Berita

Foto ilustrasi/Net

Publika

Buzzer Dan Influencer Penyakit Demokrasi

SENIN, 24 AGUSTUS 2020 | 09:26 WIB

KONON dana yang dikeluarkan pemerintah hingga Rp 90 miliar untuk membiayai buzzer dan influencer. Membela, mengkampanyekan, membangun citra hingga memprovokasi adalah tugasnya.

Buruknya, jika sampai pada membohongi rakyat.

Ketua YLBHI Asfinawati menyatatakan buzzer dan influencer mengkampanyekan positif segala kerja pemerintah dengan isi yang tergantung orderan. Tentu tidak gratis tetapi ada sejumlah bayaran.


Menurutnya, dalam proses politik, hal ini dapat menurunkan kualitas dari demokrasi.

Sebenarnya bukan hanya menurunkan tetapi telah menjadi penyakit demokrasi. Melanggengkan budaya politik transaksional, premanisme, serta menghalalkan kebohongan dan kecurangan dalam berpolitik.

Penyakit buzzer dan influencer sangat berbahaya.

Di negara komunis seperti Rusia, dan juga China, buzzer dan influencer dapat disetarakan dengan departemen agitasi dan propaganda (agitprop) partai komunis.

Tugasnya menyosialisasikan visi, misi, dan atau hasil-hasil kerja pemerintah. Bila perlu dengan memutarbalikkan fakta. Melemahkan hal-hal yang diungkap oposan atau pengeritik.

Agitprop tidak lain "is political propaganda especially the communist propaganda that is spread to the general public through popular media such as literature, plays, phamplets, film, and other art forms with an explicity political message".

Keberadaan buzzer dan influencer bukan ciri dari negara demokratis melainkan komunis dimana informasi dicengkeram pemerintah, hukum yang menjadi alat kekuasaan, serta lawan-kawan politik yang dibungkam. Adu domba pun dilakukan. Opini publik dimainkan.

Pemerintah sudah memiliki Kementerian Komunikasi dan Informasi yang telah beranggaran pasti. Keberadaan buzzer dan influencer dengan anggaran tersendiri jelas merupakan bagian dari penyimpangan dan korupsi.

Anggota Dewan semestinya berteriak keras. Jangan berperilaku seolah-olah menjadi bagian dari buzzer dan influencer pula.

Rezim yang menggunakan dan mengedepankan buzzer dan influencer adalah rezim yang kehilangan kepercayaan pada dirinya sendiri, tidak menghormati rakyat, serta menghalalkan segala cara.

Sulit dipercaya sebagai penyelenggara negara.

M. Rizal Fadillah
Pemerhati politik dan kebangsaan.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya