Berita

Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto/Net

Publika

Perjanjian Batu Tulis Jilid II

SELASA, 11 AGUSTUS 2020 | 17:10 WIB

MESKI dengan skala peran yang sangat minim, Penulis beruntung pernah terlibat langsung secara formal dalam dua peristiwa perhelatan politik di tanah air.

Pertama, ikut dalam Tim Sukses pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden Megawati-Prabowo (Mega-Pro) pada Pilpres 2009 yang hanya berlangsung sebulan (2 Juni-4 Juli 2009) itu.

Seperti diketahui, selain pasangan Mega-Pro, Pilpres 2009 diikuti oleh dua paslon lain. Yaitu SBY-Boediono yang diusung PD, PKS, PAN, PPP, dan PKB. Dan JK-Wiranto yang diusung oleh PG dan Partai Hanura.

Keikutsertaan petahana (SBY), kontestasi yang melibatkan 3 paslon, masa kampanye yang hanya 1 bulan, dan partai pengusung paslon Mega-Pro cuma 2, mungkin menjadi penyebab volume dan kompleksitas pekerjaan Tim Sukses Mega-Pro yang personelnya berukuran kecil itu sedikit dan relatif sederhana.

Kedua, Penulis terlibat dalam Pemilihan Gubernur DKI (Pilgub DKI) 2012 saat paslon Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) diusung oleh PDIP dan Partai Gerindra menghadapi 5 paslon yang lain, termasuk petahana (Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli).

Meski lagi-lagi dengan peran yang minim, Penulis mengalami keberuntungan yang besar lantaran pada 18 Mei 2012 berkesempatan bertemu dalam acara silaturahim paslon Jokowi-Ahok dengan sejumlah simpatisan dan calon relawan yang digelar di gedung Grand Mangaraja (milik keluarga almarhum Murphy Hutagalung, Wakil Ketua Umum Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Partai Gerindra yang bersama Hashim Djojohadikusumo menjadi inisitor utama acara ini).  

Lantaran ikut berada di VIP Room gedung tersebut sebelum acara dimulai, di situlah Penulis sempat melihat dari dekat kedua tokoh besar ini.
Penulis tahu persis, meski Prabowo dan adiknya Hashim tidak hadir, acara silaturahim di atas hanya salah satu bentuk kecil dari dukungan all out dari keluarga Prabowo dan Gerindra.

Hanya berselang dua minggu usai pengumuman kemenangan Jokowi-Ahok oleh KPU DKI pada 29 September 2012, dukungan all out itu seperti tidak berarti apa-apa menyusul penyebutan Megawati di pembukaan Rakernas II PDIP di Surabaya 12 Oktober 2012 tentang “adanya penumpang gelap” yang sepertinya diarahkan kepada Partai Gerindra lantaran berdasarkan hasil survei popularitas Prabowo naik usai Pilgub tersebut.

Siapapun tidak ada yang memungkiri, Jokowi bisa mendaftarkan diri berpasangan dengan Ahok lantaran di menit-menit terakhir Partai Gerindra berkenan mengusung keduanya.

Kemenangan keduanya memang menaikkan popularitas Prabowo, sekaligus membuatnya disebut sebagai “king maker”. Bahkan secara tidak langsung ia menjadi king maker dalam arti yang luas untuk Jokowi hingga menjadi RI 1.

Kerenggangan hubungan kedua partai kemudian berlanjut ke Pilgub Jabar 2013. Bila semula Partai Gerindra mengarahkan dukungannya kepada paslon Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki malah berubah ke paslon Dede Yusuf-Lex Laksamana. Sayangnya tidak satupun dari kedua paslon meraih kemenangan.

Dalam perjalanan bersama Hashim Djojohadikusumo dengan pesawat pribadi beliau ke Medan 1 Desember 2012, Penulis menangkap betul seberapa besar kekesalan itu dari wajah Hashim. Sebuah kekecewaan yang demikian dalam yang sangat manusiawi dan logis.

Perseteruan itu semakin menganga lebar saat Megawati memberi surat mandat ke Joko Widodo pada 14 Maret 2014 sebagai capres pada Pilpres 2014.  Entah seberapa besar lagi pertambahan kerenggangan itu usai kemenangan Jokowi-JK pada Pilpres 2014 dan Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019.

Perjanjian Batu Tulis Jilid II


Tak dinyana tak diduga, entah malaikat mana yang diutus Tuhan, demi rakyat (baca: demi Tuhan) kenegarawanan Megawati dan Prabowo muncul.  Keduanya rukun kembali. Kerukunan ini bisa disebut kerukunan ganda jilid II.  

Yang jelas, ketidakrukunan keduanya bukan dilatarbelakangi oleh ketidakakuran Soekarno dan Soemitro (ayah Prabowo), yang sempat menjadi Menperindag 1950-1951 dan Menkeu 1952-1953 di masa pemerintahan Soekarno (Orde Lama) tersebut.

Sebagaimana diketahui, pemberian mandat 14 Maret 2014 oleh Megawati ke Jokowi mau tidak mau membawa kembali ingatan Prabowo dan Gerindra ke Perjanjian Batu Tulis. Khususnya poin ketujuh yang berbunyi, "Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014."  

Seperti namanya, perjanjian ini dibuat di Istana Batu Tulis, Bogor, namun diteken di Jakarta, 16 Mei 2009. Terlepas dari perbedaan tafsir kedua kubu, bayang-bayang kekalahan di kubu Prabowo di bawah alam sadar mereka sejatinya sudah muncul dari awal.  

Karena perseteruan keduanya benar-benar nyata sudah berakhir, kita sebaiknya sekarang menyempurnakan perjanjian lama (Perjanjian Batu Tulis Jilid I) dengan perjanjian baru (Perjanjian Batu Tulis Jilid II).

Dalam perjanjian baru itu, dalam poin ketujuh perjanjian lama kita menambahkan 9 kata baru (“dan Puan Maharani Nakshatra Kusyala sebagai calon wakil presiden”) dan mengganti 2014 (yang angkanya berjumlah 7) dengan 2024 (yang angkanya berjumlah 8).

Selengkapnya poin ketujuh yang baru berbunyi, "Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden dan Puan Maharani Nakshatra Kusyala sebagai calon wakil presiden pada Pemilu Presiden tahun 2024."

Meski lahir sebagai orang Batak (sebelum menikah dengan putri Jawa), sudah lama (menjelang lulus SD) Penulis menyukai ilmu “gothak-gathuk angka.”  

Perhatikanlah, Perjanjian Batu Tulis Jilid II, bila boleh disebut seperti itu, berisi 3 angka penting, yakni angka 7, 8, dan 9.

Sebelum mencoba memberi makna angka-angka di atas, yakni 3 plus 7, 8, dan 9, Penulis ingin memberitahu pembaca yang belum tahu lebih dulu bahwa Prabowo memiliki sebutan lain, yakni “08”. Hingga sekarang Penulis tidak tahu apa yang melatarbelakangi penyebutan itu.

Kembali ke Perjanjian Batu Tulis Jilid II. Bila diperhatikan, dalam perjanjian itu ada 3 nama. Nama pertama mengantar Jokowi untuk menjadi Presiden Ke-7 dan mendukung nama kedua, Prabowo Subianto (“08”) menjadi Presiden Ke-8, seraya kemudian berharap nama ketiga (Puan Maharani Nakshatra Kusyala) menjadi Presiden Ke-9.

Sebagai penutup, bila orang menggunakan ilmu “gothak-gathuk angka” untuk meramal, Penulis memakainya untuk menyampaikan harapan disertai doa agar Tuhan mewujudkan harapan (“das sollen”) tadi menjadi kenyataan (“das sein”). Amin.

Henrykus Sihaloho
Lulusan doktor dari IPB dan dosen Program Studi Agribisnis Universitas Katolik Santo Thomas

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Sekda Jabar akan Tindak Pelaku Pungli di Masjid Raya Al Jabbar

Rabu, 17 April 2024 | 03:41

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

UPDATE

Tidak Balas Dendam, Maroko Sambut Hangat Tim USM Alger di Oujda

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Move On Pilpres, PDIP Siap Hadapi Pilkada 2024

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Absen di Acara Halal Bihalal PKS, Pengamat: Sinyal Prabowo Menolak

Sabtu, 27 April 2024 | 21:20

22 Pesawat Tempur dan Drone China Kepung Taiwan Selama Tiga Jam

Sabtu, 27 April 2024 | 21:14

Rusia Kembali Hantam Fasilitas Energi Ukraina

Sabtu, 27 April 2024 | 21:08

TETO Kecam China Usai Ubah Perubahan Rute Penerbangan Sepihak

Sabtu, 27 April 2024 | 20:24

EV Journey Experience Jakarta-Mandalika Melaju Tanpa Hambatan

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Hubungan PKS dan Prabowo-Gibran, Ini Kata Surya Paloh

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Gebyar Budaya Bolone Mase Tegal Raya, Wujud Syukur Kemenangan Prabowo-Gibran

Sabtu, 27 April 2024 | 19:28

Menuju Pilkada 2024, Sekjen PDIP Minta Kader Waspadai Pengkhianat

Sabtu, 27 April 2024 | 19:11

Selengkapnya