Berita

Nasaruddin Umar/Net

Merawat Toleransi (5)

Ego Spiritual

SABTU, 26 NOVEMBER 2016 | 09:14 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

IMAM Al-Gazali dalam Ihya' 'Ulum al-Din meng­utip sebuah riwayat bahwa di suatu tempat seorang alim dan ahli ibadah yang semata-mata mencurahkan waktu dan pikirannya untuk mendekatkan diri kepada Al­lah Swt. Ia banyak mengas­ingkan diri dari keramaian demi untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi dosa dari orang-orang awam.

Suatu ketika seorang pelacur mencari ulama untuk curhat dan sekaligus meminta nasihat ba­gaimana meninggalkan dunia hitam yang selama ini degelutinya. Ia juga akan menanyakan masih adakah harapan Tuhan memaafkan dan meneri­ma tobatnya setelah malang melintang dalamlum­pur dosa. Mendengarkan keinginan itu, sang ahli ibadah itu menolak harapan perempuan nakal itu dengan mengatakan, aku tidak mau menodai diri­ku dengan berkomunikasi orang kotor seperti itu. Mendengarkan cerita itu maka Nabi mengatakan, sang ahli ibadah itu penghuni neraka dan perem­puan yang karena ketulusannya ingin bertobat adalah penghuni syurga, subhanallah.

Kisah ini mengingatkan kita kepada Q.S. al- Ma’un, yang intinya menjelaskan kriteria kuali­tas keberagamaan seseorang tidak diukur dari banyaknya ibadah mahdhah yang dilakukan tetapi ibadah sosial, seperti memperhatikan nasib fakir miskin dan anak yatim piatu. Bah­kan dalam surah itu juga dinyatakan celakalah bagi orang salat yang salatnya tidak membawa dampak sosial kemasyarakatan. Aktivitas iba­dah dan spiritual yang dilakukan tanpa mem­pedulikan lingkungan masyarakat di mana ia berada malah dikhawatirkan terjebak dengan apa yang disebut dengan ego spiritual.


Kekuatan ego tidak semata-mata bisa diukur berdasarkan ukuran-ukuran fisik, seperti keingi­nan kuat untuk memiliki jabatan kekayaan fisik lainnya, tetapi juga dalam bidang spiritual. Ser­ingkali seseorang terlihat low profile, tetapi se­cara spiritual menyimpan sesuatu yang tercela di mata Tuhan. Ego spiritual terjadi ketika orang-orang yang terlalu mengedepankan hubungan vertikalnya dengan Tuhan tanpa mau tahu ling­kungan masyarakat sekitarnya. Bahkan ia cenderung menghindarinya, karena seolah-olah dirinya sudah tidak selevel dengan mereka. Ia meng­klaim dirinya sebagai orang-orang kelas atas da­lam dunia spiritual. Ia memilah-milih sahabat dan menghindari orang-orang yang justru memer­lukan perhatian dan kasih sayang serta bimbin­gan. Jika orang-orang ini dijauhi lantas mereka semakin jauh dengan Tuhan, sementara kita dengan asyiknya beribadah sendirian tanpa ke­hadiran mereka yang boleh jadi menyita waktu, tenaga, pikiran, dan materi, maka kita termasuk kategori ego spiritual.

Ego spiritual tak ada ubahnya dengan ego duniawi yang lebih menekankan ego individuali­tasnya. Orang-orang seperti inilah yang disebut di dalam Al-Qur'an tidak memiliki bekas-bekas sujud (atsar al-sujud). Bekas sujud dalam Al-Qur'an bu­kan dengan sengaja menghitamkan dahi di atas kening seperti dilakukan segelintir orang yang memahami secara tekstual ayat tadi. Atsar su­jud ialah komoitmen sosial yang tang tinggi dimi­liki seseorang sebagai bagian dari penghayatan nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya.

Termasuk juga dalam ego spiritual ialah me­nikmati pujian orang-orang yang mengaguminya lantaran banyaknya ibadah yang dilakukan. Mungkin ia melaksanakan puasa Senin-Kamis, salat-salat rawatib tidak ada yang ditinggalkan, dan zikirnya jalan terus, lalu dengan enteng me­mandang enteng orang lain yang tidak seperti dengannya. Amal-amal kebajikannya lebih ban­yak digunakan untuk mengaktualisasikan diri sehingga orang takjub dan menikmati pujian-pu­jian mereka. Padahal mungkin yang bersangku­tan pada saat yang bersamaan meninggalkan aib-aiab dan dosa-dosa langganan yang terus menerus di lakukan. Hanya karena keterampi­lannya menggunakan topeng-topeng kepalsuan ia tidak dipermalukan orang lain. Jika tidak ada yang memujinya, misalnya dengan mencium tan­gan atau berbagai macam bentuk kultus lainnya, maka seharian itu kehilangan semangat. Semakin banyak yang memujinya semakin mabuk dengan pujian itu, lantas rekayasa dilakukan sedemikian rupa agar orang lain mengaguminya. 

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya