Harga Kemahalan, Industri Domestik Nyerah Beli LNG

Pemerintah Diminta Tekan Harga Jual Gas Untuk Pelaku Usaha

Selasa, 19 Februari 2013, 09:14 WIB
Harga Kemahalan, Industri Domestik Nyerah Beli LNG
Liquefied Natural Gas (LNG)
rmol news logo Industri mengaku tidak sanggup lagi membeli Liquefied Natural Gas (LNG) karena harganya mahal.

Ketua Koordinator Gas Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Achmad Widjaya mengatakan, harga gas dari LNG sangat mahal dan industri dalam negeri belum bisa menyanggupi.  

Seperti diketahui, harga gas dari Perusahaan Gas Nasional (PGN) naik 50 persen secara bertahap, yakni 35 persen pada 1 September 2012 dan 15 persen pada 1 April 2013.

“Sekarang dengan harga 8,8 dolar AS per MMBTU (Million Metric British Thermal Units) saja kami sudah tercekik. Apalagi nanti April harga gas dari PGN naik lagi, bisa sampai 10 dolar AS per MMBTU,” katanya.

Menurut dia, hingga kini belum jelas posisi gas bumi Indonesia, apakah ke pipa atau ke FSRU (Floating Storage and Regasification Unit) yang menggunakan LNG. Tapi kalau pakai LNG, industri yang tercekik karena harganya bisa sampai 20 dolar AS per MMBTU.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat juga mengeluh kesulitan pasokan gas lantaran harganya yang mahal. Masalah ini menjadi hambatan besar bagi pelaku usaha untuk mengembangkan daya saing menghadapi produk asal China.

Ade menuding pemerintah pilih kasih lantaran menjual harga gas lebih mahal kepada industri dalam negeri. “Pemerintah kalau jual gas ke luar negeri di bawah 6 dolar AS per MMBTU, tapi kita harus beli 9,5 dolar AS,” ujarnya.

Selain membayar lebih mahal, pasokan juga sering tersendat karena faktor infrastruktur. Karena itu, dia mengusulkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perindustrian dimasukkan pasal khusus mengenai jaminan ketersediaan pasokan energi bagi industri dalam negeri.

Anggota Komisi VI DPR Lili Asdjudiredja mengatakan, mahalnya harga LNG akan berdampak pada pertumbuhan industri dalam negeri. Terutama untuk industri yang selama ini menggunakan gas.

“Harga produk akan melonjak tajam sehingga menyebabkan daya saing terus melorot. Akibatnya, neraca perdagangan akan negatif,” katanya.

Karena itu, dia meminta pemerintah bergerak cepat menyelesaikan masalah tersebut. Salah satunya dengan menekan harga jual gas untuk industri. “Perlu ada keberpihakan dalam peningkatan industri dalam negeri,” ujarnya.

Sementara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjuk PT Energi Dian Kemala sebagai operator di FSRU Banten. Rencana tersebut terungkap dalam surat Menteri ESDM Jero Wacik bernomor 0890/15/MEM.M/2013 kepada Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini, yang salinannya diperoleh wartawan.

Sesuai surat perihal Alokasi LNG untuk FSRU tertanggal 5 Februari 2013 itu, tercantum Energi Dian Kemala menjadi salah satu pihak yang mendapat tembusan. Selain Energi Dian Kemala, surat ditembuskan juga kepada
Wakil Presiden, Menteri BUMN, Dirut PT Pertamina (Persero), Dirut PT PGN Tbk dan Dirut PT Nusantara Regas. Demikian pula surat Menteri ESDM lainnya yang bernomor 0889/15/MEM.M/2013 juga mencantumkan Energi Dian Kemala sebagai salah satu tembusannya.

Dalam surat Menteri ESDM bernomor 0890/15/MEM.M/2013, disebutkan alokasi LNG ditujukan ke empat terminal penerima. Yakni, FSRU Jakarta yang dibangun Nusantara Regas merupakan perusahaan patungan antara PT Pertamina (Persero) dan PT PGN Tbk. Lalu, terminal Arun yang dibangun Pertamina, FSRU Jateng yang dibangun Pertamina dan FSRU Banten oleh Energi Dian Kemala.

Dirjen Migas Kementerian ESDM Edy Hermantoro saat dihubungi enggan memberikan penjelasan lebih lanjut. “Kami belum bisa memberikan konfirmasi soal itu,” katanya.

Sebelumnya, Edy mengatakan, pembangunan FSRU Banten dilakukan perusahaan swasta. Berdasarkan surat Menteri ESDM Nomor 0890 itu, keempat terminal akan memperoleh alokasi LNG mulai 2013 hingga 2025.

Berdasarkan surat Menteri ESDM Nomor 0889 perihal Alokasi LNG untuk Keperluan dalam negeri yang ditanda tangani Jero Wacik 5 Februari 2013, sumber pasokan LNG berasal dari Kilang Tangguh, Papua Barat yang sebelumnya diekspor ke Sempra, AS dengan volume 20 kargo per tahun.

Alokasi itu merupakan tambahan dari Sempra sesuai surat Menteri ESDM Nomor 8115/10/MEM.M/2012 tertanggal 23 November 2012 perihal Persetujuan Alokasi Gas Tangguh. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA