Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
SALING fitnah antar atau internal umat beragama seringkali menjadi faktor laÂhirnya konflik dan berkelanjutan dengan permusuhan. Padahal tidak sedikit fitnah itu lahir pada awalnya bukan masalah keagamaan, tetapi sengaja dilibatkan untuk memperoleh dukungan emosionÂal untuk membela orang atau kelomÂpok tertentu. Dalam era reformasi dan masyarakat demokrasi, fitnah sering kali tampil sebagai istilah biasa, padahal makna agamanya luar biasa. Al-Qur’an berulangkali mengingatkan kita, fitnah itu lebih keji daripada pembunuhan (Q.S. al-Baqarah/2:191 dan Q.S. al-Baqarah/2:217). Ada kecenderungan begitu gamÂpang orang melemparkan fitnah. Mulai fitnah yang berskala kecil sampai berskala besar dan amat keji. Apapun jenisnya fitnah itu, pasti akan menyebabkan adanya jatuh korban. PerÂingatan Al-Qur’an di atas pasti bisa dirasakan kebenarannya, khususnya orang yang korban fitnah.
Konflik keagamaan yang terjadi dalam dasawarsa terakhir ini, baik antar umat beragama atau internal umat beragama lebih banyak berawal dari kasus fitnah secara pribadi lalu melÂuas menjadi konflik keagamaan terbuka. Kasus yang terjadi di Ambon dan Poso, demikian pula kasus yang terjadi di SamÂpang, Madura, keseluruhannya dipicu atau berawal dari persoÂalan pribadi lalu dikemas di dalam bentuk fitnah dan pada akhÂirnya terjadilah konflik terbuka. Dampak fitnah amat dahsyat. Kalau orang dibunuh sekali saja menderita dan hanya yang bersangkutan menderita. Akan tetapi jika orang difitnah sama dengan membunuh orang secara pelan-pelan dengan menyaÂkitkan. Fitnah bisa membawa orang lain hancur sehancur-hanÂcurnya. Bahkan fitnah yang keji bisa membunuh hidup-hidup satu keluarga. Yang sakit bukan hanya yang bersangkutan tetapi anak istri atau suami, orang tua, kerabat, dan teman seÂjawat orang itu ikut tersiksa. Pantas jika Allah swt mengancam hukuman yang amat pedih bagi pelaku fitnah. Ahli fitnah bukan hanya disiksa tetapi pahalanya di dunia diambil alih oleh yang difitnah, sehingga tidak tersisa sedikit pun.
Umat dan segenap masyarakat perlu diberikan wawasan untuk hati-hati di dalam menyikapi fitnah, terutama fitnah yang berbau SARA, karena tidak sedikit persoalan yang timbul di dalam masyarakat bisa diboncengi fitnah. Apalagi sekarang dengan kecanggihan alat komunikasi, fitnah bisa merebak begitu cepat dan massif, misalnya melalui SMS, BBM, WA, dan internet. Jika kita tidak selektif membaca isu dan fitnah maka potensi konflik bisa terjadi. Para pemimpin ummat atau tokoh-tokoh agama perlu menyadarkan seluruh umat dan warganya untuk tidak begitu gampang terpancing dengan fitnah. Pengelola media, baik media cetak maupun media elektronik seperti radio, TV, Web, dll juga harus lebih dewasa dan lebih profesional mengelola medianya, karena media bisa menjadi faktor yang sangat signifikan menebarÂkan fitnah.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12
UPDATE
Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12
Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10
Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48
Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29
Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24
Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33