Berita

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan/Net

Publika

Pasal “Penyiaran Berita Bohong dan Keonaran” Indonesia Lebih Kejam dari Penjajah

OLEH: ANTHONY BUDIAWAN*
RABU, 09 AGUSTUS 2023 | 13:36 WIB

PEMERINTAHAN Jokowi terkesan antikritik. Setidak-tidaknya itu yang dipertontonkan para pendukung dan relawannya. Lebih dari itu, kalau perlu para pengkritik dipenjara. Dengan tuduhan menghina presiden atau menyebarkan informasi bohong dan ujaran kebencian.

Masyarakat pun curiga. Apakah pendukung dan relawan tersebut bertindak atas inisiatif sendiri, atau ada yang mengoordinir? Silakan menduga.

Kalau UU ITE tidak bisa memidanakan pengkritik, maka akan dicarikan UU lainnya. Pokoknya, harus dipenjara, meskipun harus diada-adakan?

Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat dijerat dan dimasukkan penjara dengan menggunakan Pasal 14 dan Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946, tentang peraturan hukum pidana.

UU tahun 1946? Ya, aneh tapi nyata.

UU No 1 Tahun 1946 yang ditetapkan 26 Februari 1946 menegaskan, bahwa UU yang berlaku sejak saat itu adalah UU (atau peraturan-peraturan) hukum pidana Pemerintah Belanda untuk daerah jajahan Hindia Belanda, Indonesia. Dalam bahasa aslinya (bahasa Belanda) UU tersebut bernama "Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie”.

Pasal 1 berbunyi: “Dengan menyimpang seperlunya dari Peraturan Presiden Republik Indonesia tertanggal 10 Oktober 1945 Nomor 2, menetapkan bahwa peraturan-peraturan hukum pidana yang sekarang berlaku, ialah peraturan-peraturan hukum pidana yang ada pada tanggal 8 Maret 1942.”

Pasal 6:
(1) Nama Undang-undang hukum pidana "Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsh-Indie" diubah menjadi "Wetboek van Strafrecht" (WBSR).
(2) Undang-undang tersebut dapat disebut: “Kitab Undang-undang Hukum Pidana" (KUHP).

UU Belanda dan perubahannya ini (UU No 1 Tahun 1946) seharusnya hanya berlaku untuk sementara waktu saja, seperti dijelaskan di dalam Penjelasan Umum: “ …. sehingga peraturan-peraturan ini, sebelum dapat diselesaikan peraturan-peraturan hukum pidana nasional, boleh dipakai buat sementara waktu, sesudah peraturan-peraturan itu diubah dan ditambah seperlunya.

Tetapi, faktanya masih digunakan sampai sekarang, dan semakin sering digunakan untuk memidanakan pengkritik?

UU No 1 Tahun 1946 hanya berisi 17 Pasal tentang perubahan atas UU kolonial tersebut, untuk mengisi kekosongan hukum pidana pasca deklarasi kemerdekaan Indonesia 17/8/1945.

Perubahan cukup penting adalah Pasal 14 dan Pasal 15 tentang penyiaran berita bohong dan keonaran. Dua pasal hukum pidana ini yang menjerat Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat, dan kemungkinan besar juga akan digunakan untuk menjerat Rocky Gerung.

Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 merupakan perluasan Pasal 171 WBSR (KUHP). Penjelasan Pasal 14 dan Pasal 15 menyatakan: “Menggantikan Pasal 171 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang pada masa pancaroba ini perlu diperluas.”

Pasal 171 WBSR (KUHP) yang asli berbunyi: Hij die opzettelijk door het verspreiden van een leugenachtig bericht onrust verwekt onder de bevolking, wordt gestraft met gevangenisstraf van ten hoogste een jaar of geldboete van ten hoogste driehonderd gulden.

Terjemahannya kurang lebih: Barang siapa, dengan sengaja menyebarkan berita bohong yang menimbulkan keresahan di masyarakat, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun ATAU denda paling banyak tiga ratus gulden.

Pasal pidana “penyiaran berita bohong” di masa pemerintah kolonial, dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara, atau denda, diubah menjadi ancaman penjara 10 tahun (Pasal 14 ayat (1)), 3 tahun (Pasal 14 (2)), dan 2 tahun (Pasal 15), di masa kemerdekaan Indonesia, hingga sekarang. Sanksi administratif “atau denda” dihilangkan. Sadis bukan?

Pasal 14
(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.

Pasal 15
Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.

Pasal 14 dan Pasal 15 tersebut dapat diartikan, pemerintah Indonesia di masa kemerdekaan menjadi 3 bahkan 10 kali lebih kejam dari penjajah?
 
Nampaknya, aparat penegak hukum pemerintahan Jokowi semakin suka menggunakan pasal pidana “penyiaran berita bohong dan keonaran”, yang ternyata lebih kejam dari pemerintahan penjajah. Masyarakat menduga keras, upaya ini untuk membungkam kritik.

Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat sudah menjadi korban pasal “penyiaran berita bohong dan keonaran” ini.

Pertanyaannya, apakah Rocky Gerung juga akan menjadi korban pasal “berita bohong” ini?

Pertanyaannya, apakah Rocky Gerung dapat dituntut pasal-pasal “penyiaran berita bohong dan keonaran” ini?

Nantikan tulisan berikutnya.

*Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya