“Saat ini rintisan pesawat N-219 sudah dilakukan dan ditargetkan pada 2016 sudah diproduksi dan perizinannya keluar, sehingga 2017 kami bisa masuk pasaran internasional,†kata Asisten Direktur Bidang Jaminan Mutu dan Humas PTDI Sony Saleh Ibrahim.
Pesawat N-219 merupakan pesawat propeler atau baling-baling ukuran kecil namun memiliki daya angkut yang maksimal.
Menurut Sony, pesawat itu akan cocok untuk penerbangan perintis. Apalagi, Indonesia memiliki sejumlah perusahaan penerbangan perintis yang dipastikan menjadi pasar bagi produk terbaru PTDI.
“Pesawat itu masuk pesawat kecil, namun N-219 memiliki kapasitas penumpang lebih banyak dari pesawat sejenisnya yang ada saat ini. Pesawat ini mampu mendarat di landasan pacu yang pendek dan daerah pegunungan,†jelasnya.
Sony menyebutkan, proyek pesawat N-219 sudah hampir dipastikan menjadi primadona bagi penerbangan perintis dan jarak pendek. Produsen pesawat sejenis itu di dunia tidak lebih dari lima negara yakni Twin Otter Kanada, Cesna Caravan dan White Line China.
“Kebutuhan pesawat kecil di dunia pada 2012 saja contohnya 800 pesawat. PTDI berharap bisa memenuhi 20 persenya, sangat optimis,†katanya.
Dari sisi teknologi, para insinyur PTDI sangat siap dan sistem produksi dan jaminan mutu yang sudah tersertifikasi. Di sisi lain, pasar pesawat sekelas N-219 masih sangat terbuka. Untuk itu, pihaknya menyasar pasar Asia dan Afrika.
“N-219 bisa bersaing dengan keunggulan dari sisi kualitas dan juga harga yang jauh lebih ekonomis. Harganya di kisaran 4 juta dolar AS hingga 4,5 juta dolar AS. Keunggulan lainnya daya angkut lebih besar,†katanya.
Selain itu, PTDI juga menggenjot produksi dan pemasaran pesawat N-295, CN-235 MPA, helikopter NBell 412 EP serta pesawat N-212 baik versi sipil maupun militer.
Sejumlah negara sudah menyampaikan minatnya, bahkan segera melakukan kontrak, salah satunya dengan Filipina untuk pesawat N-212 dan N-295. Selain untuk keperluan militer juga disiapkan untuk program hujan buatan. ***