Berita

foto:net

On The Spot

Bagian Pengaduan DKPP Sudah Terima 239 Laporan

Sebelum dan Sesudah Pilkada Serentak
SENIN, 14 DESEMBER 2015 | 09:18 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Pilkada serentak telah berlangsung 9 Desember. Pesta demokrasi tingkat lokal ini telah usai, tapi menyisakan masalah. Khususnya bagi Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), karena dilaporkan pihak-pihak yang merasa dirugikan. Indikasinya, ratusan laporan masuk ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
 
Siang itu, jam menunjukkan pukul dua siang. Suasana sedang sepi. Ratna Setianingsih sibuk membolak-balik berkas yang di­pegangnya. Sesekali, staf bagian pengaduan DKPP ini menandai beberapa bagian yang penting. "Lagi meneliti berkas pengaduan pilkada yang masuk ke DKPP," kata wanita berjilbab ini.

Tempat pengaduan tidak ter­lalu lebar. Lokasinya berada di lantai lima Gedung DKPP di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Dulunya gedung terse­but digunakan untuk perwaki­lan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Di gedung tersebut, DKPP harus berbagi ruang den­gan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Hanya terdapat sofa panjang warna hitam untuk menerima tamu. Posisinya di sisi kanan meja resepsionis untuk meneri­ma pengaduan. Di samping lift dipasang dua banner yang cukup mencolok. Isinya imbauan agar penyelenggara pemilu menaati aturan. Tulisannya

"Taati kode etik penyelengga­ra pemilu dalam pilkada serentak 2015". Juga pesan dari Sang Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie dipasang besar-besar. "Jika pe­nyelenggara pemilu melakukan tugasnya sesuai rule of law dan rule of ethics, maka demokrasi Indonesia selangkah lebih maju. Peran DKPP memastikan itu terjadi", bunyi pesan ini.

Ratna mengatakan, pengaduan terhadap penyelenggara pemilu terkait pelaksanaan pilkada, sudah masuk sejak Juni 2015. "Sampai 11 Desember 2015, pengaduan yang masuk men­capai 239, baik KPUD maupun panitia pengawas dengan total 428 orang yang dilaporkan. Paling banyak dilaporkan dari Kalimantan Barat hingga 128 orang," kata dia.

Dari 239 pengaduan yang masuk, kata dia, 74 pengaduan telah ditindaklanjuti dengan digelar persidangan, sementara 165 pengaduan tidak memenuhi syarat sehingga tidak dilanjutkan ke persidangan.

Bentuk sanksinya juga ber­macam-macam. Mulai dari peringatan, pemberhentian semen­tara hingga pemberhentian tetap. Namun, dirinya tidak mengeta­hui penyelenggara pemilu mana saja yang mendapat sanksi paling banyak. "Datanya banyak, jadi harus dibuka lagi," kata dia.

Akan tetapi, laporan yang masuk pada Desember 2015 yang berjumlah 12 pengaduan, belum diproses lebih lanjut karena mepetnya pelaksanaan pilkada serentak.

"Mungkin minggu depan baru mulai sidang. Tapi syaratnya pengaduan tersebut sudah di­lengkapi bukti-bukti yang me­madai," kata Ratna.

Menurutnya, hampir setiap hari ada pengaduan yang masuk. "Tapi setelah 9 Desember, belum ada yang masuk lagi. Minggu depan mungkin sudah ada yang masuk pengaduannya," kata dia.

Setiap pengaduan yang masuk, lanjut Ratna, harus diverifikasi terlebih dahulu selama tiga hari. "Bila buktinya kurang, DKPP langsung meminta kepada pengadu untuk melengkapinya."

Setelah berkas lengkap, ke­mudian dilakukan gelar perkara dengan melibatkan komisioner DKPP. Bila pengaduan tersebut bukti-buktinya lengkap, maka akan dilanjutkan ke persidangandan diputuskan, apakah pengaduantersebut benar atau hanya mengada-ngada. "Kalau betul, maka penyelenggara pemilu akan diberikan sanksi. Tapi kalau tidak, maka nama teradu akan direhabilitasi," tuturnya.

Ia menambahkan, proses tin­dak lanjut penyelesaian perkara di DKPP biasanya berlangsung cepat. Terlebih, bila pengaduan­nya membutuhkan keputusan segera. Paling cepat seminggu sejak berkas pengaduan diverifikasi dan lengkap, sudah bisa dilanjutkan ke persidangan.

"Itu pernah terjadi saat me­mutuskan perkara di KPUD Mojokerto, Jawa Timur karena laporannya berdekatan dengan penyelenggaran pilkada seren­tak," ucap Ratna.

DKPP memberikan sanksi berupa peringatan biasa terhadap dua Komisioner KPUD Mojokerto, yaitu Achmad Arif dan Afidatusholikha. Sedangkan tiga komisioner yang diberikan peringatan keras adalah Ketua KPU Kabupaten Mojokerto Ayuhanafiq dan dua komisioner lainnya, Heru Efendi dan Vicky Risdianto.

Alasan sanksi dijatuhkan karena komisioner dinilai lalai lan­taran meloloskan pasangan Nisa-Syah, padahal sudah mengetahui pasangan ini tidak mendapat dukungan DPP PPP kubu Djan Faridz. Akhirnya, pilkada ini hanya diikuti dua pasangan calon, yaitu Mustofa Kamal Pasa-Pungkasiadi (Purbantara) dan pasangan dari jalur perse­orangan, Misnan Gatot-Rahma Shofi (Misof).

Sedangkan Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie mengatakan, pihaknya menunda sidang pelang­garan etika pemilu sampai pilkada serentak selesai dijalankan.

"Khusus seminggu ini tidak ada sidang dulu supaya tidak mengganggu pelaksanaan pilka­da," kata Jimly belum lama ini.

Bekas Ketua MK ini me­mastikan, tidak semua laporan terkait penyelenggara pemi­lu bisa dibuktikan, sehingga tidak bisa diproses lebih lanjut. Sementara yang terbukti akan disidangkan.

"Kekecewaan peserta dan pasangan calon biasanya akan ditimpakan ke penyelenggara, makanya kita juga harus me­lindungi penyelenggara karena rawan jadi 'sasaran tembak'. Kalau terbukti mereka berpihak, ya harus dipecat," tegasnya.

Selain itu, dirinya menyayang­kan lambatnya proses peradilan yang membuat pasangan calon di lima daerah tidak bisa mengi­kuti pilkada serentak 2015.

"Kita sayangkan ada lima daerah yang tidak bisa mengi­kuti pilkada, yaitu Kalimantan Tengah, Manado, Pematang Siantar, Kabupaten Fakfak dan Simalungun. Terpaksa ditunda, dan diputuskan satu hari sebe­lum pelaksanaan," kata Jimly.

Untuk itu, dia mengusulkan agar ke depannya diadakan sistem peradilan terpadu yang dapat cepat memberikan keputusan, ter­masuk keputusan hasil pemilu.

"Sistem peradilan kita se­harusnya sistem peradilan ter­padu, jadi nanti kita punya dua peradilan. Peradilan khusus proses pemilu dan peradilan hasil pemilu," jelasnya.

Tidak hanya itu, ahli tata negara dari Universitas Indonesia (UI) ini berharap dilakukan penataan ulang Undang Undang Pemilu, sehingga dalam meng­hadapi Pemilu 2019, tidak teru­lang penundaan pemilihan.

"Saya pribadi menganjurkan di undang undang ada penataan ulang, bukan hanya pilkada tapi juga pemilu. Sehingga, ada peradilan terpadu. Bawaslu bisa jadi tempat pengaduan," tutupnya.

Latar Belakang
Sidang DKPP Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Final dan Mengikat

 
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) resmi dibentuk 12 Juni 2012. Lembaga tersebut merupakan amanat Pasal 109 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.

Sebelum DKPP berdiri, telah ada lembaga yang bertugas mengawasi penyelenggara pemilu,yaitu Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (DK KPU) yang berdiri pada 2008. Namun, wewenangnya tidak begitu kuat, karena lembaga ini hanya difungsikan memanggil, memeriksa, dan menyidangkan hingga memberikan rekomen­dasi kepada KPU dan bersifat ad hoc.

Sedangkan, DKPP mempu­nyai kewenangan lebih kuat karena bisa melakukan pemeriksaan, mengadili, dan memutuskan pengaduan atau laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara pemilu yaitu KPU, Bawaslu, dan jajaran di bawahnya. Penetapan putusan, yaitu berupa sanksi atau rehabilitasi, dilakukan da­lam rapat pleno DKPP setelah melakukan penelitian atau veri­fikasi, mendengarkan keterangan saksi-saksi, dan memperhatikan bukti-bukti. Putusannya juga bersifat final dan mengikat.

Lembaga ini digawangi tujuh orang yang berasal dari unsur KPU dan Bawaslu, serta dari unsur tokoh masyarakat yang diajukan DPR dan Pemerintah.

Komisioner DKPP saat ini adalah Jimly Asshiddiqie (Ketua DKPP, tokoh masyarakat yang diajukan DPR), Ida Budhiati (KPU), Nelson Simanjuntak (Bawaslu), Saut Hamonangan Sirait (tokoh masyarakat yang diajukan DPR), Nur Hidayat Sardini (tokoh masyarakat yang diajukan DPR), Valina Singa Subekti (tokoh masyarakat yang diajukan pemerintah) dan Anna Erliyana (pengganti Abdul Bari Azed yang mengundurkan diri).

Keberadaan lembaga terse­but dimanfaatkan betul oleh masyarakat yang merasa dirugi­kan oleh kebijakan penyeleng­gara pemilu. Berdasarkan data yang diperoleh dari humas DKPP, sejak berdiri hingga Desember 2015, lembaga terse­but sudah menyidangkan 618 perkara dan hasilnya 607 perkara berhasil diputus.

Sebanyak 2.400 orang yang diadukan, berasal dari berbagai latar berlakang seperti ang­gota KPU, KPUD Provinsi, KPUD Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, Bawaslu, Panitia Pengawas mulai tingkat provinsi hingga desa.

Putusannya pun macam-macam, direhabilitasi sebanyak 1.383 orang, diberi peringatan biasa maupun keras 585 orang, diberhentikan sementara seban­yak 27 orang dan diberhentikan tetap sebanyak 323 orang.

Yang paling banyak dilaporkanadalah anggota KPUD kabupaten/kota sebanyak 1499 orang, selanjutnya Panwas kabupaten/kota 225 orang, KPU provinsi 191 orang, Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK) 16, KPU 77 orang dan paling sedikit adalahpetugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara hanya empat orang.

Sedangkan untuk jenis laporan yang paling banyak dilaporkan adalah pemilu legislatif (pileg) berjumlah 1172 orang, pilkada 891 orang, pilpres 197 orang dan paling sedikit non pemilu 140 orang.

Untuk penyelenggara pemilu yang paling banyak dilaporkan berasal dari Sumatera Utara se­banyak 237 orang, Papua seban­yak 225 orang, Kalimantan Barat 163 orang dan Sulawesi Selatan 129 orang. Sementara yang paling sedikit adalah Kalimantan Selatan hanya 6 orang, dan Kalimantan Utara hanya 5 orang. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Aksi Massa Desak Polisi Tetapkan Said Didu Tersangka

Kamis, 03 Oktober 2024 | 20:43

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Jadi "Pengacara", Anies Ajak Publik Berjejaring di LinkedIn

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:09

Prabowo Tak Perlu Ganti Kapolri

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:05

Zaken Kabinet Prabowo Bakal Rekrut Profesional dari Parpol?

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:52

KPK Amankan Uang Lebih dari Rp10 Miliar dalam OTT di Kalsel

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:32

4 Boks Dokumen Disita Kejagung dari 5 Ruangan KLHK

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:23

Adi Prayitno: Sistem Pilkada Serentak Perlu Dievaluasi

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:00

Pemuda Katolik Sambut Baik Pengangkatan Uskup Bogor jadi Kardinal

Senin, 07 Oktober 2024 | 18:49

Andra Soni Janjikan Rp300 Juta per Desa Jika Jadi Gubernur Banten

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:45

Polda Metro Jaya Dalami Asal Puluhan Ribu Pil Ekstasi di PIK

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:21

Peringati Setahun Perang Gaza, Hizbullah Serang Kota Haifa Israel

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:18

Selengkapnya