SEHARI setelah hari raya Idul Adha 1437 H , saya mengantar warga Bukit Duri menghadap fraksi PDIP yang pada saat itu diwakili oleh Prof Dr. Hendrawan Supratikno di gedung Nusantara I DPR RI .
Wakil rakyat penerima anugerah MURI sebagai profesor sekaligus dekan fakultas ekonomi termuda membuktikan dirinya adalah seorang wakil rakyat sejati. Tampak jelas betapa Prof Hendrawan Supratikno adalah anggota PDIP yang benar-benar peduli nasib wong cilik, apalagi yang tergusur.
Wakil rakyat kelahiran Sukaraja itu terbukti tidak lupa bahwa kursi DPR yang kini didudukinya adalah persembahan dari rakyat yang menyerahkan kepercayaan kepada beliau. Dengan sabar tetapi seksama, Prof Hendrawan mendengarkan ratapan derita rakyat Bukit Duri yang sedang menderita kecemasan akibat telah menerima SP 2 yang lazimnya segera disusul SP 3 kemudian SPB alias Surat Perintah Bongkar.
Setelah menerima berbagai masukan dari beberapa wakil warga Bukit Duri termasuk pejuang kemanusiaan, Sandyawan Sumardi , Prof Hendrawan menghela nafas sejenak memberikan saran agar warga Bukit Duri tetap memperjuangkan hak asasi mereka atas permukiman mereka yang terancam tergusur.
Setelah menerima berbagai masukan dari beberapa wakil warga Bukit Duri termasuk pejuang kemanusiaan, Sandyawan Sumardi , Prof Hendrawan menghela nafas sejenak memberikan saran agar warga Bukit Duri tetap memperjuangkan hak asasi mereka atas permukiman mereka yang terancam tergusur.
Namun secara khusus, Prof. Hendrawan menganjurkan agar warga Bukit Duri senantiasa ingat kepada peribahasa Jawa ASU GEDHE MENANG KERAH’E. Apabila dialih-bahaskan ke bahasa Indonesia, peribahasa Jawa itu dapat diartikan sebagai ANJING BESAR PASTI MENANG DALAM KEPERKELAHIAN .
Peribahasa Jawa bersuasana fabel itu nyata melukiskan kenyataan. Peribahasa itu mengajak kita untuk selalu menyadari bahwa dalam konflik, lazimnya pihak yang menang adalah pihak yang lebih kuat, lebih berkuasa, lebih berwenang, lebih berdaya ketimbang pihak yang lebih lemah dan lebih tidak berdaya. Apalagi pihak pemerintah didukung Polri dan TNI jelas jauh lebih kuat ketimbang rakyat yang tidak didukung oleh pihak mana pun kecuali diri rakyat sendiri.
Ibarat dalam pertandingan tinju maka pemerintah adalah petinju profesional kelas super berat sementara rakyat sekadar petinju amatiran kelas super ringan penderita anemia alias lesu darah. Jelas apabila diadu secara frontal, rakyat sama sekali bukan tandingan pemerintah. Rakyat sudah kalah dan pemerintah sudah menang sebelum pertandingan dimulai.
Peribahasa ASU GEDHE MENANG KERAH’E memiliki makna wejangan sangat realistis dan konstruktif ! Secara bijak, Prof Hendrawan yang sudah makan asam garam cuka racun deru debu politik di persada Nusantara ini , berupaya meletakkan konstelasi mereka yang terlibat permasalahan pada porsi dan proporsi yang tepat dan benar.
Prof. Hendrawan berupaya menyadarkan warga Bukit Duri mengenai peta konstelasi kekuatan yang apabila dihadapkan dengan pemerintah, jelas kemungkinan menang lebih berpihak kepada pemerintah dan kemungkinan kalah lebih berpihak kepada rakyat. Mustahil anjing besar dikalahkan oleh anjing kecil bahkan di dalam kisah tragedi Bukit Duri sebenarnya warga Bukit Duri lebih layak berperan sebagai tikus kecil!
Berdasar wejangan bijak Prof Hendrawan Supratikno, saya memberanikan diri mengambil alih penegasan atas niat warga Bukit Duri menghadap fraksi PDIP yang diwakili oleh Prof. Hendrawan Supratikno yang sebagai wakil rakyat sejati yang kebetulan tidak memanfaatkan hari raya Idul Adha sebagai alasan tambahan masa cuti.
Saya tegaskan bahwa tujuan warga Bukit Duri menghadap fraksi PDIP pada hakikatnya sama sekali BUKAN MELAWAN kebijakan pemerintah, namun sekedar dengan penuh kerendahan hati memberanikan diri MEMOHON belas kasihan pemerintah untuk berkenan MENUNDA penggusuran selama proses mediasi masih dilakukan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjalin musyawarah-mufakat antara pemerintah Jakarta dengan rakyat Jakarta demi bersama mencari kemudian menemukan jalan keluar dari kemelut perbedaan pendapat antara pemerintah dengan rakyat.
Sang tikus kecil menyadari fakta ASU GEDHE MENANG KERAH’E maka sama sekali tidak berani melawan sang anjing besar, namun sekadar lirih mencicit-cicit memohon sang anjing besar berbelas kasihan untuk tidak menerkam sang tikus kecil selama nasib sang tikus kecil masih dalam proses pertimbangan keadilan oleh Majelis Hakim Pengadilan Satwa .
CELURUT CILIK NGERTENI AWAK’E DHEWE alias Tikus Kecil Tahu diri .....
Penulis adalah pembelajar makna belas-kasih