Berita

Pendiri dan juga ekonom senior Indef Didik J. Rachbini/Net

Publika

Resesi Dan Pertumbuhan Negatif, Apa Yang Mesti Dilakukan?

KAMIS, 06 AGUSTUS 2020 | 07:43 WIB

BADAN Pusat Statistik mengumumkan pertumbuhan ekonomi menukik semakin kritis pada level minus 5,32 persen pada kuartal kedua. Ini jelas merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindari.

Pemerintah dan Tim Ekonomi tidak bisa dituntut lebih jauh untuk mempertahankan pertumbuhan positif dalam keadaan pandemi sekarang ini. Tetapi yang harus dituntut oleh publik kepada pemerintah adalah respon kebijakan apa, yang harus dilakukan menghadapi kenyataan seperti ini?

Pertama, krisis ini pada dasarnya adalah masalah yang cukup berat sekaligus peluang yang luar biasa bagi yang berdaya pikir dalam dan panjang ke depan. Yang harus dikritisi pada saat ini, masalahnya tidak dapat dihindari oleh pemerintah, tetapi peluangnya dibiarkan begitu saja dan tidak dikembangkan karena respons kebijakan tidak memadai.

Sektor transportasi, jasa pergudangan, akomodasi dan makanan – minuman dan jasa-jasa laiannya terkena dampak paling parah sehingga tumbuh minus antara -15 persen sampai 22 persen. Tetapi peluang pada sektor lainnya dibiarkan tidak berkembang, seperti sektor informasi dan komunikasi hanya tumbuh 3,44 persen.

Padahal peluang pertumbuhan sektor ini luar biasa besar karena hampir keseluruhan yang tidak bisa dilakukan dengan transportasi mestinya bisa digantikan oleh sektor informasi dan komunikasi.

Kedua, peluang seperti ini hilang karena kebijakan diam di tempat dan tidak muncul inovasi dari dalam yang memberi jalan dan peluang agar sektor informasi dan komunikasi tumbuh pesat.

Beberapa perusahaan informasi dan komunikasi saya amati mendapat rezeki luar biasa dengan pandemi ini karena transportasi mandeg, teknologi IT sebagai gantinya. Jadi wajar jika perusahaan IT bisa tumbuh sampai tiga ratus persen.

Tetapi mengapa sektor ini secara keseluruhan hanya tumbuh 3,44 persen? Jawabnya karena miskin ide dan inovasi, tuna kebijakan. Coba aktifkan palapa ring secara maksimal dan tiang-tiang listrik berikan gratis untuk sementara kepada telkom dan telkomsel serta perusahaan swasta agar segera mengembangkan jaringan di seluruh penjuru negeri. Jika hal sederhana ini bisa dilakukan, maka sektor infokom akan berkembang pesat.

Karena tuna kebijakan maka sektor ini tumbuh sangat rendah, tumbuh seadanya seperti sekarang karena tidak punya daya pikir dalam. Sebagai catatan, tingkat elektrifikasi kita sudah di atas 90 persen, yang siap menjadi penopang sektor infokom. Jika saran kebijakan ini juga tidak laku, maka saya pastikan ada penyakit bebal kebijakan.

Ketiga, krisis ini sesungguhnya adalah peluang bagi “sektor drakula” penghisap devisa, yaitu sektor kesehatan. Kebutuhan sektor kesehatan hampir mutlak didatangkan dari luar negeri, sektor pengimpor mutlak dari negara lain, yang juga ditingkahi setan monopoli dan rente yang luar biasa  besar.

Sektor ini adalah sektor neraka bagi ekonomi karena menghisap devisa, melemahkan rupiah, menggerus perolehan ekspor, dan memelihara hutan rente ekonomi, yang menyakitkan. Krisis ini adalah peluang untuk merontokkan drakula dan setan rente tersebut, yang menyebabkan biaya kesehatan dan harga obat mahal.

Keempat, selain sektor kesehatan peluang krisis ini ada pada sektor pendidikan. Saya sebagai guru hampir tidak pernah mendapat hambatan dalam mengajar, menguji, dan praktek – terutama untuk jurusan ilmu-ilmu humaniora.

Kuncinya adalah mekanisme pendidikan normal baru secara daring. Tetapi pendidikan di kota dan Jakarta berbeda dengan pendidikan di desa dan luar jawa, yang macet karena tidak ada jaringan internet. Jaringan internet tidak ada karena pemerintah kurang daya pikir – padahal di sini peluang itu ada.

Kelima, revolusi tiang listrik. Seperti saya kritik di atas tadi dimana pertumbuhan sektor infokom lembek karena daya pikir kebijakan lemah dan lamban. Saya memberikan saran revolusi dari tiang listrik, yang dirancang murah.

Pemerintah meminta kepada seluruh perusahaan IT penyedia layanan untuk masuk ke seluruh daerah dengan kabel fiber optiknya melalui jaringan tiang listrik. Tiang-tiang listrik itu sebenarnya sudah masuk ke seluruh pelosok negeri , tingkat elektrifikasi di atas 90 persen. Sistem palapa ring harus dipakai untuk mendukungnya.

Berikan tiang listrik itu gratis, atau diskon, atau disubsidi pemerintah kepada perusahaan IT agar seluruh negeri bisa dialiri internet. Sebaliknya pemerintah mewajibkan perusahaan IT untuk memberikan harga murah kepada masyarakat karena sekarang sudah untuk berlipat.

Keenam, pemerintah dan Tim ekonomi sibuk dengan permasalahan internalnya sendiri, koordinasi dan komunikasi yang buruk, kemarahan presiden yang tidak perlu, serta anggaran yang tidak terealisasi dengan memadai, tidak wajar.

Dari awal komunikasi pemerintah sangat kacau dimana ada puluhan blunder komunikasi yang membingungkan dalam kebijakan covid. Akhirnya meskipun kasus covid-19 terus meningkat, pemerintah pusat dipimpin Presiden tetap membuka PSBB lockdown sehingga kasus covid-19 sudah di atas 100 ribu. Tidak lama lagi kasus itu akan mencapai 200 ribu bahkan sampai 3 kali dari kasus yang terjadin di China, tempat asal virus ini.

Ketujuh, jika ini terus terjadi, tim pemerintah kacau dalam komunikasi, pemimpinnya gusar terhadap anak buah, tim tidak solid, maka covid-19 mustahil bisa diatasi dengan baik. Jika covid-19 tidak bisa diatasi, jangan bermimpi bisa mengatasi resesi.

Tidak ada pertumbuhan ekonomi tanpa mengatasi pandemi. Jika pandemi terus berkembang seperti sekarang, maka resesi akan berkepanjangan. Pemerintah akan kesulitan mengembalikan ekonomi tumbuh kembali.

Didik J. Rachbini
Pendiri dan juga ekonom senior Indef

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Lanal Banten dan Stakeholder Berjibaku Padamkan Api di Kapal MT. Gebang

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:55

Indonesia Tetapkan 5,5 Juta Hektare Kawasan Konservasi untuk Habitat Penyu

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:41

Kepercayaan Global Terus Meningkat pada Dunia Pelayaran Indonesia

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:27

TNI AU Distribusikan Bantuan Korban Banjir di Sulsel Pakai Helikopter

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:05

Taruna Jadi Korban Kekerasan, Alumni Minta Ketua STIP Mundur

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:42

Gerindra Minta Jangan Adu Domba Relawan dan TKN

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:19

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Jadi Lokasi Mesum, Satpol PP Bangun Posko Keamanan di RTH Tubagus Angke

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:24

Perbenihan Nasional Ikan Nila Diperluas untuk Datangkan Cuan

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:59

Komandan KRI Diponegoro-365 Sowan ke Pimpinan AL Cyprus

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:52

Selengkapnya