Berita

Pendiri Synergy Policies, Dinna Prapto Raharja dalam diskusi virtual RMOL World View pada 15 Maret 2021/Repro

Dunia

Pelanggaran HAM Di Myanmar, Apa Yang Bisa Dilakukan Oleh ASEAN?

SENIN, 15 MARET 2021 | 15:03 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Situasi di Myanmar semakin kacau dengan meningkatnya kekerasan terhadap masyarakat sipil. Dalam satu hari protes pada Minggu (14/3) saja, setidaknya ada 39 orang dilaporkan meninggal dunia.

Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP) menyebut, sejak kudeta pada 1 Februari, total korban jiwa dari pengunjuk rasa Myanmar sudah mencapai 126 orang. Hingga Sabtu (13/3), lebih dari 2.150 orang ditangkap, dan lebih dari 300 di antaranya sudah dibebaskan.

Tingginya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh aparat keamanan terhadap pengunjuk rasa di Myanmar membuat banyak negara sudah memberlakukan dan mempertimbangkan tanggapan, termasuk sanksi.


Di ASEAN, negara-negara anggota telah menyatakan kecaman terhadap kekerasan yang terjadi di Myanmar. Termasuk dalam Pertemuan Informal Menteri Luar Negeri ASEAN pada 2 Maret.

Menurut pakar hubungan internasional, Dinna Prapto Raharja, ASEAN merupakan kerja sama kawasan yang "unik", di mana negara-negara anggota tidak memberikan kewenangan terhadap organisasi untuk membuat keputusan. Alih-alih, ASEAN memiliki mekanisme konsensus yang harus dilakukan oleh kepala negara.

"Pengambil keputusan di ASEAN itu kapala negara, bukan menlu, bukan para menteri lain. Kalau kepala negara tidak sepakat satu sama lain, tidak ada keputusan," ujar Dinna dalam diskusi virtual RMOL World View pada Senin (15/3).

Dengan mekanisme tersebut, Dinna mengatakan, sulit, bahkan tidak mungkin bagi ASEAN untuk menyetujui posisi apapun terkait Myanmar. Itu lantaran Myanmar sendiri memiliki satu suara, di mana kekuasaan saat ini tidak diakui karena hasil rebut paksa dari pemerintahan sipil yang terpilih.

Terlebih, dalam pertemuan ASEAN sejauh ini, Myanmar hanya mengirim perwakilan militer, sedangkan partisipasi pemerintahan sipil belum ada. Keterlibatan kepala negara sebagai pengambil keputusan di ASEAN pun belum terjadi.

Tidak Ada Mekanisme Hukuman di ASEAN

Tidak seperti organisasi kawasan lainnya, ASEAN tidak memiliki mekanisme "hukuman", termasuk sanksi untuk negara anggota, sehingga tidak dapat memberikan tekanan untuk junta militer.

Sejak awal didirikan, Dinna menjelaskan, ASEAN memiliki keterbatasan karena hanya memiliki landasan kerja sama dan upaya saling membantu. Tidak seperti PBB yang dapat memberikan resolusi agar unsur-unsur di dalamnya dapat mengubah perilaku.

"Paling banter itu skipping, mengecualikan," kata pendiri Synergy Policies itu.

"Misalnya Myanmar pernah 2005 itu ada pengambilan kekuasan tidak sah. Pada 2006, Myanmar (memiliki) jatah menjadi Ketua ASEAN, itu di-skip, dilompati," jelasnya.

Masyarakat Sipil ASEAN Harus Bersuara

Dinna menjelaskan, situasi di Myanmar sangat kompleks, di mana ada banyak kelompok yang berbeda di dalam negeri, serta peran aktor-aktor dari luar negeri.

Namun, situasi saat ini menunjukkan konflik antara militer dan sipil sangat nyata. Sehingga peran militer dan sipil perlu difasilitasi oleh ASEAN.

"Seharusnya militer-militer ASEAN turun dan bersatu, mengingatkan kalau terjadi perang, aturan internasional tidak seperti itu," ujar Dinna.

Di sisi lain, berdasarkan Piagam ASEAN, ASEAN memiliki fokus pada masyarakat atau people center. Untuk itu, menurut Dinna, masyarakat sipil di negara-negara anggota ASEAN juga perlu bersuara, memberikan dukungan solidaritas untuk mendorong agar pengambil keputusan bergerak.

Sayangnya, Dinna menuturkan, masyarakat sipil di beberapa negara ASEAN tidak vokal dengan berbagai kondisi.

Di Thailand, masyarakat sipil sulit menyatakan pendapat karena adanya tekanan terhadap demonstran. Sementara di Filipina, posisi pemerintah tampak acuh tak acuh sehingga masyarakat sipil tidak tergerak.

"Ini yang ironis menurut saya," pungkasnya.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya