Berita

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan/RMOL

Publika

Kejagung Wajib Usut Tuntas Tambang Ilegal PT LAM, Antam Beserta Kroninya

OLEH: ANTHONY BUDIAWAN*
JUMAT, 21 JULI 2023 | 18:24 WIB

SEKITAR sepuluh bulan yang lalu masyarakat ramai menyoroti tambang ilegal yang merampok uang negara ratusan triliun rupiah, merusak lingkungan hidup, serta melakukan tindak pidana pencucian uang.

Tambang ilegal ini diduga dilindungi oleh oknum aparat hukum dan pejabat pemerintah, melibatkan banyak pihak termasuk menerbitkan dokumen palsu agar hasil tambang ilegal seolah-olah menjadi legal.

Tambang ilegal yang menghasilkan uang kotor akan selalu melibatkan tindak pidana pencucian uang, untuk mencuci uang kotor menjadi bersih.

Pertama, penjualan hasil tambang ilegal menggunakan perusahaan yang sudah mempunyai izin penambangan (IUP/IUPK) dengan membayar fee.

Kemudian sebagian besar uang dari penjualan hasil tambang ilegal tersebut mengalir ke perusahaan tambang ilegal (atau proxy-nya), dan kemudian ke para kontraktor tambang ilegal.

Uang yang diperoleh perusahaan tambang ilegal dan proxy-nya kemudian harus dicuci (TPPU) melalui bursa saham atau investasi-investasi lainnya agar menjadi legal.

Sekitar Februari 2023, Tempo menurunkan laporan hasil investigasi mengenai tambang nikel ilegal PT Lawu Agung Mining (LAM) yang bekerja sama dengan perusahaan milik negara, PT Antam, dan perusahaan daerah Sultra, di areal konsesi PT Antam di Konawe Utara.

Luas lahan penambangan PT Lawu Agung Mining ternyata jauh lebih besar dari perjanjian kerja sama operasi (KSO). Menurut laporan Tempo, lebih dari 90 persen areal tambang nikel PT LAM tersebut berada di kawasan hutan, tanpa izin.

Artinya, kerja sama antara PT LAM dan PT Antam hanya sebagai kedok saja, tetapi tujuan sebenarnya patut diduga untuk menjarah nikel di kawasan hutan. Karena, luas lahan kerja sama dengan PT Antam tidak lebih dari 22 ha, tetapi realisasi areal tambang nikel PT LAM mencapai 985 ha selama periode 2019-2022.

Penjualan hasil tambang ilegal PT LAM masuk ke smelter Morosi dan Morowali dengan menggunakan dokumen palsu PT Kabaena Kromit Pratama (KKP), dengan imbalan komisi 5 dolar AS per ton.

Tidak tertutup kemungkinan, hasil bijih nikel ilegal tersebut diselundupkan ke luar negeri. Karena kapasitas smelter jauh lebih kecil dari tambang bijih nikel.

Kejaksaan Agung Sulawesi Tenggara (Sultra) akhirnya melakukan penyelidikan dan menetapkan 4 tersangka, yaitu Hendra alias HW selaku General Manager PT Antam UBPN (Unit Bisnis Pengembangan Nikel) Konawe Utara, Andi Adriansyah (AA) selaku Dirut PT KKP, Glen (GL) sebagai Pelaksana Lapangan PT LAM, dan Ofan Sofwan (OSN) selaku Dirut PT LAM.

Terakhir, Windu Aji Sutanto, selaku Komisaris dan sekaligus pemilik saham mayoritas PT LAM, juga ditetapkan sebagai tersangka penambangan nikel ilegal tersebut.

Kasus penambangan nikel ilegal ini melibatkan banyak pihak. Setidak-tidaknya ada 11 perusahaan kontraktor tambang yang terlibat penambangan ilegal tersebut. Mereka semua harus bertanggung jawab, termasuk juga oknum penegak hukum dan pejabat pemerintah yang melindungi penambangan nikel ilegal ini sehingga dapat berlangsung sangat lama.

Dan yang terpenting dan terutama, Kejaksaan Agung wajib membongkar aktor utama penambangan nikel ilegal PT LAM ini. Apakah ada pejabat tinggi PT Antam, selain GM UBPN Konut, yang juga ikut terlibat?

Apakah ada petinggi di Kementerian BUMN atau Kementerian ESDM ikut terlibat, atau bahkan di Kementerian Koordinator Maritim dan investasi yang membawahi Kementerian ESDM?

Kejaksaan Agung juga wajib membongkar tuntas, siapa penerima manfaat akhir dari tambang nikel ilegal PT LAM ini?

Apakah Windu Ajie Sutanto bermain sendiri, atau ada pihak lain yang dikenal dengan PEP: Politically Exposed Person?

Penetapan 5 tersangka baru sebatas titik awal, masih jauh dari penyelesaian tuntas kasus perampokan uang negara dan pencucian uang yang merusak lingkungan hidup dan kawasan hutan, di mana PT LAM diduga berperan sebagai otak utama dari kejahatan ini.

Masyarakat, khususnya masyarakat Konawe Utara yang mengalami kerusakan lingkungan berat, diharap terus mengawasi kasus ini sampai tuntas.

Jangan sampai kasus ini berakhir seperti kasus Ismail Bolong yang tidak ada kelanjutannya.

*Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)

Populer

Rocky Gerung Ucapkan Terima Kasih kepada Jokowi

Minggu, 19 Mei 2024 | 03:46

Dulu Berjaya Kini Terancam Bangkrut, Saham Taxi Hanya Rp2 Perak

Sabtu, 18 Mei 2024 | 08:05

PPP Lolos Parlemen, Pengamat: Jangan Semua Dikaitkan Unsur Politis

Senin, 20 Mei 2024 | 22:19

Bikin Resah Nasabah BTN, Komnas Indonesia Minta Polisi Tangkap Dicky Yohanes

Selasa, 14 Mei 2024 | 01:35

Massa Geruduk Kantor Sri Mulyani Tuntut Pencopotan Askolani

Kamis, 16 Mei 2024 | 02:54

Ratusan Tawon Serang Pasukan Israel di Gaza Selatan

Sabtu, 11 Mei 2024 | 18:05

Siapa Penantang Anies-Igo Ilham di Pilgub Jakarta?

Minggu, 12 Mei 2024 | 07:02

UPDATE

Dalil Tak Kuat, MK Tolak Lagi Gugatan PPP untuk Dapil Jateng

Selasa, 21 Mei 2024 | 15:57

DPR Bantah Ada Rapat Diam-diam Soal Revisi UU MK

Selasa, 21 Mei 2024 | 15:36

Harga Minyak Loyo Buntut Sinyal The Fed Menahan Suku Bunga

Selasa, 21 Mei 2024 | 15:24

BI dan DPD Kolaborasi Tekan Laju Inflasi Lewat Pemberdayaan UMKM

Selasa, 21 Mei 2024 | 15:05

Semangat Kebangkitan Nasional, Saatnya Kembali Bersatu

Selasa, 21 Mei 2024 | 14:54

DPR Ungkap Ada Permintaan Menyamakan Masa Pensiun Polri dan Kejaksaan

Selasa, 21 Mei 2024 | 14:50

Upacara Pemakaman Mendiang Presiden Raisi Dimulai di Tabriz

Selasa, 21 Mei 2024 | 14:45

Nasib Ribuan Karyawan Polo Ralph Lauren Ada di Tangan MA

Selasa, 21 Mei 2024 | 14:44

Partai Buruh dan Gelora Yakin MK Kabulkan Gugatan UU Pilkada

Selasa, 21 Mei 2024 | 14:42

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Nurul Ghufron

Selasa, 21 Mei 2024 | 14:41

Selengkapnya