Berita

Lukisan berjudul “Wonderland, Dunia Anak-anak"/Ist

Nusantara

Lompatan Estetis Genre Baru Lukisan Denny JA

MINGGU, 20 JULI 2025 | 02:11 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Dalam sebuah momentum langka yang mempertemukan seni tradisi, kecanggihan teknologi, dan kedalaman refleksi budaya, lima kritikus seni rupa terkemuka Indonesia memberikan tanggapan penuh apresiasi terhadap lukisan Denny JA yang melahirkan genre baru: Imajinasi Nusantara.

Lukisan Denny JA tidak sekadar hadir sebagai objek visual. Ia tampil sebagai manifesto estetika digital Nusantara. 

Genre itu direspons oleh lima nama besar dunia seni rupa: Agus Dermawan T, Merwan Yusuf, Frigidanto Agung, Mayek Prayitno, dan Bambang Asrini Widjanarko.


Genre Imajinasi Nusantara adalah gabungan unik antara realisme manusia, batik sebagai simbol lokalitas, lanskap surealis sebagai ruang batin kolektif, dan kecerdasan buatan sebagai medium ekspresi. 

Karya-karya Denny JA dalam genre ini terekam dalam dua buku lukisan berjudul “Handphone, Kita Dekat Sekali” dan “Wonderland, Dunia Anak-anak”.

Agus Dermawan T menyebut karya Denny sebagai upaya “menyurealkan  (surrealisme) realitas sosial-politik” melalui napas batik. 

Baginya, lukisan-lukisan ini bukan hanya gambar, tetapi cara baru untuk menggugat estetika kolonial dengan simbol lokal yang akrab namun penuh perlawanan.

Merwan Yusuf menyebut genre ini sebagai “irealitas konkret” visual yang tampak mustahil, tapi justru paling jujur dalam menangkap trauma. 

“Genre ini adalah tangisan pelan dan perlawanan terhadap estetika,” ungkapnya dalam keterangan yang diterima redaksi, Sabtu malam, 19 Juli 2025. 

Bagi dia, batik di lukisan Denny adalah medium protes: seni yang bersujud, bukan bersolek.

Frigidanto Agung membaca genre ini sebagai metafora untuk realita yang retak. Ia menyebut Denny JA sebagai pelukis yang memeluk luka global lewat bahasa visual. 

“Ia bukan laporan WHO, tapi ia memeluk kita seperti ibu memeluk anak yang ketakutan,” ucap Frigidanto.

Mayek Prayitno memberi pengakuan eksplisit: “Imajinasi Nusantara adalah lompatan estetika,” tutur dia. 

Menurutnya, Denny JA tidak sekadar memanfaatkan teknologi digital, melainkan menyulap AI menjadi alat kontemplasi artistik. 

Di tengah derasnya arus visual, Denny tampil sebagai “suara liyan” suara yang lain, yang menyebarkan pesan perdamaian.

Bambang Asrini Widjanarko menyebut lukisan Denny sebagai “doa yang diam”, tempat di mana keheningan, dimensi psikologis, dan algoritma bertemu dalam arsitektur visual. 

Sambungnya, AI adalah alat. Imajinasi adalah jiwa. Dan lukisan adalah ruang merenung di dunia yang terlalu bising.

Imajinasi Nusantara bukan sekadar gaya melukis. Ia adalah genre visual kontemporer Indonesia, yang terlahir dari benturan antara budaya lokal (batik), tragedi global (pandemi, perang, krisis iklim), dan medium digital (AI).

Setiap lukisan adalah ruang tafsir. Dalam satu karya, seorang anak kecil berkaus batik berdiri di jalanan sepi, menatap langit penuh virus mahkota. 

Lampu merah menyala. Dunia berhenti. Namun batik di tubuh sang anak berbicara: tentang identitas, rumah, dan ketahanan jiwa. Genre ini menjawab satu pertanyaan penting: bagaimana merekam absurditas global tanpa kehilangan akar kultural?

Di Tengah Bisingnya Algoritma, Denny JA mengajak kita diam dan merenung Imajinasi Nusantara bukan untuk menjawab dunia. Ia justru bertanya.

Dalam dunia yang semakin algoritmis dan terpaku pada efisiensi, karya Denny JA mengingatkan bahwa seni adalah warisan spiritual, bukan sekadar produk teknologi. 

"Lukisan bukan hanya gambar. Ia adalah doa visual, dokumentasi batin, dan manifesto kebudayaan digital Nusantara. Dari genre ini, kita tidak hanya melihat Indonesia yang baru, tetapi merasakannya, dalam bentuk pixel, batik, dan harapan," pungkas Denny JA.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya