Berita

Syaiful Bakhri/Net

Pertahanan

Agama dan Budaya Itu Ruh Pancasila, Tak Perlu Dipertentangkan

KAMIS, 12 APRIL 2018 | 11:30 WIB | LAPORAN:

Indonesia adalah negara yang beragama dan berbudaya yang selama ini menjadi ruh ideologi bangsa ini yaitu Pancasila. Karena itu, agama dan budaya tidak perlu dipertentangkan atau bahkan dibenturkan, tetapi harus dilestarikan.

"Agama itu sangat mulia karena titah Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan budaya mengandung nilai-nilai luhur dan kearifan lokal bangsa Indonesia dengan segala keberagamannya. Perpaduan itulah yang menjadi sebuah kekuatan dalam Pancasila sebagai fundamental bernegara kita yang syarat dengan harmoni," kata Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Syaiful Bakhri di Jakarta, Rabu (11//4).

Untuk itulah, pria yang juga salah satu kelompok ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini mengajak seluruh pihak untuk menjaga harmonisasi dan perdamaian dengan tidak terpancing untuk melakukan hal-hal yang mengancam disharmonisasi bangsa. Apalagi bangsa Indonesia tengah menatap tahun politik dengan akan digelarnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, Pemilu Legislatif (Pileg), dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Seperti kasus kontroversi puisi yang dibacakan putri proklamator Sukmawati Soekarnoputri, Syaiful Bakhri menilai, isu utama yang langsung muncul adalah narasi penistaan agama. Padahal kalau ditelaah lagi, ada beberapa narasi lain sebagai dampak dari kontroversi tersebut yaitu kontradiksi agama dan budaya.

Menurutnya, dua entitas yang dalam khazanah Nusantara menjadi peradaban Indonesia itu sengaja dibenturkan. Agama seolah terpisah, bahkan bertentangan dengan budaya, begitu juga sebaliknya.

"Karena itulah, integrasi agama dan budaya perlu dikuatkan kembali dengan pandangan bahwa agama memberi ruh relijius pada budaya dan budaya memberi ruang kontekstualisasi ajaran agama. Keduanya tidak bisa dicampuradukkan, tetapi tidak bisa dipisahkan apalagi dipertentangkan. Menjadi relijius tidak berarti menanggalkan budaya, dan menjadi berbudaya tidak berarti bertentangan (menistakan) agama," jelas pria kelahiran Kotabaru, Kalsel, 20 Juli 1962 itu.

Menurutnya, sangat tidak elegan bila ada kelompok atau golongan yang sengaja membentur-benturkan masalah ini, yang bisa menimbulkan kegaduhan. Apalagi benturan-benturan itu akhirnya bermuara di ranah hukum. Sebenarnya, hal-hal seperti ini, bila semua dikembalikan ke Pancasila, penyelesaiannya akan lebih mudah yaitu dengan musyawarah dan mufakat, seperti tertuang dalam sila keempat.

Selain itu, pakar hukum ini menjelaskan bahwa dalam dunia hukum, saat ini terjadi pergeseran dari hukum pidana kuno dengan hukum pidana modern.

Dalam hukum pidana kuno, semua bertolak dari pembalasan seperti kejahatan mesti dibalas dengan hukuman. Beda dengan hukum pidana modern yang berdasar sifat humanistis dan rasional, sehingga pembalasannya tidak semata-mata membuat orang jera, tapi dengan memaafkan. Bahkan memaafkan itu bisa menjadi sebuah sanksi di era masyarakat modern.

"Di Eropa itu sudah banyak diterapkan, seperti di Belanda. Sayang di Indonesia belum. Di sini masih fokus pada supaya pelaku jera. Padahal memaafkan justru akan lebih indah dan sesuai dengan hukum islam dan budaya Indonesia yang majemuk. Dengan memaafkan, maka harmonisasi itu akan terjadi," imbuhnya.

Ia menilai, bila ada konflik apapun kalau segala sesuatunya terus diserahkan pada proses hukum itu tidak akan tercapai perdamaian. Kalau tidak tercapai perdamaian, maka itu akan mengingkari azas Pancasila. Padahal pada sila pertama Pancasila disebutkan semua orang harus berbasis pada Ketuhanan yang Maha Esa. Kemudian sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab. Ada kalimat adil, setiap tujuan hukum itu adil.

"Tapi kalau adil dalam hukum, siapa yang menang dia mendapatkan keadilan. Jadi adil dalam perspektif hukum banyak yang tidak adil. Tapi keadilan yang dimaknai Pancasila itu indah sekali. Inilah yang harus menjadi pegangan seluruh masyarakat agar kita tidak mudah dipecah belah," urainya. [wid] 

Populer

Jokowi Kumpulkan Kapolda Hingga Kapolres Jelang Apel Akbar Pasukan Berani Mati, Ada Apa?

Kamis, 12 September 2024 | 11:08

Petunjuk Fufufafa Mengarah ke Gibran Makin Bertebaran

Kamis, 12 September 2024 | 19:48

Jagoan PDIP di Pilkada 2024 Berpeluang Batal, Jika….

Minggu, 08 September 2024 | 09:30

Slank sudah Kembali ke Jalan yang Benar

Sabtu, 07 September 2024 | 00:24

Soal Video Winson Reynaldi, Pemuda Katolik: Maafkan Saja, Dia Tidak Tahu Apa yang Dia Perbuat!

Senin, 09 September 2024 | 22:18

AHY Tuntaskan Ujian Doktoral dengan Nilai Hampir Sempurna

Kamis, 12 September 2024 | 17:12

Diamnya 4 Institusi Negara Jadi Tanda Akun Fufufafa Milik Gibran

Minggu, 15 September 2024 | 08:14

UPDATE

Ketum AMPI Jerry Nonaktifkan Sekjen Ahmad Andi Bahri

Minggu, 15 September 2024 | 17:50

Indonesia Gagal Bawa Gelar Juara Hongkong Open 2024

Minggu, 15 September 2024 | 17:42

Rocky Gerung Sebut Arsjad Rasjid Korban Rekayasa Kubu Anindya Bakrie

Minggu, 15 September 2024 | 17:18

Geliat UMKM Tak Maksimal, Ekonom Pesimis PON XXI Mampu Dorong Pertumbuhan Ekonomi Sumut 2024

Minggu, 15 September 2024 | 17:11

Israel Tengah Dihujani Rudal dari Arah Yaman

Minggu, 15 September 2024 | 17:00

China Berhasil Bikin Kapal Filipina Cabut dari Sabina Shoal

Minggu, 15 September 2024 | 16:43

Fenomena Fufufafa Bakal Habisi Dinasti Jokowi

Minggu, 15 September 2024 | 16:28

Keabsahan Munaslub Kadin Mulai Dipertanyakan

Minggu, 15 September 2024 | 16:28

Inggris Donasi Rp20 Miliar untuk Korban Topan Yagi di Vietnam

Minggu, 15 September 2024 | 16:23

PM Haiti Kunjungi TKP Ledakan Truk BBM Mematikan

Minggu, 15 September 2024 | 16:04

Selengkapnya