Bulog Gelontorkan 32 Ribu Ton Beras Untuk Operasi Pasar

Senin, 15 Juli 2013, 08:51 WIB
Bulog Gelontorkan 32 Ribu Ton Beras Untuk Operasi Pasar
ilustrasi
rmol news logo Perum Bulog mengklaim telah menggelontorkan 32.000 ton beras dalam rangka operasi pasar (OP). OP tersebut untuk mengendalikan lonjakan harga beras di dalam negeri pasca kenaikan harga BBM subsidi.

Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengatakan, saat ini harga beras memang naik. OP dilakukan untuk jenis beras premium maupun beras medium.

“Ada sedikit kenaikan. Untuk itu, Bulog melakukanOP. Kita sudah melakukan OP sekitar 32.000 ton di banyak tempat. Satu OP beras premium. Kedua OP dengan menggunakan beras (medium) pemerintah,” kata Sutarto kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Untuk beras premium, menurut Sutarto, OP dilakukan oleh Bulog bekerja sama dengan Pemda. Ia mencontohkan di Jawa Timur, Pemda memberikan subsidi sehingga hasilnya inflasi di Jatim rendah dan harga beras bisa terkendali.

“Kita akan terus lakukan OP. Karena selama harga masih ada kecenderungan naik, kita nggak akan ambil risiko. Kita akan lakukan OP, berapapun diperlukan siap,” katanya.

Ia menegaskan, saat ini stok beras di Gudang Bulog sangat aman hingga 3 juta ton. Serapan pengadaan beras dari dalam negeri pun relatif baik dengan rata-rata 10.000 ton per hari.

“Alhamdulillah stok kita hari ini masih sangat besar, hampir 3 juta ton stok beras,” ujarnya.

Sementara untuk OP menurunkan harga jual daging sapi, kemungkinan terlambat dari jadwal yang ditargetkan, yaitu akhir Juli. Pasalnya, sampai akhir bulan nanti, dari kuota 3.000 ton daging yang bisa didatangkan dari Australia dan Selandia Baru, paling banyak terealisasi 200-400 ton saja.

Sisanya, harus lewat laut dan baru bisa tiba di Tanah Air paling cepat 25 Juli, itu pun jika tanpa kendala perizinan.

“Australia dan Selandia Baru sebetulnya memiliki stok daging melimpah. Hanya saja, mereka sudah memiliki rencana ekspor yang tertata dalam setahun ke depan dan tidak bisa begitu saja dibeli pihak yang berminat,” terang Sutarto.

Karena itu, dia menyesalkan mengapa jatah impor OP tidak diberikan sejak lima bulan lalu. “Itulah kenapa sejak bulan Maret kami sudah minta Bulog ambil bagian dalam langkah stabilisasi harga daging tadi,” ujar Sutarto.

Sutarto mengatakan, tidak semua daging itu dikirim lewat jalur udara karena biayanya dua kali lipat lewat kapal. Namun, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan memakai jasa maskapai Australia asal harganya bersaing.

“Kalau mendatangkan 3.000 ton perhitungan kami, kira-kira butuh Rp 200-300 miliar. Kalau dengan udara akan lebih mahal daripada dengan laut. Kalau pake Garuda saja, sehari 20 ton. Mungkin kita bisa pelajari dengan Qantas dan lain-lain karena kalau Garuda cuma tiga, terbang ke Melborne, Darwin, atau Sydney,” paparnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA