Statemen yang salah tafsir terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PNJakpus) mengenai konflik Partai Golkar bisa dianggap pembohongan publik.
"Komentar yang berlerlebiÂhan terkait putusan PNJakpus itu tidak etis, bahkan bisa masuk kategori pembohongan pubÂlik," tegas Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Jakarta, Agung Laksono, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Seperti diketahui, Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie (ARB) mengaku gembira dan merasa dimenangkan pengadiÂlan karena putusan pengadilan meminta kedua belah pihak menempuh proses persidangan di Mahkamah Partai terlebih dahulu.
Agung Laksono selanjutÂnya menjelaskan, hasil putusan pengadilan itu tidak menyebutÂkan kepengurusan mana yang sah, baik kepengurusan hasil Munas Bali maupun Jakarta.
"Pengadilan kan hanya meminta agar pihak Munas Bali dan Munas Jakarta menempuh proses di Mahkamah Partai dulu. Tidak sebut yang di Bali sah atau di Jakarta yang sah. Maka itu harus diluruskan sesuai fakta yang ada, kan ada amar putusannya," paÂpar bekas Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat itu.
Berikut kutipan selengkapÂnya:Bagimana Anda dan penÂgurus DPP Partai Golkar menanggapi putusan PN Jakpus? Begini. Dengan dasar yang ada, saya harus menghormati hukum. Artinya kita harus tegakÂkan hukum sesuai dengan fakta, bukan opini.
Putusan pengadilan itu meÂmerintahkan agar dalam proses penyelesaian internal partai Golkar didahulukan melalui Mahkamah Partai. Karena itu perintah pengadilan dan itu juga berdasarkan Undang-undang Nomor 2 tahun 2011 mengenai Parpol, maka kami harus mengiÂkuti dan menghormati lembaga peradilan dan sudah meminta kepada Mahkamah Partai Golkar untuk segera melakukan perÂsidangan.
Anda yakin Mahkamah Partai akan adil dan obyektif?Saya berkeyakinan Mahkamah Partai akan bersikap obyektif dan netral, sehingga nanti hasilÂnya juga fair. Saya kira berÂdasarkan fakta-fakta yang ada pada dasarnya kami menggugat keabsahan Munas Bali.
Kenapa?Karena sejak awal kami meÂnyatakan Munas Bali tidak sesÂuai dengan semangat demokrasi, dan tidak sesuai dengan undnag-undang, terutama Undang-Undang Parpol.
Dari mana Anda tahu kalau Munas Bali tidak demokratis?Dalam pelaksanaannya ditemukan laporan intimidasi dan ancaman serta pemecatan kader daerah. Itu yang menyebabkan jalannya Munas Bali tidak sesuai dengan AD/ART. Apalagi ada indikasi semacam penggiringan untuk mengkriet aklamasi satu calon saja.
Tapi Muladi bilang Mahkamah Partai tidak bisa bersidang, ini bagaimana?Ini kan perintah pengadilan. Kalau tidak dilaksanakan akan melanggar UU Parpol dan tentu ada sanksinya. Saya harapkan seÂmua mematuhi putusan PNJakpus itu. Soal hasilnya ya terserah karena kami tidak bisa memerinÂtahkan Mahkamah Partai.
Dengan putusan itu, kenapa ada yang merasa menang?Ini bukan masalah menang dan kalah. Pengadilan belum menyentuh kepada pokok perkaÂra dan substansinya, apalagi materinya. Jadi baru prosedur saja. Kami diminta melalui prosedur Mahkamah Partai, apalagi Pengadilan tidak menyebutkan Mahkamah Partai Munas mana, tapi menunjuk orang-orang yang ketuanya Muladi dan anggotanya Natabaya, Aulia Rachman, Djasri Marin dan Andi Mattalata. Jadi semua sudah jelas. Tidak ada yang menang atau kalah. Jangan ada yang merasa menang.
Apa yang Anda lakukan terkait itu?Makanya harus diluruskan, kalau ada yang menyatakan Munass Bali sudah menang, itu komentar menyesatkan dan keÂliru. Saya kira tidak boleh menÂgeluarkan statemen melebihi putusan pengadilan yang ada.
Apa itu akan berpengaruh sampai kader titingkat bawah?Itu sudah pasti. Karena ini akan berpengaruh pada kader-kader di bawah. Ucapan pemimpin itu akan mempengaruhi kader di bawah. Ini bukan ditolak tapi dikembalikan untuk dilakukan mekanisme atau proses internal partai terlebih dahulu. Kalau ditolak baru bisa bicara kalah menang, ini kan tidak. ***