Berita

Dr. Eddy Rifai, SH, MH

Publika

RUU Kejaksaan, Mengoptimalkan Penuntutan

KAMIS, 10 SEPTEMBER 2020 | 12:25 WIB

ISTILAH “hilang sapi, kalau lapor kehilangan kambing ke aparat penegak hukum” adalah kata-kata yang sering kita dengar di kalangan masyarakat. Maksudnya adalah pencari keadilan akan rugi lebih banyak kalau melaporkan adanya kejahatan, padahal penjahatnya belum tentu terungkap karena terjadi ketidaksingkronan antara penyidik dan penuntut umum.

Apalagi dalam perkara korupsi yang penyidiknya bukan jaksa, karena KUHAP tidak mengatur asset tracing, maka penuntutan perkara korupsi tidak disertai penyitaan terhadap aset-aset terdakwa. Akibatnya, ketika pengadilan memutuskan pidana tambahan pengembalian kerugian keuangan negara, jaksa kesulitan melakukan eksekusi.

Selama ini dalam tindak pidana umum, hubungan antara penyidik dan penuntut umum diwadahi dalam lembaga “pra-penuntutan”. Penyidik melakukan Pelimpahan Tahap I berupa berkas perkara kepada penuntut umum. Penuntut umum meneliti, kalau memenuhi unsur tindak pidana (P21), selanjutnya dilakukan Pelimpahan Tahap II berupa tersangka dan barang bukti.


Yang seringkali timbul masalah, penuntut umum mengembalikan berkas disertai petunjuk (P19) dan terjadi bolak-balik perkara dalam hal mana KUHAP tidak membatasi jumlahnya. Dalam keadaan demikian, apabila penyidik menyatakan optimal, penuntut umum dapat melakukan pemeriksaan tambahan yang terbatas pada saksi-saksi saja.

Yang menarik adalah kasus korupsi di Lampung dengan tersangka AA yang penyidiknya bukan jaksa, ternyata dalam penyidikan hanya sebagian kecil saja aset-aset AA yang disita, padahal banyak aset AA yang bertebaran. Ketika pengadilan memutuskan pidana tambahan penggantian kerugian keuangan negara, aset AA tidak mencukupi yang menimbulkan kerepotan jaksa melakukan eksekusi.

RUU Kejaksaan

RUU Kejaksaan yang baru untuk merubah UU Kejaksaan No. 16 Tahun 2004 (UU No. 16/2004) dibuat untuk menyempurnakan pelbagai kelemahan dan masalah-masalah di atas, termasuk pula kelembagaan kejaksaan sebagai lembaga negara dalam rumpun yudikatif atau eksekutif, perlindungan jaksa, perluasan kewenangan jaksa di bidang pidana (termasuk diskresi penuntutan berdasar asas restoratif justice), di bidang perdata, dan tata usaha negara, serta bidang-bidang lainnya berdasarkan undang-undang.

Dari semua pembaruan tersebut yang banyak mendapat perhatian adalah di bidang penuntutan, karena dalam RUU tersebut, jaksa akan menjadi pengendali proses penuntutan mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi.

Dalam teori terdapat asas single prosecution system. Menurut etimologi, kata “prosecution” sendiri berasal dari bahasa latin: prosecutus dan terdiri dari pro (sebelum) dan sequi (mengikuti) yang dapat dipahami sebagai “proses perkara dari awal hingga berakhir”, dalam hal ini maka Jaksa menangani perkara dari awal hingga akhir/eksekusi. Dengan demikian tidaklah mengherankan apabila jaksa memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan proses penegakan hukum di suatu negara.
 
Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, posisi Kejaksaan adalah sebagai penuntut umum tunggal (single prosecution system) maupun sebagai satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar) dalam perkembangannya semakin terabaikan, mengingat pada saat ini terdapat beberapa lembaga lain yang juga melaksanakan fungsi penuntutan dan eksekusi tetapi tidak dikendalikan oleh Jaksa Agung, misalnya terhadap perkara Tipikor yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun terhadap pelaku tindak pidana dalam lingkungan peradilan militer yang dilakukan oleh Oditurat Militer, Oditurat Militer Tinggi dan Oditurat Tentara Nasional Indonesia.

Komitmen dunia internasional mengenai pentingnya penguatan peran Jaksa dalam fungsi penegakan hukum antara lain terwujud dalam United Nations Guidelines on the Role of Prosecutors (Pedoman PBB tentang Peranan Jaksa) sebagaimana diadopsi dalam Kongres Pencegahan Kejahatan ke-8, di Havana tahun 1990. Pasal 11 Pedoman PBB tentang Peranan Jaksa tersebut menyatakan bahwa Jaksa harus melakukan peran aktif dalam proses penanganan perkara pidana, termasuk melakukan penuntutan dan jika diizinkan oleh hukum atau sesuai dengan kebiasaan setempat, berperan aktif dalam penyidikan, pengawasan terhadap keabsahan penyidikan tersebut, mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan dan menjalankan fungsi lain sebagai wakil kepentingan umum.

Kalimat “Jaksa melakukan penuntutan” harus dimaknai sebagai implementasi dari prinsip penuntut umum tunggal (single prosecution system) dalam sistem peradilan pidana.

Apabila RUU Kejaksaan menjadi UU Kejaksaan yang baru, para pencari keadilan akan meletakan tumpuan keadilan pada jaksa, sehingga proses penuntutan yang dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi akan optimal mewujudkan kebenaran material (substantial truth) dan keadilan.

Dr. Eddy Rifai, SH, MH
Penulis adaah Pengajar Fakultas Hukum Universitas Lampung

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya