Berita

Jaya Suprana

Jaya Suprana

Herr Kafir

SABTU, 20 MEI 2017 | 08:07 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

KETIKA sedang berupaya menuntut ilmu di Jerman pada tahun 70an abad XX , saya sempat tinggal di sebuah asrama mahasiswa. Kebetulan di antara para penghuni asrama yang terdiri dari para mahasiswa dari berbagai negeri terdapat seorang mahasiswa ilmu filsafat dari Jordania yang saya lupa namanya.

Namun saya masih ingat bahwa saya kerap berdiskusi soal filsafat dengan mahasiswa ilmu filsafat asal Jordania yang berawasan pandang luas itu. Dan saya masih ingat bahwa teman saya dari Jordania yang Muslim itu selalu memanggil saya "Herr Kafir" ( Herr dalam bahasa Jerman bermakna "Tuan") sebab dia kesulitan mengingat nama saya seperti saya juga kesulitan mengingat nama dia.

Pada waktu itu sama sekali tidak ada masalah antara saya yang Nasrani dengan teman yang Muslim akibat dia menyebut saya "Herr Kafir " sebab sebutan Kafir bagi teman saya itu bukan sebutan penghinaan tetapi sekadar sebutan identitas bagi orang yang bukan Muslim. Teman saya sama sekali tidak memiliki niatan menghina saya dalam menyebut saya sebagai "Herr Kafir" sebab menurut dia pada kenyataan dalam bahasa Arab, saya memang tergolong ke dalam kategori "Kafir".   


Sementara bagi saya sebutan “Kafir “ tidak terasa sebagai penghinaan sebab saya sadar bahwa dalam bahasa Arab memang saya layak disebut sebagai "Kafir".   

Setelah kembali ke Indonesia, saya berterima kasih kepada SBY  sebagai presiden Indonesia sempat menandatangani surat Keputusan Presiden yang secara khusus mengganti sebutan Cina menjadi Tionghoa. Terus terang saya sudah terlanjur terbiasa dengan sebutan Cina sehingga merasa kesulitan ketika harus membiasakan diri saya untuk  disebut sebagai Tionghoa.

Sepanjang perjalanan hidup saya tidak pernah merasa tersinggung  disebut sebagai  warga keturunan Cina . Di mancanegara saya juga tidak tersinggung apabila disebut sebagai "Chinese" sebab mata sipit saya memang bikin saya terkesan Chinese meski sebenarnya saya merasa diri saya adalah Indonesia .Namun apa boleh buat di mancanegara sementara ini China memang relatif lebih dikenal ketimbang Indonesia maka saya lebih kerap disebut "Chinese" ketimbang "Indonesian".  

Tentu saja semua yang terungkap di dalam naskah yang dimuat RMOL ini sekadar merupakan pendapat saya pribadi yang belum tentu sama dengan pendapat orang lain. Di alam demokrasi yang makin mantap hadir di Indonesia, saya memang sadar bahwa saya memiliki hak untuk memiliki pendapat namun saya juga sadar bahwa saya tidak berhak memaksakan pendapat saya ke orang lain.

Sebaliknya: orang lain juga tidak berhak memaksakan pendapat dirinya kepada diri saya. Demokrasi memang memberikan hak bagi setiap insan manusia untuk memiliki dan mengungkap pendapat . Namun  di samping memberikan hak sebenarnya demokrasi juga memberikan kewajiban saling menghargai dan menghormati dalam saling beda pendapat.

Maka marilah kita bersama menempuh perjalanan hidup di persada Nusantara nan indah permai ini sambil saling beda pendapat tanpa saling membenci maka tidak saling menghujat, menghina apalagi memfitnah demi memecah belah bangsa sendiri.

Marilah kita bersama menempuh perjalanan hidup di persada Nusantara tercinta ini sambil berdendang lagu Indonesia Pusaka : Indonesia Tanah Air Beta, Pusaka Abadi Nan Jaya, Indonesia Sejak Dahulu Kala, Selalu Dipuja Puja Bangsa, Di Sana Tempat Lahir Beta, Dibuai Dibesarkan Bunda,   Tempat Belindung Di Hari Tua, Tempat Akhir Menutup Mata  

Penulis adalah warga Indonesia yang cinta Indonesia

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya