Berita

ilustrasi/net

Publika

Larangan Melintas Sepeda Motor Bukan Solusi

SABTU, 20 DESEMBER 2014 | 18:01 WIB

RABU, 17 Desember 2014, Pergub No. 195 tahun 2014 mulai diterapkan di DKI. Peraturan tersebut terkait kebijakan pelarangan sepeda motor melintas di Jalan Thamrin-Merdeka Barat. Diterapkannya peraturan tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat yang beraktivitas di DKI.

Bahkan lebih banyak mereka yang kontra, karena memang peraturan tersebut dirasakan banyak kalangan sangat menyulitkan untuk masyarakat melakukan aktivitasnya. Banyak reaksi penolakan yang muncul di media massa maupun media sosial. Bahkan salah satu teman saya di media sosial bilang "stop kebijakan tipu-tipu, ini sama aja menambah kemacetan lainnya."


Lalu apa yang menjadi dasar dari pemerintah provinsi DKI menerapkan peraturan tersebut? Seperti yang sudah disampaikan Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama (Ahok) di beberapa media massa, pemprov DKI mengeluarkan peraturan tersebut karena ingin mengatasi kemacetan dan menekan angka kecelakaan. Benarkah demikian?

Lalu apa yang menjadi dasar dari pemerintah provinsi DKI menerapkan peraturan tersebut? Seperti yang sudah disampaikan Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama (Ahok) di beberapa media massa, pemprov DKI mengeluarkan peraturan tersebut karena ingin mengatasi kemacetan dan menekan angka kecelakaan. Benarkah demikian?

Mengurangi kemacetan, kalimat ini selalu menjadi jurus ampuh untuk melancarkan kebijakan yang terkait dengan transportasi di DKI. Kenyataannya peraturan-peraturan yang bertujuan untuk mengurangi kemacetan selalu terlihat tidak optimal.

Lalu apakah bisa dengan melarang sepeda motor melintas di beberapa kawasan tertentu kemacetan akan teratasi? Kalau pemerintah tidak berani menekan populasi kendaraan, maka saya rasa kebijakan pelarangan sepeda motor melintas di Thamrin-Merdeka Barat tidak akan berdampak mengurangi kemacetan. Buktinya, ketika peraturan ini diterapkan, justru terjadi kemacetan yang luar biasa di ruas jalan tanah abang yang merupakan alternatif menuju kawasan tersebut.

Selanjutnya, penjelasan Ahok kalau kebijakan ini merupakan salah satu upaya menekan angka kecelakaan memunculkan perdebatan. Menurut Indonesia Traffic Watch (ITW), data kecelakaan di kawasan tersebut sangatlah tidak valid jika dijadikan alasan. Kecelakaan justru sering terjadi di ruas jalan alternatif menuju kawasan tersebut.

Lalu apa sebenarnya alasan mendasar pemerintah provinsi DKI membuat aturan tersebut?

Menurut ITW, ada indikasi peraturan ini berkaitan dengan upaya mempercepat pemberlakuan Electronic Road Pricing (ERP) atau sistem jalan berbayar di beberapa kawasan DKI. Kalau benar demikian, maka peraturan ini bisa dikatakan kental aroma bisnis dan "merampas" hak publik.

Terlepas dari "isu" ERP, peraturan tersebut terkesan mendiskriminasi pengguna sepeda motor yang hampir sebagian besar merupakan warga kelas menengah kebawah. Katakanlah peraturan ini untuk Jakarta yang lebih baik, tapi mengorbankan masyarakat kecil. Meskipun pemprov DKI menyediakan bus gratis di kawasan tersebut dan mau menambah lahan parkir di area yang menuju kawasan tersebut, itu bukanlah solusi.

Kalau memang permasalahan utamanya ingin mengurangi kemacetan dan ingin menekan angka kecelakaan kenapa pemprov tidak menyediakan jalur khusus untuk sepeda motor saja di kawasan tersebut? Dan kalau ingin mengurangi kemacetan, menekan angka populasi kendaraan dengan cara membuat moratorium dengan para produsen kendaraan, merupakan langkah yang harus dicoba.

M Baihaqi Nabilunnuha
Jl. Semanggi 2 No 89b
Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya