Berita

Bisnis

Nilai Rupiah Loyo Dorong Laju Inflasi

SELASA, 30 OKTOBER 2018 | 10:10 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Kenaikan harga minyak dunia dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dinilai bakal mendorong laju inflasi. Sebab, dua hal tersebut akan mempengaruhi harga energi dan pangan.

Direktur Institute for Development of Economics and Fi­nance (Indef) Enny Sri Hartati menjelaskan, walaupun harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi seperti premium dan solar batal naik tetapi dia memproyeksi Pertamina bakal mengurangi produksinya.

"Dengan demikian, pro­dusen secara tidak langsung didorong untuk menggunakan BBM nonsubsidi untuk distri­busi barang dan sebagainya. Itu pasti menyebabkan harga barang menjadi naik," ujar Enny di Jakarta, kemarin.


Enny menilai, sebetulnya depresiasi nilai tukar tidak berdampak tinggi terhadap harga pangan. Karena saat ini harga komoditas pangan dunia masih terbilang rendah. Ber­beda dengan kenaikan harga minyak yang terbilang cukup signifikan.

"Misalnya saat ini harga tempe dan gula memang tidak naik signifikan. Tetapi, nilai tukarnya terdepresiasi sehingga tetap saja ada pengaruhnya," ujarnya.

Menurut Enny, kenaikan pangan rentan terjadi pada harga beras. Bulan ini sebe­narnya sudah naik walau masih relatif kecil. Hal itu terjadi karena stok beras berkurang di pasaran. Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri sudah meng­klarifikasi kekeliruan data surplus beras.

Dia memperkirakan deflasi yang sempat terjadi pada bulan September 2018 tidak akan terulang di bulan Oktober 2018 ini. "Inflasi bulan Oktober seki­tar 0,1-0,2 persen," tebaknya.

Untuk inflasi bulan Novem­ber, Enny memproyeksi, sam­pai dengan akhir tahun masih akan tetap di bawah target pemerintah yaitu di bawah 4 persen. Dia yakin, sepanjang harga beras tidak mengalami kenaikan dan tidak adanya perubahan kebijakan BBM, maka inflasi sampai akhir tahun akan ada kemungkinan tidak mencapai 3 persen.

Direktur Riset Center of Reform on Ecnomics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Red­jalam memproyeksikan inflasi Oktober 2018 akan berada di kisaran O,15-0,20 persen. Faktor utama pendorongnya adalah volatile food.

"Inflasi Oktober saya perkira­kan memang akan sedikit naik. Faktor pendorong utamanya ialah volatile food yang saya kira akan mulai meningkat setelah mengalami deflasi pada dua bulan sebelumnya. Saya menghitung setelah dua bulan deflasi, volatile foods tidak akan terus mengalami deflasi," ujarnya. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya