Joni Sandri Ritonga ungkap perbedaan harga yang dipatok tim nonmedis Covid-19 dalam satu paket sembako bantuan dengan harga di warung warga/RMOLSumut
Proses pengadaan paket bantuan sembako di Sumatera Utara diduga ada upaya pembengkakan anggaran. Bahkan angkanya mencapai Rp 14,5 miliar.
Hal ini disampaikan praktisi hukum, Joni Sandri Ritonga, terkait pengadaan 4 item paket sembako yang diberikan kepada 1.321.426 kepala keluarga (KK) oleh tim nonmedis Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan (GTPP) Covid-19 Sumut di bawah komando Kepala BPBD Sumut, Riadil Akhir Lubis.
Temuan ini, kata Joni, diperoleh dari cara membandingkan keterangan dari Riadil Akhir Lubis dengan harga-harga sembako di warung-warung warga.
Ia menjelaskan, sesuai keterangan dari Riadil Lubis, sembako yang akan dibagikan ada 4 item. Jika digunakan harga warung sebelah rumah warga, untuk beras 10 kg dihargai Rp 104.000, gula 2 kg dihargai Rp 36.000, minyak 2 kg dihargai Rp 24.000, dan mi instan Rp 50.000 untuk 20 bungkus. Totalnya Rp 214.000.
“Sementara harga satu paket sembako yang disiapkan tim nonmedis GTPP Covid-19 Sumut nilainya Rp 225.000 per paket. Dari situ saja selisih harganya sebesar Rp 11.000 per paket sembako. Jadi, Rp 11.000 dikali 1.321.426 KK, ada selisih Rp 14.535.686.000,†bebernya dalam keterangan pers, Minggu (17/5).
Selisih jumlah anggaran ini, menurut Joni, harus diusut oleh penegak hukum baik Polri maupun Kejaksaan. Begitu pula dengan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, sebagai penanggungjawab GTPP Covid-19 Sumut harus mendukung proses pemeriksaan tersebut.
“Ini bisa dikategorikan perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi. Artinya sudah terjadi perbuatan yang menyebabkan kerugian uang negara. Karena pengadaan sembako itu menggunakan uang negara,†ujarnya.
Dalam konteks perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi, ada tiga poin yang harus dipahami dan menjadi pedoman bagi penyelenggara negara.
Pertama, kata Joni, penyalahgunaan anggaran. Dalam konteks pengadaan sembako ini diduga sudah terjadi penyalahgunaan anggaran, yaitu dengan temuan selisih harga Rp 14,5 miliar dari 4 item paket sembako yang akan diserahkan ke warga Sumut sebanyak 1.321.426 KK.
Kedua, penyalahgunaan wewenang. Riadil Lubis sebagai Ketua Tim nonmedis GTPP Covid-19 Sumut, seharusnya objektif menunjuk pengusaha sebagai rekanan pengadaan paket sembako itu. Artinya, Riadil jangan asal menunjuk rekanannya.
“Saya menduga ada kedekatan antara Ketua Tim Nonmedis Covid-19 Sumut Riadil Lubis dengan pengusaha yang memasok paket sembakonya," ucapnya.
"Dan ketiga, yaitu penyalahgunaan jabatan. Makanya kita minta penegak hukum mengusutnya. Dugaan itu sangat kental, karena pengusaha pemasok paket sembako tidak dipublis ke publik, siapa dan apa nama perusahaanya,†pungkasnya.
Pilkada 2024 jadi Ujian dalam Menjaga Demokrasi
Sabtu, 04 Mei 2024 | 23:52
Saling Mengisi, PKB-Golkar Potensi Berkoalisi di Pilkada Jakarta dan Banten
Sabtu, 04 Mei 2024 | 23:26
Ilmuwan China Di Balik Covid-19 Diusir dari Laboratoriumnya
Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:54
Jepang Sampaikan Kekecewaan Setelah Joe Biden Sebut Negara Asia Xenophobia
Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:43
Lelang Sapi, Muzani: Seluruh Dananya Disumbangkan ke Palestina
Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:35
PDIP Belum Bersikap, Bikin Parpol Pendukung Prabowo-Gibran Gusar?
Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:16
Demonstran Pro Palestina Capai Kesepakatan dengan Pihak Kampus Usai Ribuan Mahasiswa Ditangkap
Sabtu, 04 Mei 2024 | 21:36
PDIP Berpotensi Koalisi dengan PSI Majukan Ahok-Kaesang di Pilgub Jakarta
Sabtu, 04 Mei 2024 | 21:20
Prabowo Akan Bentuk Badan Baru Tangani Makan Siang Gratis
Sabtu, 04 Mei 2024 | 20:50
Ribuan Ikan Mati Gara-gara Gelombang Panas Vietnam
Sabtu, 04 Mei 2024 | 20:29
Selengkapnya