Majelis Ulama Indonesia (MUI) melarang doa diperjualbelikan. Apa lagi dengan tarif tertentu.
“Itu nggak boleh dong. Masak doa pakai tarif, cara itu nggak benar,†kata Ketua MUI, Ma’ruf Amin, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Seperti diketahui, program titip doa yang digagas sebuah Komunitas Sedekah Harian menuai keritikan. Mereka menawarkan untuk menitipkan doa lewat financial planer Ahmad Ghazali yang sedang berada di Mekkah. Ahmad Ghazali juga menjabat dewan pembina komunitas tersebut.
Rupanya doa itu tidak gratis. Biayanya Rp 102.014 untuk setiap doa. Setelah uang ditransfer, doa yang diinginkan bisa dikirim ke e-mail. Program ini diberi nama Titip Doa Baitullah.
Ma’ruf Amin selanjutnya mengatakan, komersialisasi sebuah ibadah itu dilarang. “Kalau doa pakai tarif, pakai jasa, itu namanya komersialisasi ibadah. Cara seperti ini tidak benar,†ujarnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Bukankah doa dari orang itu dianjurkan?Kalau titip doa tanpa tarif, justru dianjurkan. Yang mendoakan ikhlas. Itu yang betul.
Sebab, doa orang yang sedang berhaji itu salah satu doa yang makbulan (dikabulkan) oleh Allah.
Apa sudah diklarifikasi oleh pemasang iklan itu?Sekarang belum diluruskan. Saya baru mengetahui masalah itu. Perlu dipelajari dulu.
Bagaimana dengan fatwa MUI?Tidak bisa diputuskan sekarang karena harus melalui sidang majelis fatwa.
Apa sikap MUI?MUI belum menentukan sikap apa-apa karena kami akan mempelajari masalah ini. Pokoknya, doa itu nggak boleh diperjualbelikan.
Kalau ada seseorang minta orang lain untuk mendoakan dirinya dan memberikan ongkos, itu sedekah namanya. Ini berbeda dengan bayar doa.
Apa MUI akan memanggil orang itu?Ya, kita akan pelajari dan kita bahas, termasuk memanggil orang terkait mengenai iklan yang kesannya titip doa harus bayar.
Apa dampaknya terhadap masyarakat?Doa itu yang tepat adalah dilakukan oleh diri sendiri atau meminta didoakan yang doanya bisa diterima. Tapi tidak harus dengan bayar dan ditarifkan.
Di pemakaman suka ada orang yang membantu mendoakan, ini bagaimana?Ya, itu kan dia memimpin doa bagi para peziarah. Kemudian para peziarah itu memberikan sejumlah uang, itu termasuk sedekah. Karena memang dia sebagai pemimpin doa bagi para keluarga yang melakukan ziarah. Toh sepengetahuan saya peziarah biasanya memberikan seikhlasnya. Jangan disalahpahamkan masalah itu
O ya, bagaimana tanggapan Anda mengenai wacana lokalisasi perjudian dan pelacuran oleh pemprov DKI Jakarta?Sikap MUI jelas, tidak akan pernah menyetujui bentuk kemaksiatan apapun bentuknya, baik itu keinginan pusat atau daerah.
Kenapa?Lokalisasi pelacuran dan perjudian itu sama dengan legalisasi perjudian dan pelacuran. Itu tidak benar.
Di Jakarta pernah ada kompleks pelacuran terbesar. Kemudian ditutup di zamannya Gubernur Sutiyoso. Sekarang dijadikan Islamic Center, dan berbagai kegiatan dakwah berlangsung di bekas tempat kompleks pelacuran itu.
Begitu juga perjudian juga sudah dihapus. Apa yang sudah baik, diteruskan saja. Kok mau ditimbulkan lagi wacana lokalisasi pelacuran dan perjudian.
Harusnya bagaimana?Pemerintah pusat dan daerah hendaknya tidak memikirkan duit saja. Pikirkan juga ahlak masyarakat. Para pelacur dan penjudi itu perlu disadarkan dan dibimbing agar menjadi manusia yang produktif dalam kreatifitas serta pekerjaan.
Banyak pelacur dari daerah, bagaimana penanganannya?Saya kira perlu dilakukan pendataan dari mana saja wanita itu. Kemudian dilakukan pembangunan sumber daya manusia.
Kalau itu dilakukan, mereka bisa berkarya dan bekerja di daerah asal, sehingga tidak ke Jakarta yang saat ini sulit cari pekerjaan.
Apa MUI sudah sampaikan keberatannya?Sudah. Kalau mau bangun lokalisasi perjudian dan pelacuran, jangan jadi Gubernur atau Wakil Gubernur DKI Jakarta, jadi Gubernur Hong Kong saja, ha...ha...ha. ***