Berita

Politik

Hukum Adalah Volkgeist: Cermin Sakit & Sehatnya Jiwa Bangsa Dan Jiwa Elit...

KAMIS, 12 JANUARI 2017 | 14:33 WIB | OLEH: ARIEF GUNAWAN*

DI ZAMAN Kegelapan, yang orang Eropa lebih suka menyebutnya Zaman Pertengahan atau Abad Pertengahan, hukum tidak diambil berdasarkan nilai-nilai keadilan yang berlaku di masyarakat, seperti yang terjadi sebelumnya pada zaman kekaisaran Romawi.

Kekuasaan dimonopoli oleh penguasa. Masyarakat dan individu tidak berhak menyatakan pendapat. Segala keputusan pemerintah diputuskan sendiri secara absolut oleh penguasa. Sedangkan tindakan-tindakan hukum yang dijalankan pada masa itu bukan atas dasar undang-undang melainkan didasari oleh prasangka dan kepentingan kekuasaan para elit...

Demikianlah Volkgeist bangsa Eropa pada umumnya ketika itu.


Volkgeist adalah istilah yang digunakan oleh seorang ahli sejarah hukum, Von Savigny.

Volkgeist berarti Jiwa Bangsa, atau dapat diartikan sebagai Jiwa Para Elit. Karena elit atau pemimpin mencerminkan bangsa.

Savigny menekankan, hukum pada hakekatnya adalah cerminan kondisi kejiwaan sebuah bangsa atau elit.

Sakit atau tidaknya kondisi kejiwaan sebuah bangsa dan para elitnya dapat dilihat dari Volkgeist-nya, dari hukumnya.

Orang bilang, politik itu basisnya opini publik, isu, rumor, sampai anekdot. Tetapi hukum basisnya data, fakta, dan bukti.

Memutarbalik fakta, memanipulasi data, dan menggelapkan bukti-bukti adalah perbuatan yang bertolakbelakang dengan hukum dan keadilan, yang menggambarkan Volkgeist yang sedang mengalami sakit.

Di zaman Demokrasi Terpimpin hukum tenggelam di bawah patrimonialisme rezim dan ideologi, sehingga ahli hukum tidak penting, menteri hukum ketika itu "memodifikasi" lambang dalam patung dewi keadilan.

Patung sang dewi dengan kain penutup mata memegang timbangan dan pedang, di bagian bawahnya ditambahi lambang pohon beringin yang dibubuhi kata "pengayoman" yang mengandung arti perlindungan atau pertolongan.
Tetapi maksud dan tujuan kata tersebut seperti halnya terjadi pada masa Orde Baru dan Orde Yang Paling Baru (saat ini) sangat diragukan apakah diperuntukan bagi seluruh pencari keadilan, atau untuk mengayomi (melindungi) orang yang bersalah, seperti misalnya terdakwa penista agama...

Seperti diketahui, salah satu prinsip atau tujuan hukum adalah untuk mencapai kemajuan dan keharmonisan di dalam masyarakat, sedangkan yang dimaksud keadilan dalam hukum adalah tidak memihak, tidak mahal, dan tidak tertunda.

Berlarut-larutnya penanganan kasus Ahok yang tidak dimasukkan ke dalam tahanan meski sudah berstatus terdakwa telah membentur nilai-nilai keadilan di dalam hukum. Berdasarkan yurisprudensi sebelumnya semua terdakwa penista agama yang pernah ada di negara hukum ini dijebloskan ke dalam tahanan, antara lain karena prinsip equality before the law, namun kesan kuat yang nampak saat ini Ahok seperti dibela mati-matian secara politik, hukum, dan ekonomi.

Di masa mendatang sangat mungkin hal seperti ini akan menjadi preseden buruk, bukan tidak mungkin kelak ada penista agama yang akan kembali diperlakukan istimewa...

Kata ahli hikmah yang bijaksana, salah satu yang diharamkan masuk surga adalah aparat hukum yang tidak adil.

Lebih-lebih kalau dia hakim, karena hakim adalah wakil Tuhan di muka bumi. Sedangkan pengacara pembela orang bersalah akan menerima azab dipotong-potong lidahnya secara berkali-kali di akhirat.

Hukuman itu digambarkan sedemikian pedih. Lidah yang telah dipotong secara berkali-kali akan terus memanjang dan berlangsung terus-menerus secara berulang-ulang tanpa henti.

Hukuman seperti itu pula yang akan menimpa pejabat pembohong, yang tidak membela rakyatnya, yang secara materil dan kuasa dia sukses dan powerfull, tetapi hidup dalam umpatan sumpah serapah rakyat dan laknat Allah.

Naudzubillahimindzalik...

Matahari sudah tinggi, panggilan untuk bersujud sudah terdengar. Inilah saatnya merendahkan diri, berdoa untuk negeri yang kaya dan untuk bangsa yang mulia ini agar diberikan keselamatan dan dijauhi dari perpecahan yang bibit-bibitnya mereka tebarkan, secara sangat mengerikan. [***]

Penulis adalah Wartawan Senior Rakyat Merdeka

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya