Berita

Plataran PIK/Ist

Dahlan Iskan

Plataran Lasso

MINGGU, 10 OKTOBER 2021 | 04:59 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

SAYA kesasar ke Plataran PIK Jumat sore kemarin. Alasan resminya: melihat pameran sepeda. Alasan sebenarnya: nebeng mobil, agar bisa ke Tanjung Priok. Malam itu, saya ada acara di pelabuhan terbesar Indonesia itu.

Berarti saya harus mampir ke Plataran PIK dulu. Pemilik mobil itu, Anda sudah tahu, seseorang yang lagi memamerkan dagangan sepeda Wdnsdy-nya di situ. Tentu saya harus pura-pura melihat pameran itu. Untuk menyenangkan si pemilik mobil. Tapi bisa jadi ia kecewa: mata saya langsung tertarik ke hal yang lain. Ke pemandangan di lokasi itu: Plataran PIK ­–ke­tika menjelang senja tiba.

Begitu banyak manusia di situ. Remaja. Anak-anak. Dan orang tua mereka.

Keramaian itu sama sekali tidak terlihat dari jalan raya. Plataran itu tersembunyi di balik deretan toko dan kafe yang ada di Rukan Beachview. Sepanjang sekitar 1,5 Km.

Ketika mencari tempat parkir di pinggir jalan itu sulitnya bukan main. Penuh. Padahal tempat parkir di jalur lambat itu tersedia di dua sisi. Semuanya terisi. Sepanjang 1,5 Km.

Ternyata kafe di situ menghadap ke dua arah: muka dan belakang. Tanpa harus melanggar prinsip hongsui. Pintu depannya di lantai 1, menghadap jalan raya yang begitu lebar. Pintu belakangnya di lantai 2. Menghadap ke laut.

Itulah laut yang memisahkan pulau buatan dengan daratan Jakarta.

Di antara kafe dan laut itulah terbentang Plataran PIK. Sepanjang 1,5 Km. Melengkung.

Orang bisa duduk-duduk di teras kafe. Sambil melihat laut. Atau melihat orang yang lagi berjalan-jalan di Plataran itu.

Tidak boleh ada mobil atau motor lewat di situ. Ini street walk. Di Tiongkok disebut bu xing jie. Yang selalu tersedia di setiap kota: orang bisa melihat orang.

Jakarta akhirnya punya lokasi seperti itu: manusia bisa bertemu manusia di jalan raya. Saya pernah kecil-kecilan membuatnya di Surabaya: Kya Kya. Tidak berumur panjang. Gagal. Peninggalan Kya Kya itu masih terlihat di Jalan Kembang Jepun.

Plataran PIK berhasil sekali. Pun ketika masih setengah ''telanjang'': lingkungannya belum terbentuk. Belum indah. Pohon-pohonnya terlalu sedikit dan seperti akan mati. Hiasan lampunya masih biasa-biasa saja. Masih jauh dari suasana Nanjing Dong Lu di Shanghai.

Potensi ke arah sana sudah sangat besar.

PIK secara natural juga telah menjadi pusat pesepeda. Track sepedanya sangat disukai orang Jakarta –bahkan mungkin karena itulah satu-satunya.

Selama ini penggemar sepeda di Jakarta mengeluh –di dalam hati– tidak ada kawasan bersepeda yang seimbang dengan besarnya ledakan sepeda di ibukota.

PIK adalah pilihan satu-satunya: ada tanjakan panjang (jembatan), ada kelokan, ada matahari, dan –ini yang tidak kalah penting– banyak makanan.

Saya terpaksa mewawancarai pemilik mobil itu. Yang setiap ke Jakarta pasti bersepeda di PIK. "Di PIK kita bisa bersepeda dengan loop sepanjang 7 Km tanpa ketemu lampu merah," ujar Si Pemilik Wdnsdy yang pura-pura tidak mau disebutkan namanya.

Loop itu ditutup untuk kendaraan selama dua jam: 06.00 sampai 08.00. Jalannya luas. Aspalnya mulus. Sangat cocok rata. Tikungan di ujungnya berbentuk seperti lasso.

Menjelang lasso itu ada penanda. Pesepeda banyak yang berhenti di penanda itu: berfoto. Anda tidak tahu penanda apa itu –sebelum melihat foto yang disertakan di artikel ini.

Rupanya pulau buatan ini berada di atas laut dua provinsi: Jakarta dan Banten. Jembatan yang jadi tanjakan panjang itulah penghubung antara pulau yang di laut Jakarta dengan daratan Jawa yang ada di provinsi Banten.

Anda sudah tahu: Surabaya memang tidak punya trek sepeda. Tapi Surabaya memiliki ''luar kota''. Yang jaraknya hanya sepelemparan batu. Sedang di Jakarta, sudah bersepeda sejauh 30 Km pun masih saja di Jakarta.

Di Jakarta pesepeda sudah punya treknya sendiri. Pejalan kaki punya jalurnya sendiri. Pejalan-jalan punya Plataran PIK. Pulau buatan ini (pulau besar dan pulau kecil) telah menemukan karakternya sendiri. Yang ternyata bisa memperkaya Jakarta yang sudah kaya.

Ketika dibangun pulau itu menimbulkan kehebohan –di perizinannya.

Syukurlah setelah jadi pulau itu ternyata juga bisa menghasilkan kehebohan –pemanfaatannya.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Eko Darmanto Bakal Didakwa Terima Gratifikasi dan TPPU Rp37,7 M

Senin, 06 Mei 2024 | 16:06

Fahri Hamzah: Akademisi Mau Terjun Politik Harus Ganti Baju Dulu

Senin, 06 Mei 2024 | 15:56

Pileg di Intan Jaya Molor Karena Ulah OPM

Senin, 06 Mei 2024 | 15:56

Gaduh Investasi Bodong, Pengamat: Jangan Cuma Nasabah, Bank Juga Perlu Perlindungan

Senin, 06 Mei 2024 | 15:46

Tertinggi dalam Lima Tahun, Ekonomi RI di Kuartal I 2024 Tumbuh 5,11 Persen

Senin, 06 Mei 2024 | 15:46

Parnas Tak Punya Keberanian Usung Kader Internal jadi Cagub/Cawagub Aceh

Senin, 06 Mei 2024 | 15:45

PDIP Buka Pendaftaran Cagub-Cawagub Jakarta 8 Mei 2024

Senin, 06 Mei 2024 | 15:35

Dirut Pertamina: Kita Harus Gerak Bersama

Senin, 06 Mei 2024 | 15:35

Banyak Pelanggan Masih Pakai Ponsel Jadul, Telstra Tunda Penutupan Jaringan 3G di Australia

Senin, 06 Mei 2024 | 15:31

Maju sebagai Cagub Jateng, Sudaryono Dapat Perintah Khusus Prabowo

Senin, 06 Mei 2024 | 15:24

Selengkapnya