Berita

Foto/Disway

Dahlan Iskan

Ciputra Di Tengah Siapa Pun Cawapresnya

JUMAT, 10 AGUSTUS 2018 | 05:18 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

SIAPAPUN calon Wapresnya saya pilih Ciputra. Ketulusan Ciputra memuja Hendra tidak ada tandingannya.

Hanya Ciputra yang ingat setiap tanggal lahir pelukis itu. Dan memperingatinya. Dan istimewa.

Saya ikut hadir di peringatan 100 tahun kelahiran Hendra. Minggu lalu. Yang diadakan Ciputra. Dengan megahnya. Di Ciputra World Casablanca. Di pusat Artprenuernya.


Istri kedua almarhum Hendra tampak hadir. Bu Nuraini. Masih kelihatan sehat. Segar. Masih dengan tangkas bisa naik panggung: saat Ciputra memintanya tampil.

Kini usianya 72 tahun. ''Umur saya memang selisih 28 tahun dengan Hendra,'' katanya pada Disway.

Dialah yang mendampingi Hendra sampai akhir hayatnya. Di rumahnya yang kedua. Di Bali. Belum ada orang mencintai pelukis Indonesia melebihi Ciputra. Meski hanya untuk pelukis Hendra.

Ciputra sendiri tampak sehat. Untuk orang usia 83 tahun. Lebih sehat dari tiga tahun lalu. Tentu sedikit banyak karena  efek Mahathir. Yang terpilih jadi perdana menteri Malaysia.  Di usianya yang 93 tahun. 'Kasus Mahathir' memang telah jadi viral utama di kalangan manula.

Contohnya kakak sulung saya sendiri. Yang usianya sudah 73 tahun. Yang sudah terbaring pasrah di tempat tidur. Mantan Ketua Aisyiah Muhammadiyah propinsi Kaltim itu seperti sudah memilih meninggal.

Saat saya ke Samarinda bulan lalu saya bisiki dia: umur 73 tahun itu, sekarang ini, masih muda. Pak Mahathir baru terpilih jadi perdana menteri umur 93 tahun. Ayo... yu Tun harus sehat. Semangat. Ayo ke rumah sakit. Jangan menyerah.

Saya panggil dia yu (mbakyu) Tun (Khosiyatun). Kakak yang menjadi ibu saya. Ketika masih di Magetan. Karena ibu meninggal saat saya masih SD.

Akhirnya dia mau ke rumah sakit. Saya tunggui. Opname tiga hari. Ada kemajuan. Boleh pulang. Kemarin saya dikirimi video. Oleh putrinya: yu Tun bisa berjalan sendiri. Ke ruang tamu. Di rumahnya. Di Samarinda. Saya menitikkan air mata.

Pak Ciputra juga tidak boleh kalah oleh Mahathir. Uangnya terlalu banyak untuk bisa menopang kesehatannya. Dokter terbaik. Obat terbaik. Pelayanan terbaik. Di dunia. Bisa ia beli.

Untuk Hendra itu saja ratusan miliar rupiah ia belanjakan. Untuk membeli koleksi lukisannya. Untuk mengubah lukisan-lukisan itu menjadi patung. Untuk membangun museum yang begitu megah. Belum lagi untuk membangun gedung operanya.

Memang ada yang bertanya: mengapa Hendra. Mengapa bukan Affandi. Mengapa bukan  Basuki Abdullah. Mengapa bukan Sudjojono. Dan seterusnya.

Beruntung banget Hendra. Memiliki Ciputra.
Beruntung sekali Ciputra.
Memiliki Hendra.
Itulah takdir.
Takdir Hendra.
Sebagai orang Sunda.
Yang memamerkan lukisannya di Bandung.

Lukisannya itu dilihat Ciputra.
Ciputra muda.

Saat Ciputra masih di Bandung. Baru tamat ITB.
Baru belajar cari uang. Sejak itu ia jatuh cinta pada lukisan Hendra. Tanpa bisa dijelaskan penyebabnya.

Ketika Hendra ditangkap,  Ciputra sedih. Itu tahun 1965. Setelah Gestapu/PKI. Ia tidak percaya Hendra komunis.
Sembilan tahun Hendra dipenjara. Tanpa peradilan. Ciputra tetap mencari lukisan Hendra. Dengan, kata Ciputra, semampu keuangannya. Saat itu.

''Saya dikawini setelah Hendra keluar penjara,'' ujar Bu Nuraini.

Lalu keduanya pindah ke Bali. Memiliki satu anak laki-laki. Istri pertama tetap di Bandung.  Dengan tiga anak. Di Bali Hendra membeli rumah cicilan. Lewat BNI 46. Dengan jaminan koleksi lukisannya.

Suatu saat Ciputra gundah. Jakarta terasa menyesakkan batinnya. Ia ingin keluar kota. Tapi tidak tahu ingin ke mana.
Ia putuskan ke Bali.

Naik pesawat. Di dalam pesawat itulah ia ingat: Hendra kan di Bali. Ia langsung cari alamat Hendra. Ketemu.

Ia kaget.
Hendra tergeletak.
Tidak berdaya.
Tidak ingat siapa-siapa.

Ciputra lebih kaget. Setelah mengamati rumah itu kosong. Tidak ada satu pun lukisan. Tidak seperti rumah pelukis.

''Ke mana lukisan-lukisan Hendra?'' tanya Ciputra pada Nuraini.

''Disita bank BNI,'' jawab sang istri.

Ada 32 lukisan yang disita.
Ciputra langsung kembali ke Jakarta. Hari itu juga.
Ia tebus lukisan itu. Ia lunasi kekurangan pembayaran rumah Hendra.

Semua itu diceritakan Ciputra di panggung. Dengan tutur cerita yang mengharukan. Di acara 100 tahun Hendra. Yang juga menampilkan tari kreasi baru. Tari transformasi.

Dulu dari lukisan ke patung. Kini dari lukisan ke tari.
Tidak salah bukan? Siapa pun Cawapresnya saya pilih Ciputra? Untuk tema tulisan Disway hari ini? [***]



Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya