Berita

Kuasa hukum kubu Moeldoko, Yusril Ihza Mahendra/Net

Politik

Alasan Demi Demokrasi Yusril Bela Moeldoko Dianggap Ngawur

KAMIS, 30 SEPTEMBER 2021 | 02:36 WIB | LAPORAN: IDHAM ANHARI

Alasan Yusril Ihza Mahendra menjadi kuasa hukum kubu Moeldoko semata-mata demi demokrasi dianggap ngawur.

Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamilludin Ritonga membeberkan, dengan menjadi kuasa hukum kubu Moeldoko, Yusril sama saja membenarkan Kongres Deli Serdang yang dinilai banyak pihak abal-abal.

"Kongres Deli Serdang yang memilih Moeldoko sebagai ketua umum bahkan dinilai sebagai begal politik. Ini artinya, nilai demokratis dalam kasus tersebut tidak terlihat sama sekali," kata Jamiluddin Ritonga kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (29/9).


"Karena itu, sangat tak logis Yusril menjadi kuasa hukum empat kader dari kubu Moeldoko demi demokrasi yang lebih baik di Indonesia. Alasan ini kiranya hanya alibi saja. Idealisme Yusril untuk menjaga demokrasi juga menjadi diragukan banyak pihak," tambah Jamiluddin.

Kemudian, lanjutnya, judicial review yang diajukan ke MA terkesan dipaksakan. Sebab obyek judicial review tampaknya keliru dan salah sasaran.

Karena AD/ART Partai Demokrat bukan produk perundang-undangan. AD/ART hanyalah produk Kongres Partai Demokrat yang hanya mengikat internal partai tersebut.

"Jadi, MA hanya memiliki kewenangan menguji Peraturan Perundang-undangan dibawah Undang-undang (UU) yang bertentangan terhadap UU. Karena itu, MA berdasarkan UU tidak memiliki kewenangan untuk melakukan uji materiil terhadap AD/ART Partai Demokrat," beber Jamiluddin.

Atas dasar itu, menurut Jamil, Partai Demokrat secara yuridis, struktural, dan sosiologis masih sangat kuat. Ia optimis bahwa keadilan masih ada di negeri ini karena hakim masih punya hati nurani dan masih banyak yang menjaga marwah keadilan di negeri tercinta.

"Hakim tidak akan goyah dan silau hanya karena Yusril jadi kuasa hukum kubu Moeldoko. Hakim akan tetap berpihak pada keadilan dalam memutus kasus tersebut," pungkas Dekan Fikom IISIP Jakarta 1996- 1996 ini.



Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

UPDATE

12 Orang Tewas dalam Serangan Teroris di Pantai Bondi Australia

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:39

Gereja Terdampak Bencana Harus Segera Diperbaiki Jelang Natal

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:16

Ida Fauziyah Ajak Relawan Bangkit Berdaya Amalkan Empat Pilar Kebangsaan

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:07

Menkop Ferry: Koperasi Membuat Potensi Ekonomi Kalteng Lebih Adil dan Inklusif

Minggu, 14 Desember 2025 | 18:24

Salurkan 5 Ribu Sembako, Ketua MPR: Intinya Fokus Membantu Masyarakat

Minggu, 14 Desember 2025 | 18:07

Uang Rp5,25 Miliar Dipakai Bupati Lamteng Ardito untuk Lunasi Utang Kampanye Baru Temuan Awal

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:34

Thailand Berlakukan Jam Malam Imbas Konflik Perbatasan Kamboja

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:10

Teknokrat dalam Jerat Patronase

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:09

BNI Dukung Sean Gelael Awali Musim Balap 2026 di Asian Le Mans Series

Minggu, 14 Desember 2025 | 16:12

Prabowo Berharap Listrik di Lokasi Bencana Sumatera Pulih dalam Seminggu

Minggu, 14 Desember 2025 | 16:10

Selengkapnya