Berita

foto:net

On The Spot

Sopir Metromini Zig-zag Demi Kejar Duit Setoran

"Saya Juga Pernah Terobos Palang Pintu Perlintasan Kereta"
JUMAT, 11 DESEMBER 2015 | 08:42 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Kecelakaan Metromini tertabrak kereta lantaran menerobos palang pintu, bisa jadi karena alasan klasik, kejar setoran.

Jika ada sopir Metromini berkendara ugal-ugalan, hal itu dipicu ketatnya
persaingan untuk mengejar setoran. Persaingan tersebut sudah mulai dilakukan,saat bus akan keluar dari terminal.


Di Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan misalnya, Metromini 75 jurusan Pasar Minggu-Blok M yang akan berangkat, membentuk antrean dekat pintu keluar terminal. Ada sekitar 10 armada Metromini yang berbaris hingga keluar Terminal.

Setiap kendaraan yang akan berangkat diharuskan untuk mengikuti antrean itu terlebih dahulu. Jika tidak, mereka harus langsung menjalankan busnya, dan tidak menarik penumpang mulai dari terminal, sampai shel­ter Transjakarta Mangga Besar, Pasar Minggu.

Seorang pria yang berjaga di luar bus, bertugas mengarahkan para penumpang agar menaiki Metromini di baris terdepan terlebih dahulu. Pria itu beberapa kali terlihat mencegah penumpang yang hendak menaiki Metromini, yang langsung berangkat tanpa mengikuti antrean, atau yang men­coba naik bus di belakangnya.

Setelah bus terdepan berang­kat, baru Metromini di bela­kangnya mulai diisi penumpang. "Memang begitu aturannya. Biar tidak berebut dan bikin macet," ujar Adi, kernet (kondektur) Metromini itu.

Meski sudah diatur seperti itu, keyataannya di lapangan pun mereka tetap berebut. Setelah melewati shelter Tranjakarta Mangga Besar, sang sopir langsung tancap gas. Padahal jarak dengan lampu merah Penaten Village hanya sekitar 50 meter, dan biasanya padat kendaraan.

"Belakang ada 08 tadi. Sepertinya dia tidak ngetem dulu. Jadi kami harus cepat, biar dapat penumpang di lampu merah," ucapnya.

Angka 08 adalah dua digit angka yang tertera pada pelat nomor Metromini saingannya. Kode angka ini kerap digunakan para kernet untuk memberitahu sopir, ada Metromini lain yang mendekat. Istilah lain yang di­gunakan untuk menyampaikan informasi tersebut adalah "Rapat belakang". Para sopir pun akan awas dan menambah kecepatan mereka jika kode itu sudah dite­riakkan kondekturnya.

Aksi itu berlanjut setelah melewati lampu merah Pejaten Village. Beberapa kali Metromini tersebut bermanuver zig-zag di tengah padatnya kendaraan, dan proyek perbaikan di sebelah kiri jalan. Beberapa kali juga Metromini itu memotong jalur kendaraan lain, untuk menaik-turunkan penumpang.

"Habis kalau nggak begini, penumpang bisa diambil yang lain. Kalau sudah begitu, kami enggak dapat duit, dan setoran tidak kekejar dong," ucap Adi.

Metromini ini tampaknya layak jalan. Dari luar tidak tam­pak ada masalah. Tidak tampak adanya cat yang terkelupas atau besi keropos. Sementara di bagian dalam juga relatif nyaman. Semua kursinya menggunakan busa (bukan kursi plastik), dan tidak ada yang sarungnya sobek sehinggabusanya keluar.

Lalu pada lantai Metromini juga hanya terlihat kotor, tidak berkarat atau pun ada bagian yang keropos. Hanya saja ketika bus berjalan, getaran di sebelah kiri terasa lebih kencang dari biasanya. Getaran tersebut semakin terasa ketika bus berjalan kencang. Setelah dilihat, ternyata ban belakang sebelah kiri bermasalah. Sepertinya ban terse­but kekurangan angin, sehingga jalanan yang tidak rata membuat getarannya lebih terasa.

"Sepertinya tidak sampai bocor. Bisalah untuk bawa penumpang sampai Blok M," tegasnya sambil meneruskan perjalanan.

Adi menjelaskan, setiap hari, dia dan rekannya memperoleh Rp 800-900 ribu. Dari uang sejumlah itu, mereka harus menyetorkan uang sewa ke pemilik bus sebesar Rp 350 ribu. Kemudian mereka juga harus mengeluarkan uang untuk beli solar Rp 250 ri­bu sehari. Praktis, setiap harinya mereka hanya bisa membawa pulang Rp 200-300 ribu yang dibagi berdua dengan sopir.

"Itu hitung-hitungan kalau kami kebetulan bisa narik sehari penuh ya. Kalau tak sehari penuh, ya tak sampai segitu. Sebab, sebet­ulnya sopir dan kernet Metromini ini masing-masing ada dua. Cuma kebetulan sekarang yang satunya lagi sakit," jelasnya.

Adi mengatakan, kebanyakan armada Metromini menerapkan sistem dua shift. Shift pertama dimulai dari jam 6 pagi, sampai jam 3 sore. Shift berikutnya dilakukan mulai jam 3 sore, sam­pai jam 12 malam. Sistem dua shift ini ditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan para kernet dan sopir lainnya, serta atas pengetahuan dan persetujuan para pemilik kendaraan.

"Tapi ya ruginya gitu, pendapatan yang diperoleh bisa turun sampai setengahnya. Terkadang malah tidak cukup untuk bayar setoran, sehingga kami harus meminjam duit setoran," kata dia.

Selain sistem dua shift, dalam praktiknya juga terdapat sistem yang disebut "aplusan". Sopir dan kernet aplusan bekerja dengan sistem 2 : 1. Artinya, dua hari menjadi sopir dan satu hari menjadi kernet. Sistem aplusan ini resmi alias sepengetahuan pemilik Metro Mini.

"Saya juga kalau lagi nyetir suka ngebut sampai menerobos lampu merah. Soalnya kalau langsung jalan, nanti yang di belakang kan kena lampu merah Penumpang di depan buat kami semua tuh. Jadi kami santai nariknya," papar pria berusia 20 tahun itu.

Selama lima tahun narik bus, Adi mengaku hanya sekali men­galami kecelakaan, yaitu ketika dirinya menabrak pembatas jalan tahun lalu. Tidak ada penumpang yang menjadi korban dalam kejadian itu. Bagian depat bus hanya lecet sedikit, dan langsung diperbaiki pemiliknya. "Kami sering ngebut, tapi jarang yang celaka," tandasnya.

Menurut dia, Metromini yang menyerobot palang pintu kereta di Angke, Jakarta Utara, akibat para sopir dikejar setoran. Bila sopir digaji, kata dia, kemung­kinan besar tak ada lagi yang menyerobot dan ugal-ugalan.

"Kami juga ingin santai dari­pada kejar setoran sampai celaka begitu," tukasnya.

Pendapat serupa dilontarkan oleh Fahrurozi, supir Metromini lainnya. Pria berusia 18 tahun ini mengatakan, banyaknya Metromini yang berkeliaran di Jakarta, membuat usahanya untuk mengejar setoran men­jadi berat. Maka dari itu banyak cara yang mereka lakukan demi mewujudkan hal tersebut.

"Saya juga pernah kok nero­bos palang pintu perlintasan kereta waktu bawa mobil lain. Tujuannya sama, supaya mobil di belakang ketinggalan dan penumpang di depan bisa saya ambil," tuturnya.

Oji, sapaan akrabnya mengakui, jika hal yang dilakukannya berbahaya, dan membuat takut penumpang. Namun dia juga tidak bisa menghindari hal itu, karena adanya tuntutan setoran dan kebutuhan yang harus dipenuhi.

"Saya setoran itu Rp 400 ribu per hari. Sementara sampai jam 5 sore ini, buat setoran baru dapat Rp 200 ribu. Soalnya tadi dipakai untuk beli solar Rp 250 ribu. Makanya harus agak nekat bawanya biar keuber," kata dia.

Karena itu, Oji setuju jika Metromini diintegrasikan denganTransjakarta. Dengan ber­gabung, kata dia, bus juga akan diperbaiki, berpenyejuk udara, dan tempat duduknya nyaman.

"Bus sekarang jelek. Kasihan penumpang, nggak nyaman," pungkasnya.

Latar Belakang
Dari Alat Transportasi GANEFO Hingga Kecelakaan Yang Tewaskan 18 Orang

Keberadaan Metromini di Jakarta kembali jadi sorotan. Angkutan umum tersebut memi­liki sejarah panjang, mulai dari pengoperasiannya sebagai bus pengangkut atlet.

Dari berbagai catatan diketahui, Metromini pada awalnya dibuat untuk menjadi kendaraantransportasi pesta olahraga Games of the New Emerging Forces (GANEFO) pada 1963. Metromini atau yang dulu dike­nal dengan "bus merah" pertama beroperasi tahun 1963, saat Gubernur Somarno memimpin Jakarta.

Atas instruksi Presiden Soekarno, bus ini digunakan untuk kebutuhan transportasi pesertapesta olahraga GANEFO. Hingga kini, Metromini masih bertahan. Masih beroperasi.

Metromini kembali menjadi sorotan karena Bus Metromini B 80 jurusan Kota-Kalideres bernomor polisi B 7060 FD menerobos pintu perlintasan hingga tertabrak kereta rel listrik (KRL) di Tubagus Angke, sebelum Stasiun Angke, Tambora, Jakarta Barat, Minggu (6/12/).

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Muhammad Iqbal mengatakan, kecelakaan itu terjadi sekitar pukul 08.30 WIB. Saat itu, sebuah kereta commuter line hendak melintas. Pintu perlintasan kereta dalam keadaan tertutup, tetapi masih ada celah untuk menerobos.

Nah, Metromini menerobos melalui celah tersebut. "Palang pintu kereta tidak full, hanya tiga perempat menutup jalan, sehingga Metromini menerobos palang pintu tersebut," kata Iqbal melalui keterangan tertulis.

Berdasarkan keterangan saksi bernama Said kepada polisi, Metromini tersebut menerobos melalui jalur kedua sebelah kanan dengan maksud melewati jalur kereta tersebut. Sopir bus diduga tidak menyadari bahwa kereta tengah melintas hanya berjarak sekitar 50 meter.

"Saksi melihat kereta api su­dah berada di jembatan sekitar 50 meter dari palang pintu. Saksi sempat berteriak, tetapi sopir Metromini tidak menghiraukan. Saksi melihat Metromini tersebut tertabrak pada bagian sampingsebelah kanan," ujar Iqbal.

Akhlani (57), saksi lain, mengatakan bahwa tabrakan itu menimbulkan bunyi keras. Pedagang dekat pintu perlintasan kereta itu juga menyaksikan, pintu sudah menutup ketika Metromini menyerobot.

Akibat kejadian itu, pecahan kaca bus tersebut berserakan di perlintasan. Berbagai alat pen­dukung sarana kereta, termasuk sensor sinyal pun rusak. Badan kendaraan itu terseret sejauh 200 meter, hingga ke Stasiun Angke. Hal itu karena laju kereta cukup kencang. Sebab, saat itu KRL ini tidak berhenti di Stasiun Angke, melainkan hanya untuk keperluan putar balik. Bukan untuk aktivitas naik-turun penumpang.

Total ada 24 penumpang Metromini menjadi korban. Tujuh penumpang awalnya dilaporkan selamat, sementara 17 orang meninggal dunia. Para korban dibawa ke sejumlah rumah sakit. Jumlah korban tewas kemudian bertambah menjadi 18 orang, di mana satu korban meninggal di RS Sumber Waras.

Dari 18 korban, tiga di antaranya merupakan warga Cilacap, Jawa Tengah. Dua korbanyang dimakamkan di Desa Banjarwungu merupakan kakak beradik, Melisa Dwi dan Elisah. Sedangkan satu korban lagi Sajam, warga Desa Tambakreja Kecamatan Kedungreja. Sajam diketahui masih memiliki hubungansebagai paman kedua kor­ban tersebut.

Sementara itu, Keluarga Agus Muhammad Irfan (37), kernet Metromini 80 jurusan Kalideres-Grogol bernopol B 7760 FD yang ditabrak KRL Commuter Line, mendatangi Rumah Sakit Sumber Waras. Mereka datang untuk mengambil jenazah Agus. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Aksi Massa Desak Polisi Tetapkan Said Didu Tersangka

Kamis, 03 Oktober 2024 | 20:43

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Jadi "Pengacara", Anies Ajak Publik Berjejaring di LinkedIn

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:09

Prabowo Tak Perlu Ganti Kapolri

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:05

Zaken Kabinet Prabowo Bakal Rekrut Profesional dari Parpol?

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:52

KPK Amankan Uang Lebih dari Rp10 Miliar dalam OTT di Kalsel

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:32

4 Boks Dokumen Disita Kejagung dari 5 Ruangan KLHK

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:23

Adi Prayitno: Sistem Pilkada Serentak Perlu Dievaluasi

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:00

Pemuda Katolik Sambut Baik Pengangkatan Uskup Bogor jadi Kardinal

Senin, 07 Oktober 2024 | 18:49

Andra Soni Janjikan Rp300 Juta per Desa Jika Jadi Gubernur Banten

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:45

Polda Metro Jaya Dalami Asal Puluhan Ribu Pil Ekstasi di PIK

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:21

Peringati Setahun Perang Gaza, Hizbullah Serang Kota Haifa Israel

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:18

Selengkapnya