Neneng Sri Wahyuni
Neneng Sri Wahyuni
Yulianis, bekas Direktur KeÂuangan PT Anugerah Nusantara menyebutkan, perusahaan itu adalah anak dari PT Anugerah NuÂsantara (AN) milik M NaÂzaÂrudÂdin, suami Neneng. Dalam kesaksianÂnya, ia mengisahkan awal pertama mengenal sosok Neneng.
Katanya, ia pertama bergabung dengan PT AN pada akhir AgusÂtus 2008. Saat itu, ia mulai kenal deÂngan terdakwa Neneng. BahÂkan, dia sempat menilai, Neneng seÂbagai pemilik PT AN. KeÂsimÂpulan itu diambil lantaran melihat peÂran Nenang yang sangat vital dalam perusahaan.
Kesaksian ini jelas-jelas berÂbeda dengan keterangan Neneng yang selama ini mengaku sebagai ibu rumah tangga. “Anggapan saya, dia itu sebagai pemililik peÂruÂsahaan, karena sebuah perÂseÂtuÂjuan harus diketahui dia dan diÂteÂruskan kemudian ke Pak NaÂzar,†katanya.
Lalu majelis hakim meÂlanÂjutÂkan, sepengetahuan saksi, peran signifikan apa yang dilakukan NeÂneng? Yulianis menyatakan, NeÂneng dan Nazaruddin selalu terlibat penandatanganan perÂseÂtujÂuan pengeluaran uang PT AN.
Termasuk, pengeluaran uang unÂtuk mengurusi proyek PLTS KeÂmenakertrans 2008 yang beÂlaÂkangan bermasalah. Dia meÂnamÂbahkan, proyek PLTS ini awalnya diajukan oleh Oktarina Furi kepadanya.
Yulianis pun mengecek data mengenai proyek tersebut. Begitu data proyek dianggap valid, dia meneruskan data tersebut kepada Neneng. “Saya yang meÂmuÂtusÂkan data tersebut benar atau tiÂdak,†ucapnya.
Akan tetapi, sambung dia, beÂgitu masuk tahun 2009, peran NeÂneng di perusahaan mulai berÂkurang. Bahkan sebutnya, NeÂneng sudah tidak pernah ikut camÂpur tangan mengurusi proÂyek. “Hanya memantau keÂuangan,†tandasnya.
Mekanisme pemantauan keÂuangan dilakukan Neneng lewat cara menelepon. Kadang sebut dia, Neneng yang menelepon, tapi kadang sebaliknya, Yulianis yang menelepon memberi lapoÂran keuangan perusahaan. Dia mengaku tidak tahu, kenaÂpa NeÂneng lebih memilih meÂmanÂtau keuangan perusahaan meÂlalui telepon.
Saksi lain, staf Keuangan PT AN Oktarina Furi menyebutkan, tugasnya hanya memberi laporan keÂpada Yulianis. Hal yang dilaÂporkan dalam perkara PLTS ini berkaitan dengan data proyek.
“Semua saya laporkan kepada ataÂsan saya,†terangnya. Akan teÂtapi, dia tak mengetahui mÂeÂkaÂnisme pembayaran yang diterima dan dilakukan PT ANP saat meÂngurusi proyek PLTS.
Penjelasan saksi Oktarina ini diamini oleh saksi Timas Ginting, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek PLTS-KemenaÂkerÂtans. Dia menyebutkan, beÂkerÂjaÂsama deÂngan perusahaan rekanan KeÂmeÂnÂakertrans yakni, PT ANP. Dia pun mengenal Neneng sebaÂgai saÂlah satu orang dari PT ANP yaÂng meÂngurusi proyek PLTS.
REKA ULANG
Neneng: Saya Ibu Rumah Tangga
Neneng Sri Wahyuni didakwa mengintervensi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan panitia pengadaan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya KemenÂteÂrian Tenaga Kerja dan TransÂmigÂrasi tahun anggaran 2008. InterÂvensi ditujukan agar PT Alfindo Nuratama Perkasa (ANP) meÂmeÂnangkan proyek tersebut.
Jaksa mendakwa Neneng dan suaminya, M Nazaruddin memÂperÂkaya diri sendiri sebesar Rp 2,2 miliar dalam proyek ini. Selain aliran dana pada terdakwa, PPK proyek ini, Timas Ginting juga mendapat Rp 77 juta dan 2000 dolar Amerika Serikat.
Jaksa menyebutkan, panitia proyek kasus ini antara lain, Hardy Benry Simbolon meneÂrima dana sebesar Rp 5 juta dan 10 ribu dolar Amerika, Sigid MusÂtofa Nurudin mendapat Rp 10 juta dan 1000 dollar Amerika, Agus Suwahyono Rp 2,5 juta dan 3500 dolar Amerika, Sunarko Rp 2,5 juta dan 3500 dolar Amerika, AriÂfin Ahmad Rp 40 juta, dan KarÂmin, utusan dari PT Nuratindo mendapat Rp 2,5 juta.
Jaksa Ahmad Burhanuddin mendakwa, tindakan terdakwa jelas-jelas merugikan keuangan negara hingga Rp 2,729 miliar. Neneng didakwa ikut mengaÂlihÂkan pekerjaan utama dari PT Alfindo Nuratama ke PT SunÂdaÂya dalam proses pengadaan dan pemasangan PLTS.
PT Alfindo dipinjam bendera perusahaannya oleh PT Anugerah Nusantara yang juga bagian dari Grup Permai. “Telah memperÂkaÂya diri terdakwa atau Nazaruddin atau PT Anugerah Nusantara Rp 2,2 miliar,†sebut jaksa.
Perbuatan Neneng diancam pidana Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi. Ancaman hukuman dalam kasus tersebut, 20 tahun penjara.
Tapi, Neneng membantah. Dia mengaku tidak menjabat sebagai Direktur Keuangan PT Anugerah NuÂsantara. “Status pekerjaan saya bukan Direktur Keuangan, saya ibu rumah tangga,†katanya seusai mendengar pembacaan dakwaan.
Dia menjawab, mengerti dakÂwaan yang disusun penuntut umum dari KPK. “Saya mengerti tapi menolak dakwaan,†ujarnya.
Kuasa hukumnya, Elza Syarief pun menekankan, dakwaan pada kliennya cacat hukum. “Secara akte maupun factual, dia bukan diÂrektur. Berarti surat dakwaan itu sudah cacat hukum,†tegasnya.
Dia pun menyoal, kenapa KPK tiÂdak menjadikan Yulianis terÂsangÂka. Padahal dalam BAP YuÂlianis tangÂgal 1 Juni 2011, dia meÂngaku perÂnah mengantarkan uang jutaan dolar ke oknum pejabat Kemenpora.
Kuasa hukum lainnya, JuÂniÂmart Girsang mengatakan dakÂwaÂan terhadap Neneng dipaksakan. “Sekarang buat apa tanda tangan kalau tidak masuk dalam akte, tiÂdak ada gunannya. Jadi dakwaan itu dalam status pun sudah salah, kami berpendapat dakwaan itu diÂpÂaksakan,†imbuhnya.
Diketahui, dalam kasus ini, TiÂmas Ginting juga ikut dijerat seÂbaÂgai tersangka. Timas dianggap terbukti menyalahgunakan weÂweÂnang dalam menyetujui pemÂbayaran supervisi PLTS kepada PT ANP.
Berharap Hakim Proporsional Menilai Saksi
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding menilai, keÂteÂrangan saksi harus ditelusuri secara komprehensif. Oleh seÂbab itu, hakim hendaknya mamÂpu memilah mana kesaksian yang mengandung kebenaran dan mana yang tidak.
“Pada sidang sebelumnya, haÂkim sudah pernah meminta jaksa untuk menjadikan saksi seÂbagai tersangka,†katanya. Hal itu menunjukkan adanya keÂtegasan sikap hakim dalam membaca kesaksian seseorang.
Dia mengatakan, hakim yang menangani kasus ini adalah hakim yang punya komitmen dalam pemberantasan korupsi. Jadi dia yakin, penilaian hakim akan proporsional. Dia meÂngaÂkui, seringkali ada saksi yang punya motivasi tertentu. Oleh seÂbab itu, ada beberapa kriteria saksi yang mesti diperhatikan.
Saksi-saksi ini tentu, adalah orang-orang yang mengetahui duduk perkara. Selain mengeÂtaÂhui perkara, saksi juga bisa dikategorikan sebagai orang yang terlibat dalam perkara.
Dia mengharapkan, keteraÂngan saksi-saksi seperti YuÂliaÂnis, Furi Oktarina dan Timas GinÂting menjadi kunci dalam menyelesaikan persoalan ini.
Diingatkan, bila keterangan sakÂsi benar-benar mampu memÂÂberi bantuan dalam meÂnyingÂkap perkara, semua pihak henÂdakÂnya tidak segan memÂbeÂriÂkan rekomendasi agar saksi mendapatkan perlindungan maksimal.
Dengan begitu, upaya peÂneÂgak hukum mencari kebenaran dapat berjalan secara wajar. “Berlangsung secara proÂporÂsioÂnal tanpa ada intervensi pihak luar,†katanya. Dia pun meÂnamÂbahkan, upaya hukum yang diÂlaÂkukan pihak terdakwa, henÂdaknya juga menjadi masukan atau pertimbangan dalam meÂmutus perkara.
Keterlibatan Pihak Lain Belum Terungkap
Boyamin Saiman, Koordinator MAKI
Koordinator LSM MaÂsyÂarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meÂnilai, keterangan saksi yang terÂungkap di persidangan menjadi petunjuk dalam menyelesaikan perkara ini. Lebih penting lagi, siapa pihak lain yang terlibat kaÂsus ini hendaknya dapat diÂkuak secara transparan.
“Masih ada dugaan keterÂliÂbaÂtan pihak lain yang belum terÂungkap. Peranan Yulianis yang sangat doÂminan dalam kasus ini juga maÂsih terasa janggal,†katanya.
Karena itu, ia memÂperÂtaÂnyaÂkan langkah jaksa, hakim dan peÂnyidik kasus ini yang belum menÂjadikan Yulianis sebagai terÂsangÂka. Dia yakin, hal itu ada dasarnya.
Dengan kata lain, penegak hukum mempunyai perÂtimÂbaÂngan atau pedoman dalam meÂnentukan status seseorang. “Di sisi lain, hal itu harus dihormati. Itu kompetensi penegak hukum. Biar menjadi domain mereka,†terangnya.
Lebih jauh, dia berharap, perÂsiÂdangan kasus PLTS bisa seÂlesai secara proporsional. Selain memberikan hukuman yang setimpal pada pelakunya, juga diÂharapkan mampu memberi efek jera pada pelaku lainnya.
Setidaknya, bilang dia, hakim maupun jaksa yang menangani kasus ini lebih mampu mengÂhaÂdirkan saksi-saksi yang kreÂdibel. Dengan begitu, keÂsimÂpulan atau kualitas putusan perÂkara ini menjadi benar-benar profesional.
“Bisa benar-benar menÂcerÂminÂkan azas keadilan bagi seÂmua pihak. Terutama bagi pihak yang diduga sebagai pelaku kaÂsus ini,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30