Berita

Pemerhati Kebijakan Publik, Syafril Sjofyan/Net

Publika

Orkestrasi Kebohongan Seharusnya Merupakan Kejahatan terhadap Negara

SABTU, 20 AGUSTUS 2022 | 11:56 WIB | OLEH: SYAFRIL SJOFYAN

Konsekuensi logisnya upaya menaikan harga BBM otomatis harus dihentikan

ORKES dengan irama keroncong mendayu haru. Irama jazz bersemangat. Irama klasik mengalun tenang dan damai. Namun di Indonesia sekarang lagi populer orkes kebohongan. Irama sumbang.

Awal tahun lalu seorang menteri investasi bernyanyi ingin memperpanjang masa jabatan presiden, backing vocal para pengusaha. Nyanyian yang ditimpal oleh Menko Perekonomian. Diresonansi oleh Ketua Umum Partai PKB dan PAN.


Menurut pengakuan. Dirigen orkestrasinya adalah Luhut Binsar Panjaitan. Menko serba bisa. Membawa backing vocal dari desa (baca; kepala-kepala desa). Untung para penyanyi tidak berbakat, sehingga pitch kontrol tak beraturan. Membuat pekak gendang telinga masyarakat pendengar.

Orkesnya sumbang bertentangan dengan kaidah perundang-undangan. Jokowi sebagai presiden? Biasa. Bersikap ringan. Orang bernyanyi mosok tak boleh. Para penyanyi (ter)selamat(kan)! Dari teriakan. Turun! Turun!

Orkestrasi kebohongan juga terjadi di institusi Polri. Orkestrasi kebohongan yang membahana. Dua bulan, masih nyaring di seantero bumi Nusantara (bukan nama IKN) dan dunia. Dirigennya sadis dan sangat kuasa di institusinya, Kaisar Sambo.

Sepandai-pandainya mengatur musik kebohongan. Mayat Joshua berbicara banyak. Para penyanyi (baca beberapa petinggi Polri) tak berkutik. Presiden Jokowi. bersikap tegas. Tidak biasa. Karena bukan perpanjangan masa jabatan. Hanya membuat insitusi Polri babak-belur.

Semoga para backing vocal yang bersuarasumbang menghalangi perkara dan menghilangkan barang bukti, termasuk berpelukan teletubis dan menangis. Konon hampir delapan puluhan polisi. Semua harusnya dipecat dan dipidana tidak pilih bulu dari di awal.

Pak Mahfud sang Menko bilang yang ringan maafkan saja. Waduh yang paham hukum kok gitu ya. Lakukan seperti di militer Pak. Hukum semua secara pidana. Biar pengadilan yang menentukan. Fair. Biar kapok, tidak lagi mengulang-ulang orkestrasi kebohongan.

Kejahatan terhadap Negara

Bersamaan orkestrasi kebohongan “Kaisar Sambo”. Akhir-akhir ini, beberapa pejabat Negara sebut saja Bahlil Lahadalia Menteri Investasi bernyanyi lagi tentang subsidi BBM mencapai Rp 502 triliun, siap-siap harga naik katanya.

Erick Thohir sang Menteri BUMN (foto wajahnya ada di mana, di ATM dan di bandara dan pelabuhan, untung tidak ada di toilet-toilet). Ikut bernyanyi menyiratkan kenaikan harga BBM subsidi (pertalite dan gas). Ikut berjoget di Istana sedang menghitung ulang subsidi BBM.

Lalu Sri Mulyani sang Menkeu (goyang dangdutnya di istana juga sensual) bernyanyi; tidak semua kenaikan harga bisa ditahan pemerintah karena nilai subsidi BBM di dalam APBN 2022 sudah sangat besar, mencapai Rp 502 triliun.

Konon Presiden Jokowi juga di Istana di hadapan para petinggi lembaga tinggi negara, dengan nada bangga ikut menyanyikan pula subsidi 502 triliun terbesar, tidak ada negara lain yang mampu memberikan seperti ini.

Kali ini dirigen orkestrasi tentunya Sri Mulyani. Tujuannya adalah ingin menyunat subsidi dengan menaikan harga BBM. Luhut dengan suara baritonnya “bernyanyi” minggu depan akan diumumkan oleh Presiden kenaikan harga BBM.

Orkestrasi tersebut “kebohongan yang menyesatkan”, menurut Analis Ekonomi Anthony Budiawan. Fakta. UU APBN 6/2021 tentang APBN TA 2022, anggaran subsidi untuk tahun anggaran 2022 hanya Rp 206,96 triliun, di mana subsidi energi (terdiri dari BBM, LPG 3 kg dan listrik) hanya Rp 134,03 triliun.

Artinya, pernyataan bahwa subsidi BBM sebesar Rp 502 triliun untuk tahun anggaran 2022 adalah tidak benar, atau menyesatkan informasi publik.

Bahkan, menurut realisasi APBN sampai dengan Juni 2022, yang dipublikasi di dalam “APBN Kita” oleh Kementerian Keuangan. Realisasi subsidi energi hanya Rp 75,59 triliun. Realisasi subsidi energi tersebut terdiri dari realisasi subsidi BBM dan LPG 3 kg sebesar Rp 54,31 triliun dan realisasi subsidi listrik sebesar Rp 21,27 triliun. Nyanyian Anthony Budiawan bukan sumbang tapi berdasarkan tuts nada tertulis dalam buku.

Artinya di tengah hiruk pikuk orkestrasi kebohongan Sambo and his gang, ternyata pihak istana juga “melakukan orkestrasi kebohongan”. Konsekwensi logisnya upaya menaikan harga BBM otomatis harus dihentikan.

Jika terbukti bahwa semua orkestrasi tersebut ternyata menyesatkan. Hanya semata dengan tujuan menaikkan harga BBM. Membuat rakyat menjadi bertambah miskin, susah dan menderita.

Ini suatu “kejahatan” terhadap negara, yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan. Rakyat bisa menyampaikan mosi tidak percaya kepada para menteri dan akan berujung kepada pemakzulan presiden.

Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjen FKP2B

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya