Berita

Pertahanan

Ramadhan, Perkuat Toleransi & Solidaritas Kebangsaan Untuk Lawan Adu Domba

RABU, 23 MEI 2018 | 08:43 WIB | LAPORAN:

Indonesia sebagai negara majemuk sangat rentan untuk diadu domba melalui ujaran kebencian (hate speech) dan kabar bohong (hoax) yang bertujuan untuk merusak persatuan dan kesatuan NKRI.

Apalagi bila ujaran kebencian dan hoax itu digunakan untuk kepentingan politik, dan kepentingan kaum radikal terorisme. Karena itu, momentum Ramadhan ini, bangsa Indonesia wajib terus memperkuat toleransi dan solidaritas kebangsaan, baik di dunia nyata maupun dunia maya.

"Ini menjadi tantangan berat bagi bangsa Indonesia. Tapi saya optimis kita pasti bisa karena kemajemukan dan perbedaan inilah yang membuat Indonesia kuat, asalkan semua bisa saling menerima dan menghormati," kata tokoh kebangsaan Romo Frans Magnis Suseno di Jakarta.

Apalagi mengingat saat ini bulan puasa. Tentunya ini bisa menjadi momentum terbaik bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk memerangi hal-hal negatif di atas dengan saling menghormati dan menjaga toleransi. Ia juga menyarankan kepada semua pihak untuk bisa menahan diri dan membuang perasaan menang sendiri. Itu penting karena bila ujaran kebencian, hoax, radikalisme itu dimainkan secara politik, maka dampaknya akan sangat berbahaya.

Menurutnya, hal-hal negatif itu kalau dipolitisasi bisa dipakai untuk mengadu domba, bisa untuk fake news, hoax, dan hal-hal emosional lainnya yang bisa menyulut permusuhan. Terlebih bila politisasi itu sudah menggunakan unsur agama, itu sangat mengancam persatuan bangsa ini. Maka itu solidaritas langsung dan saat beraktivitas di media sosial harus ditingkatkan untuk meminimalisasi hal-hal tersebut.

Secara pribadi, Romo Frans optimis bangsa Indonesia mampu menghalau berbagai hal negatif perusak persatuan itu. Pasalnya, selama kurun 30 tahun terakhir, ia menilai hubungan antar umat beragama di Indonesia justru semakin kuat dan positif.

Ia mencontohkan, saat terjadi serangan teroris dengan pedang di sebuah gereja di Yogyakarta, keesokan harinya putra-putri muslim turun membantu membersihkan gereja. Begitu juga saat terjadi teror bom di Surabaya dan Sidoarjo beberapa hari lalu.

"Itu memang menggembirakan untuk menumbuhkan harmoni dan solidaritas. Tapi lebih penting lagi adalah kesediaan untuk saling menerima dan menghormati, yang akhirnya bisa saling menghargai sehingga terbangun hubungan yang positif," terang pria kelahiran Polandia, 25 Mei 1936 itu.

Ditilik dari sisi sejarah, Romo Magnis berpendapat Indonesia adalah negara yang kuat dan kokoh. Merdeka bukan dari hadiah negara lain, tapi hasil perjuangan para pahlawan bangsa.

Kemudian jiwa persatuan dengan Sumpah Pemuda 1928, dan kemajemukan saat memutuskan ideologi negara, terbukti menjadi pondasi kokoh yang mampu menjaga bangsa dari berbagai gangguan.

Bahkan saat reformasi 1998, lanjut Romo, saat itu banyak pengamat yang meramal Indonesia akan pecah seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Tapi nyatanya, itu tidak terjadi dan Indonesia tetap jaya dengan Bhinneka Tunggal Ika-nya.

"Indonesia negara yang sangat berdaulat dalam menangani dirinya sendiri. Dari sejak merdeka, banyak masalah terjadi, tapi tidak sampai mengancam kebangsaan," terang direktur Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyakarya ini.

Kendati demikian, Romo Magnis juga perlu mengingatkan adanya ancaman dari ideologi transnasional dari luar negeri yang terus mengusik kedamaian dan kesatuan bangsa. Ideologi itu dinilai sangat agamis fundamentalis, ekstrimistis, penuh kebencian, seperti ideologi yang dianut pelaku teror bom Surabaya.

Ia menilai, ideologi itu sangat kejam dan menyayat hati. Apalagi aksi terorisme itu dilakukan sekeluarga, ada bapak, ibu, dua anak laki-laki, dan dua anak perempuan.

"Mari kita tidak mengizinkan kekerasan dan kebencian sekelompok kecil orang yang ingin merusak persatuan ini. Mari saling menerima, menghormati, menghargai, mendukung, dan mencintai, supaya Indonesia tetap menjadi negara adil dan berperikemanusiaan," pungkas Romo Frans Magnis. [wid]

 

Populer

Jokowi Kumpulkan Kapolda Hingga Kapolres Jelang Apel Akbar Pasukan Berani Mati, Ada Apa?

Kamis, 12 September 2024 | 11:08

Petunjuk Fufufafa Mengarah ke Gibran Makin Bertebaran

Kamis, 12 September 2024 | 19:48

Jagoan PDIP di Pilkada 2024 Berpeluang Batal, Jika….

Minggu, 08 September 2024 | 09:30

Slank sudah Kembali ke Jalan yang Benar

Sabtu, 07 September 2024 | 00:24

Soal Video Winson Reynaldi, Pemuda Katolik: Maafkan Saja, Dia Tidak Tahu Apa yang Dia Perbuat!

Senin, 09 September 2024 | 22:18

AHY Tuntaskan Ujian Doktoral dengan Nilai Hampir Sempurna

Kamis, 12 September 2024 | 17:12

Ini Kisah di Balik Fufufafa Dikaitkan dengan Gibran

Rabu, 11 September 2024 | 01:15

UPDATE

Amerika Serikat Naikkan Tarif Impor Barang China hingga 100 Persen

Sabtu, 14 September 2024 | 11:54

Hary Tanoe Mau Akuisisi Multivision Plus dengan Kocek Rp309,71 M

Sabtu, 14 September 2024 | 11:39

Brasil Cabut Pembekuan Rekening Starlink dan X

Sabtu, 14 September 2024 | 11:21

Perusahaan Merugi hingga Rp4,8 T, Pendiri Gogoro Mundur sebagai CEO

Sabtu, 14 September 2024 | 10:53

Genjot Produksi Susu, Indonesia Bakal Impor 100 Ribu Ekor Sapi dari Brasil

Sabtu, 14 September 2024 | 10:39

Berkaca Kasus BTS, Kasus PON XXI Harus Libatkan BPK agar Tidak Menguap

Sabtu, 14 September 2024 | 10:38

Gunungkidul Diguncang Gempa Beruntun dari Malam hingga Pagi

Sabtu, 14 September 2024 | 10:25

Aksi Mogok Pekerja Samsung Bergemuruh di India, Saham Anjlok hingga Tiga Persen

Sabtu, 14 September 2024 | 10:13

Muhammadiyah Bicara Pemimpin Sibuk Urusi Keluarga, Sindir Jokowi?

Sabtu, 14 September 2024 | 10:01

Pemerintah Siapkan BBM Bersubsidi Rendah Sulfur Bukan untuk Kelas Atas

Sabtu, 14 September 2024 | 09:53

Selengkapnya