Berita

Pengamat kebijakan publik, Syafril Sjofyan/Net

Publika

Vaksin Covid, Jokowi Harus Bertanggung Jawab

JUMAT, 13 AGUSTUS 2021 | 07:54 WIB | OLEH: SYAFRIL SJOFYAN


VAKSIN Covid, beruntun, dan berulang-ulang kesalahan pemerintah. Pemilihan Vaksi Sinovac dengan efikasi 55 persen kualitas rendah. Konon dinegara nya sendiri di China tidak digunakan.

Beberapa Negara di dunia menolak dan tidak memakai Sinovac. Termasuk Arab Saudi tidak menerima warga Indonesia yang di vaksin dengan Sinovac.


Tenaga kesehatan atau nakes yang paling duluan disuntik vaksin. Nakes yang sudah divaksin dua kali juga banyak yang meninggal karena terdampar covid-19. Bisa jadi karena efikasi atau kualitasnya rendah. Termasuk masyarakat biasa juga ada yang meninggal karena Covid-19 walaupun sudah divaksin.

Pemerintah lepas tangan terhadap kasus-kasus seperti ini. Harusnya ada evaluasi dan memberikan stimulant buat keluarga yang ditinggalkan. Bukan untuk yang medali emas saja.

Pemerintah sejak awal beli Vaksin Sinovac terlanjur banyak. Borongan. Harga konon lebih mahal dari Astra Zeneca. Kuantiti impornya kurang diperhitungkan.

Sebanyak-banyaknya diimpor namun tenaga nakes untuk penyuntikan terbatas. Tidak heran ada yang kadaluarsa dan ada juga karena penyimpanan yang tidak baik. Konon vaksin yang tidak bisa digunakan merugikan negara dengan perkiraan senilai  Rp 11 triliun. Ini uang rakyat. Uang banyak sekali.

Kemudian dari pemberitaan, para ilmuan China meneliti Sinovac menyatakan vaksin tersebut hanya tahan selama 6 bulan, untuk itu perlu pakai booster. Berarti 3 kali suntik. Berarti menambah pula kerugian besar dengan pembelian booster vaksin.

Pertanyaan yang timbul kenapa dengan efikasi rendah dengan daya tahan lemah Sinovac buru-buru diborong. Padahal banyak negara lain tidak mau dan tidak mengakui jika masuk ke negara mereka.

Pemerintah Indonesia tetap ngotot menggunakan vaksin Sinovac. Tentu karena sudah terlanjur kontrak bisnis, dengan sistim borongan banyak sekali. Ini jawabannya masalah bisnis, kontrak tidak bisa dibatalkan. Sudah terlanjur harus ditelan. Apapun kondisinya.

Lalu mengenai target 1 juta per hari untuk divaksin, bahkan target ditambah 2 juta perhari. Apakah sudah tercapai? Tidak sama sekali. Belum ada pengumuman resmi selama 7 bulan ini untuk capaian target tersebut. Karena kemampuan tenaga kurang dan distribusi vaksinnya juga tidak mendukung.

Buktinya yang minta disuntik kedua kali sudah berteriak untuk disuntik. Juga tidak mampu mengejar target suntikan pertama.

Aneh sekarang vaksin dipaksakan. Vaksin di samping bisnis bisa jadi di politisasi. Dijadikan prasyarat untuk memasuki tempat-tempat umum dan pengurusan administrasi publik. Apakah pemerintah mampu untuk melayani vaksin tersebut.

Jawabannya diragukan sama sekali. Tidak ada perubahan kinerja walaupun sudah berlangsung selama 7 bulan.  Tentu dengan pemaksaan akan jadi masalah lanjutan yang lebih besar, bisa karena impor vaksin dengan skedul yang, bisa karena pola distribusi maupun tenaga kesehatannya.

Pemaksaan vaksin apakah betul. Jelas juga tidak. WHO sendiri menyatakan tidak dengan paksaan. Demikian juga herd imunnity tidak mensyaratkan harus vaksin 100 persen. Untuk Indonesia cukup sekitar 190 juta penduduk, artinya 80 juta penduduk tidak perlu divaksin.

Kenapa sekarang jadi wajib. Karena Pemerintah kuatir vaksin kadaluarsa dan penyimpanan tidak baik, takut rugi akan terbuang sia-sia vaksin tersebut.

Itu semua karena tidak terencana secara baik antara supply vaksin dengan kemampuan untuk vaksin. Artinya kesalahan berulang-ulang ada pada Pemerintah. Merugikan Negara namun memaksa rakyat untuk menanggung kerugian tersebut. Kelicikan. Bisa jadi.

Lalu apakah salah ada warga yang menolak vaksin dengan dasar kualitas rendah. Apakah salah bagi yang tidak mau divaksin. Tidak sama sekali. Tidak ada satupun undang-undang yang mewajibkan. Catat tercapainya herd immunity hanya perlu 190 juta penduduk yang divaksin, tidak semua penduduk yang harus divaksin.

Kemudian siapa yang bertanggung jawab atas kesalahan berulang. Terhadap kerugian Negara, juga kerugian rakyat. Keledai saja tidak mau terperosok pada lubang yang sama. Untuk itu DPR, BPK dan KPK harusnya wajib meng audit tentang kasus-kasus vaksin.

Kerugian negara tentang pemilihan vaksin kualitas rendah dan perencanaan import/supply yang amburadul asal pesan, harus diminta pertanggung jawabannya. Tentunya kepada Presiden Jokowi. Sementara yang sudah divaksin Sinovac jangan abai wajib prokes.

Penulis adalah pengamat kebijakan publik, yang juga aktivis pergerakan 77-78 dan Sekjen FKP2B

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya