"Kami yakin menang sekalipun mereka mau ajukan PK. Makanya kami sudah masukan besaran tunggakan denda Asian Agri sebesar Rp 4,3 triliun dalam target pendapatan pajak di APBN Perubahan 2013," kata Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany di Jakarta, Rabu (19/6).
Dalam postur APBN-P 2013, pendapatan negara ditargetkan mencapai Rp 1.502 triliun, turun Rp 27,7 triliun dari target APBN 2013 sebesar Rp 1.529,7 triliun. Penurunan tersebut akibat turunnya proyeksi penerimaan perpajakan senilai Rp 1.148,4 triliun dari target Rp 1.193,0 triliun. Sayangnya selain Asian Agri, Fuad masih enggan menyebut perusahaan mana lagi yang sedang berperkara dengan pihaknya untuk dibidik, dan tunggakan serta denda pajaknya dimasukan dalam proyeksi APBN P 2013.
"Kalau yang lain kan belum disidik, sedangkan Asian Agri kan sudah diputuskan MA unrtuk bayar tunggakannya dan denda. Dari tahun lalu saja kami sudah perkirakan kalau kami akan menang atau setidaknya dapat 200 persen dari pokok utangnya," tutur Fuad.
Sekjen Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI) Â menuturkan, Ditjen Pajak harusnya bisa menerapkan prinsip yang sama kepada semua Wajib Pajak (WP) yang juga sedang bermasalah. Jika Asian Agri dijadikan target untuk memenuhi kas negara dalam APBN P di saat kasusnya belum selesai, hal yang sama juga seharusnya diterapkan kepada perusahaan lain.
"Jangan sampai kasus ini (Asian Agri) hanya dijadikan tumbal untuk menutupi banyaknya kasus-kasus lain. Ditjen pajak harus kejar itu kasus besar lainnya," kata Sasmito.
Berdasarkan putusan MA, nominal tunggakan yang harus dilunasi Asian Agri Rp 1,829 triliun. Jumlah tersebut ditambah denda Rp 2,5 triliun, sehingga seluruh kewajiban pembayaran Asian Agri mencapai Rp 4,3 triliun. Belakangan, Ditjen pajak melakukan revisi pembayaran pajak Asian Agri menjadi lebih tinggi yaitu Rp 1,959  triliun. Setelah putusan MA ini, Ditjen Pajak memang kemudian menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) atas Asian Agri. Grup Asian Agri pun menyatakan keberatan terhadap Surat SKP yang diterbitkan untuk 14 perusahaan kelapa sawitnya itu.
General Manager Asian Agri, Freddy Widjaya menilai, penerbitan SKP yang didasarkan atas putusan MA dengan perkara Suwir Laut merupakan suatu kesalahan. Pasalnya kata Freddy, 14 perusahaan dalam Grup Asian Agri bukanlah pihak yang didakwa, tidak pernah disidangkan dan tidak pernah diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan sebagaimana seyogyanya menurut hukum acara yang berlaku. Asian Agri mempertanyakan pula penetapan jumlah kekurangan pajak yang diterbitkan, yang mana besarnya melebihi total keuntungan dari ke 14 perusahaan di dalam grup Asian Agri pada periode 2002-2005.
"Hal ini berarti besarnya kekurangan pajak yang dituduhkan setara dengan 100 persen dari total keuntungan ke 14 perusahaan tersebut," serunya.
Menangapi hal ini, Fuad mengatakan jika SKP tersebut baru diterbitkan karena menunggu tuntasnya proses penyidikan. Lain halnya jia kasus yang terjadi pada ranah pemeriksaan, Ditjen pajak bisa segera menerbitkan SKP di awal awal kasus dulu. "Pokoknya mereka itu (Asian Agri) sudah tak bisa mengelak, mereka harus bayar. Kalau keberatan silahkan, tapi kami akan tolak, bayar dulu 50 persen dari SKP, dasarnya ya putusan MA itu," ujar Fuad.
[dem]
BERITA TERKAIT: