Infrastruktur KAI Lemah, E-Ticketing Bikin Puyeng

DPR Warning Rencana Penghapusan Kereta Ekonomi

Rabu, 03 Juli 2013, 10:05 WIB
Infrastruktur KAI Lemah, E-Ticketing Bikin Puyeng
ilustrasi
rmol news logo Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemberlakuan e-ticketing dan tarif progresif untuk Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line tidak menurunkan kualitas pelayanannya.

“Jangan karena jadi murah terus pelayanan di nomer duakan. Justru pelayanan dan fasilitas mesti terus diperbaiki,” kata Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Untuk diketahui, Senin (1/7) PT KAI menerapkan sisitem e-ticketing dan tarif progresif untuk KRL Commuter Line. Karena kurang sosialisasi di beberapa stasiun terjadi antrean yang panjang.

Menurut Tulus, penerapan e-ticketing dan tarif progresif mesti didukung dengan fasilitas infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) yang kuat. Jika tidak, maka program tersebut justru akan merepotkan konsumen. Lihat saja, antrean penumpang yang hampir terjadi di semua stasiun.

“Untuk pemberlakuan tarif progresif bagi penumpang KRL, KAI harus harus memiliki pondasi yang kuat,” sarannya.

Menurut dia, KAI juga harus berani memberikan kompensasi kepada publik jika terjadi gangguan KRL melebihi toleransi yaitu sebanyak lima kali tiap bulan. Kata Tulus, toleransi gangguannya juga harus turun, misalnya menjadi tiga kali. “Selama ini, dalam sebulan gangguan sinyal bisa lebih dari lima kali,” katanya.

Diakui, penerapan tarif progresif dan sistem e-ticketing seharusnya memang sudah diterapkan sejak dulu karena berdampak sangat baik bagi penumpang. “Penerapan sistem ini mesti didorong terus agar masyarakat bisa pindah naik kereta api daripada mobil pribadi,” ujarnya.

Namun, dia menegaskan, KAI mesti melakukan evaluasi lagi terhadap pemberlakuan sistem tersebut. “Banyak penumpang yang antre itu menandakan ada sedikit ketidaksiapan dari sistem ini. Ini yang mesti diantisipasi,” tuturnya.

Anggota Komisi VII DPR Yudi Widiana menilai, kisruh pemberlakuan e-ticketing dan tarif progresif pada hari pertama karena perusahaan pelat merah tersebut kurang melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

Selain itu, kata dia, sumber daya manusia, loket penjualan tiket dan pintu masuknya terbatas. Apalagi, banyak penumpang kelas ekonomi yang beralih ke Commuter Line.

Oleh karena itu, KAI harus memperbaiki kekurangannya itu. “Itu harus diperbaiki, jangan sampai pemberlakukan tarif baru itu malah merugikan masyarakat dengan antrean yang panjang,” katanya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini juga menolak usulan KAI yang akan menghapus KRL Ekonomi. Menurutnya, KAI belum siap untuk menerima limpahan penumpang KRL Ekonomi. Apalagi, kata dia, penerapan e-ticketing dan tarif progresif saja belum maksimal.

Menurut dia, KAI bisa menghapus KRL Ekonomi jika semua fasilitas dan jumlah gerbong KRL Ekonomi ditambah. “Rapikan pelayanan Commuter Line dan fasilitasnya, seperti e-ticketingnya, baru memikirkan penghapuskan KRL Ekonomi,” tegasnya.

 Anggota Komisi V DPR Ferry DJ Francis mengingatkan pemerintah agar tidak gegabah dalam menghapus kereta ekonomi.  Bisa dibayangkan bagaimana kisruhnya, jika kelas ekonomi dihapus, sementara layanan commuter line masih amburadul. “Intinya, bagaimana warga bisa terlayani dengan baik oleh PT KAI,” cetusnya.

Menteri  BUMN Dahlan Iskan meminta, KAI segera menghapus semua kereta ekonomi yang sering mogok. Baginya, tidak ada alasan lagi bagi masyarakat untuk menolak penghapusan kereta ekonomi.

 â€œSaya bilang kereta ekonomi jadi masalah terus, hari ini saja yang mogok kereta ekonomi. Ya sudah, tarik saja,” kata Dahlan. Dia menilai, adanya tarif progresif bersubsidi bagi commuterline bisa dijadikan momentum untuk memperbaiki layanan kereta.

Direktur PT KAI Ignasius Jonan mengatakan, secara bertahap akan mengganti kereta ekonomi dengan commuter line. Tahun ini saja, KAI telah memesan 180 unit kereta yang akan tiba pada Agustus. “Itu 20 persen dari total yang sekarang jalan,” kata dia. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA