Pemerintah Genjot Proyek Listrik Jawa-Bali Dengan Utang 3 Triliun

Mestinya Pasokan Setrum Di Sumatera Lebih Diprioritaskan

Selasa, 31 Desember 2013, 10:08 WIB
Pemerintah Genjot Proyek Listrik Jawa-Bali Dengan Utang 3 Triliun
ilustrasi
rmol news logo Pemerintah kembali berutang kepada asing untuk pembangunan infrastruktur. Kali ini, untuk pembangunan proyek interkoneksi listrik Jawa-Bali. Padahal sebelumnya, pemerintah berusaha mengurangi porsi utang dalam berbagai proyek infrastruktur.

Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan mengungkapkan, pemerintah telah menyepakati pinjaman 249 juta dolar AS atau setara Rp 3,03 triliun untuk menggarap mega proyek tersebut. Pinjaman itu berasal dari Asian Development Bank (ADB) 224 juta dolar AS dan ASEAN Infrastructure Fund (AIF) 25 juta dolar AS.

“Pinjaman itu investasi dari pemerintah dan ADB serta AIF di Indonesia. Sebab, transmisi Jawa-Bali ini merupakan proyek pertama yang didanai AIF. Jadi sangat spesial,” ujar dia di kantornya, kemarin.

Robert merinci, transmisi Jawa-Bali membutuhkan investasi 410 juta dolar AS dalam kurun waktu pembangunan lima tahun. Separuhnya pinjaman dari ADB dan AIF, sisanya dari anggaran pemerintah dan PLN sebesar 161 juta dolar AS. “Dengan demikian, 410 juta dolar AS total kebutuhan dana sudah bisa dipenuhi,” ucapnya.

Menurut dia, pinjaman tersebut memberikan tenor selama 20 tahun dengan bunga atau Libor (suku bunga acuan di Inggris) dolar AS sebesar 40 basis poin per tahun. Namun ada Libor 0,5 persen sebagai pembiayaan komitmen dan bunga premium 0,10 persen per tahun.

Setelah pembangunan tower transmisi selesai selama lima tahun hingga 15 Maret 2019, cicilan baru mulai dibayarkan selama 15 tahun. Jadi, total 20 tahun sudah lunas.

Untuk diketahui, transmisi Jawa-Bali merupakan proyek untuk meningkatkan pasokan listrik di Bali, memperbaiki fuel mix di Bali serta meningkatkan rasio elektrifikasi di wilayah tersebut.

Beberapa kalangan sebelumnya mendesak agar pemerintah lebih memperhatikan jaminan pasokan listrik di Sumatera yang sering byar pet. Hingga kini, belum ada solusi konkrit dari pemerintah atas kasus ini.

Robert mengatakan, sepanjang selat yang menghubungkan Jawa-Bali akan dibangun menara setinggi Eiffel di Paris dan menggunakannya untuk menyambungkan kabel listrik berkekuatan 500 kilovolt. Tujuannya, untuk menggenjot rasio elektrifikasi di Pulau Dewata itu.

“Ada titik di antara Jawa-Bali jaraknya cuma 2,5 kilometer. Itu akan dibangun menara setinggi Eiffel, disambungkan kabel,” katanya.

Selain itu, menurut Robert, tahun ini pemerintah telah menambah utang baru Rp 232,7 triliun untuk menutupi defisit anggaran yang nilainya Rp 224,2 triliun atau 2,38 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Secara total, hingga November 2013, utang Pemerintah Indonesia mencapai Rp 2.354,54 triliun. Jumlah utang ini naik naik Rp 77,6 triliun dibandingkan Oktober 2013 yang sebesar Rp 2,276,98 triliun.

Tambahan utang ini bertolak belakang dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa. Sebelumnya, Hatta mengatakan, pemerintah ingin mengurangi porsi utang dalam membangun berbagai proyek infrastruktur supaya tidak membebani Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

“Pemerintah terus mendorong opsi skema pembiayaan proyek infrastruktur, baik dengan mengandeng swasta atau asing untuk menghemat APBN,” ungkap Hatta.
Ia menjelaskan, untuk mempercepat pembangunan infrastruktur tanpa banyak utang, pemerintah sudah mendorong kerja sama pemerintah dan swasta (public private partnership/PPP) untuk proyek yang menguntungkan (feasible) serta pinjaman luar negeri (loan) untuk proyek angkutan.
 
Direktur Eksekutif Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan menyatakan, terus membengkaknya utang luar negeri lantaran pemerintah tidak punya cukup uang untuk membayar utang masa lalu. Untuk melunasi kewajibannya, pemerintah mau tak mau harus terus menambah utang luar negeri.

Sejauh ini, cara yang paling diandalkan adalah dengan menerbitkan SBN (Surat Berharga Negara), obligasi valas (valuta asing) dan lainnya. “Pemerintah terus gali lubang, tapi lubang yang lain tidak tertutup,” ujarnya.

Pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI) Zenathan Adnin mengatakan, besar risikonya jika pemerintah terus berutang pada asing untuk membiayai proyek infrastruktur. Risikonya, tatkala proyek jangka panjang banyak didanai utang luar negeri berjangka pendek.  “Jadi, saat utang jangka pendek dibayar dan perusahaan kesulitan mendapat utang baru, proyek yang sedang berjalan bisa terhenti,” ungkapnya.  Hal lain yang paling diwaspadai adalah utang swasta yang nilainya lebih besar dibanding pemerintah.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA