Berita

Politikus PKS, Bukhori Yusuf/Ist

Politik

Polemik Vaksinasi Berbayar Bagi Individu, Politikus PKS: Pemerintah Ingkar Janji Dan Langgar Konstitusi

SENIN, 12 JULI 2021 | 13:19 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Vaksinasi berbayar bagi individu melalui swasta/BUMN dinilai sebagai pengingkaran pemerintah terhadap janji mereka. Bahkan juga berpotensi melanggar Konstitusi.

Polemik vaksinasi berbayar bagi individu ini bermula dari Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 19 Tahun 2021. Dalam Pasal 1 ayat 5 disebutkan:

“Vaksinasi Gotong Royong adalah pelaksanaan vaksinasi Covid-19 kepada individu/orang perorangan yang pendanaannya dibebankan kepada yang bersangkutan, atau pelaksanaan vaksinasi Covid-19 kepada karyawan/karyawati, keluarga, atau individu lain terkait dalam keluarga yang pendanaannya ditanggung atau dibebankan pada badan hukum/badan usaha,” jelas anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf, Senin (12/7)

Inilah yang kemudian disoroti Bukhori, yang melihat ada sejumlah kelemahan dari kebijakan anyar pemerintah soal vaksinasi tersebut.  

Pertama, soal inkonsistensi. Pasal 3 ayat 3 Permenkes No. 84/ 2020 menyebutkan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 tidak dipungut bayaran/gratis. Kemudian dalam Pasal 1 ayat 5 Permenkes No 10/2021 dinyatakan vaksinasi gotong royong bagi karyawan dan keluarganya pendanaannya ditanggung oleh badan hukum/badan usaha.

Teranyar, Pasal 1 ayat 5 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 19 Tahun 2021 menyebutkan vaksinasi gotong royong bagi individu biayanya ditanggung peserta vaksinasi.

Padahal, pada 16 Desember 2020 Presiden Jokowi mengatakan program vaksinasi diberikan kepada masyarakat secara gratis. Kemudian pada 24 Februari 2021, Menteri Kesehatan merilis peraturan soal vaksinasi gotong royong bagi perusahaan kepada karyawan dan keluarganya, di mana biayanya dibebankan kepada perusahaan.

Namun yang terbaru, pada 5 Juli 2021 muncul aturan tentang vaksinasi berbayar bagi individu.

“Pemerintah ingkar janji,” tegas politikus PKS ini, Senin (12/7).

Kedua, soal logika pemerintah yang lemah. Pada 27 Januari 2021, Presiden Jokowi telah mencanangkan target sejuta vaksinasi dalam sehari. Namun dalam perjalanannya, target itu tidak tercapai secara konsisten alias gagal.

Alih-alih mempercepat distribusi dan memperbanyak sentra vaksinasi, pemerintah justru beralih strategi dengan cara komersialisasi vaksin bagi individu.

“Ini adalah tindakan amoral. Negara dilarang mengeruk untung melalui berbisnis dengan rakyatnya di tengah situasi sulit. Sejatinya, pemerintah memiliki 122 juta dosis vaksin siap pakai namun belum terdistribusi. Jika alasannya target yang tidak tercapai, semestinya solusi yang ditempuh adalah mempercepat distribusi dan memperbanyak sentra vaksinasi," paparnya.

"Lebih jauh, sentra vaksinasi perlu didirikan berbasis RT atau lingkungan dengan katagori merah. Hal ini untuk permudah identifikasi warga, mendorong penguatan edukasi, menghindari terciptanya kerumunan, serta upaya jemput bola untuk perluas vaksinasi,” tambah Bukhori.  

Di sisi lain, sambungnya, anggaran kesehatan juga telah ditambah dari Rp 172 triliun menjadi Rp 185 triliun. Dengan sumberdaya ini, semestinya pemerintah bisa optimalkan serapan anggaran lewat vaksinasi gratis.

Dengan demikian, tegas Bukhori, logika vaksinasi berbayar bagi individu untuk mempercepat vaksinasi sesungguhnya sulit diterima akal sehat.    

Ketiga, melanggar konstitusi. Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 disebutkan setiap orang berhak mendapatkan hidup yang sehat dan memperoleh layanan kesehatan. Vaksinanasi berbayar membuat vaksin menjadi barang elite karena dipatok dengan harga tinggi.

Dampaknya, tidak semua lapisan masyarakat mampu mengakses vaksin. Hak untuk sehat terhalang oleh komersialisasi akibat pemerintah yang melanggar konstitusi.

“Pemerintah tidak cukup hanya menunda. Kami ingin keputusan itu dibatalkan. Strategi mempercepat vaksinasi tidak boleh dikotori oleh kepentingan ekonomi,” pungkas Bukhori Yusuf.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Samsudin Pembuat Konten Tukar Pasangan Segera Disidang

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:57

Tutup Penjaringan Cakada Lamteng, PAN Dapatkan 4 Nama

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:45

Gerindra Aceh Optimistis Menangkan Pilkada 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:18

Peringatan Hari Buruh Cuma Euforia Tanpa Refleksi

Kamis, 02 Mei 2024 | 00:55

May Day di Jatim Berjalan Aman dan Kondusif, Kapolda: Alhamdulillah

Kamis, 02 Mei 2024 | 00:15

Cak Imin Sebut Negara Bisa Kolaps Kalau Tak Ada Perubahan Skenario Kerja

Rabu, 01 Mei 2024 | 23:39

Kuliah Tamu di LSE, Airlangga: Kami On Track Menuju Indonesia Emas 2045

Rabu, 01 Mei 2024 | 23:16

TKN Fanta Minta Prabowo-Gibran Tetap Gandeng Generasi Muda

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:41

Ratusan Pelaku UMKM Diajari Akselerasi Pasar Wirausaha

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:36

Pilgub Jakarta Bisa Bikin PDIP Pusing

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:22

Selengkapnya