Berita

Mahfud MD

Wawancara

WAWANCARA

Mahfud MD: Saat Ini Masyarakat Pikir Semua Hakim MK Korupsi

SENIN, 18 NOVEMBER 2013 | 09:41 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD tetap meyakini kerusuhan di MK  imbas kasus Akil Mochtar.

“Salah kalau ada yang berpikir, kasus Akil tidak ada efeknya. Kerusuhan di MK itu baru pertama kali. Itu terjadi karena MK sedang kehilangan wibawa,” ujar Mahfud MD, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, Sabtu (16/11).

Saat dirinya memimpin MK, lembaga itu sangat berwibawa. Saat sidang, tidak pernah ada yang ngobrol.


“Saya pernah mengusir orang yang ngobrol saat sidang. Karena sudah ditegur, tapi tetap dilakukan. Saat itu tidak ada protes,’’ paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya;

Kalau sekarang bagaimana?
Saat kejadian itu kan  sampai hakimnya yang diusir dari ruang sidang. Kan itu artinya hakim  sudah tidak dianggap, tidak ada wibawanya.

Akil kan sudah dipecat, bukankah seharusnya tidak perlu rusuh seperti itu?
Saat ini masyarakat itu kan berpikir semua hakim MK sama saja.  Sama-sama korupsi, sama-sama menerima suap. Sebab, mereka tahu, keputusan MK diambil secara kolektif. Makanya saat terjadi ketidakpuasan, pihak yang merasa tidak paus  melampiaskannya dengan membuat kericuhan. Sebab, masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap MK. Itu efek dari kasus Akil.
 
Akil masih sendirian tersangka, bukankah  hakim lain bersih?
Ya. Tapi masyarakat tetap berpikir semua hakim MK sama. Padahal kenyataannya tidak begitu. Hakim MK yang ada saat ini menurut saya sudah bagus.
 
Apa anggapan masyarakat itu logis karena putusan diambil secara kolektif?
Memang. Tapi tidak berarti semuanya terlibat dalam kasus penyuapan itu. Hakim MK bisa saja kok bermain sendirian.
 
Caranya?
Putusan sebuah kasus itu kan sebetulnya dilakukan beberapa hari sebelum diumumkan. Misalnya pengumumannya hari Jumat. Putusan sudah diambil hari Senin sebelumnya.
Nah, setelah keputusan itu kan siapapun bisa bermain sendiri. Dia tinggal menghubungi pihak yang menang, dan menawarkan untuk memenangkan. Atau sebelumnya sudah ada kesepakatan dengan seorang hakim. Kalau dimenangkan dia akan dapat bagian. kalau kalah, ya nggak dapat. Kalau seperti ini kan tidak perlu melibatkan semua hakim.
 
Kalau begitu, apa yang harus dilakukan?

Harus ada kerja sama antara media massa dan para pengamat, untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai teknis kerja hakim MK.

Dalam pemberitaan, pengamat dan media jangan hanya menilai negatif hakim MK terus. Masyarakat boleh tetap menyoroti kinerja hakim MK. Tapi beri juga kesempatan kepada mereka untuk membuktikan, kalau MK bisa memperbaiki diri.

Semua pihak harus bekerja sama, atau kewibawaan MK tidak akan pernah bisa kembali.
 
Secara internalnya, bagaimana?
Tentu internal juga harus diperbaiki.  Ke depan, para hakim juga perlu terbuka dengan pemikiran di luar MK. Hkim MK tidak boleh menunjukkan resistenti. Terutama mengenai rencana pembentukan pengawas hakim MK. Pasalnya, sikap MK yang sejauh ini memaksakan diri untuk membentuk Dewan Etik terkesan lantaran tidak mau menerima pemikiran di luar MK untuk melakukan pengawasan terhadap hakim konstitusi. Biarkan Majelis Kehormatan yang anggotanya terdapat orang luar, yang melakukan pengawasan. 

O ya, polisi dinilai tidak mencegah kerusuhan di MK itu, ini bagaimana?
Menurut saya pengamanan yang dilakukan sudah sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) kok. Polisi ada, tapi tidak boleh memasuki ruang sidang tanpa diiminta hakim. Sementara saat sidang berlangsung, dalam ruangan hanya boleh diawasi oleh satpam pada masing-masing sudutnya. Jadi tidak ada pelanggaran dalam hal pengamanan. Hanya saja prosedur pengamanannya mungkin perlu diperbaiki.
 
Apanya diperbaiki?
Usul saya, polisi harus sudah bisa berada di dalam ruang sidang. Kalau dulu polisi tidak bisa ada di ruang sidang, sekarang harus dibolehkan untuk pengamanan. Bahkan kalau bisa di depan meja Hakim harus ada polisi, untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya