbuhan ini yang menambah beban kita,” bebernya.

Rochadi juga mempertanyakan saat ini pemerintah membolehkan impor daging dengan hormon dan hal ini yang menambah program swasembada daging sapi seolah menjadi tidak rasional.  Akibatnya, peternak sapi di tanah air masih tetap hidup tradisional.

Menurut dia, di beberapa lokasi sentra pembibitan di Jawa Barat, realitanya sangat memprihatinkan. Kelompok peternak yang diberi beban tugas perbibitan hanya dikawal seorang dokter hewan dengan fasilitas seadanya. Akibatnya, kelompok ini tidak berdaya mengendalikan wilayahnya untuk menghasilkan produk sapi bakalan yang berdaya saing.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Syukur Iwantoro mengatakan, kesiapan infrastruktur dan transportasi menentukan keberhasilan Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) 2014.

Potensi stok daging sapi tahun ini 530.5500 ton dinilai akan cukup memadai untuk memenuhi konsumsi masyarakat. “Hasil sensus peternakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) 2013 menyebutkan populasi sapi tahun ini sebesar 14,2 juta sapi,” ujarnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA