PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo)
PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo)
Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diketuai Esther P Sibuea, meÂÂnuntut Markus dan Beni lima tahun penjara. JPU juga baru meÂnyita uang kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp 60 miliar.
“Terdakwa satu dan terdakwa dua dituntut lima tahun penjara. Terdakwa juga diwajibkan mengÂganti keuangan negara Rp 60 miÂliar,†ujarnya dalam sidang di PeÂngadilan Tipikor Jakarta.
Jaksa mempertimbangkan, tuntutan lima tahun penjara diÂdaÂsari bukti kerugian negara RP 280 miliar. Dana tersebut, diperoleh terÂdakwa melalui pencairan kreÂdit dari Askrindo. Aliran dana kreÂÂÂdit tersebut, oleh terdakwa diÂkelola dalam perusahaan manajer investasi.
Tiga perusahaan investasi yang dikelola terdakwa adalah PT JaÂkarta Aset Manajemen (JAM), PT Jakarta Investmen (JI), dan PT JaÂkarta Securitas (JS). Ketiga peÂruÂsahaan manajer investasi terÂsebut, tambah jaksa, mengalirkan dana kredit ke PT Vitron, PT InÂdoÂwan, PT MMI dan PT Tranka Kabel (TK).
Namun dalam praktiknya, PT Vitron, Indowan dan MMI tidak mampu membayar kewaÂjiÂbanÂnya. Justru pemilik PT Vitron meÂlarikan diri. Akibat tindakan keÂtiga perusahaan tersebut, kedua terÂÂdakwa gagal memenuhi keÂwaÂjiban mengembalikan dana keÂpada Askrindo. Dalam kasus ini, PT TK saja yang menurut jaksa memenuhi kewajibannya Rp 60 miliar.
Dana Rp 60 miliar ini, oleh jakÂsa dianggap sebagai uang peÂngÂganti kerugian Askrindo. “Tindak pidana itu dilakukan bersama-sama. Oleh karenanya, jaksa meÂmohon agar hakim menjatuhkan hukuman sesuai tuntutan jaksa.â€
Menanggapi hal tersebut, keÂdua terdakwa berniat mengajukan nota pembelaan pada sidang peÂkan depan.
Terpidana bekas Direktur KeÂuangan Askrindo Zulfan Lubis meÂrasa terkejut dan kecewa menÂdengar tuntutan jaksa. Dia meÂniÂlai, tuntutan jaksa kurang fair. Soalnya, JPU hanya mengajukan tuntutan lima tahun terhadap Beni dan Markus.
Sedangkan dirinya dituntut huÂkuman 13 tahun penÂjara. “MeÂreÂka berdua tidak mÂenÂgemÂbalikan dana Askrindo Rp 280 milyar,†sebutnya, kemarin. “Perkara huÂkum ini tidak akan terjadi seÂanÂdainya mereka menyetorkan pemÂbayaran nasabahnya kepada Askrindo,†tambahnya.
Zulfan mengingatkan, tuntutan tersebut jauh berbeda dengan tuntutan terhadap terdakwa lain yang berperan sebagai pekerja di perusahaan manajer investasi penerima dana Askrindo tersebut. Dia membandingkan, tuntutan terhadap Ervan Fajar dan Tengku Helmy, jauh di atas tuntutan terhadap Beni dan Markus.
“Ervan dan Tengku Helmy itu buÂkan pemilik perusahaan manaÂjer investasi. Mereka juga tidak menerima dana Askrindo sebesar terdakwa Beni dan Markus,†tandasnya.
Oleh sebab itu, dia mengÂhaÂrapÂkan, semua pihak yang memiliki kompetensi pengawasan terhadap kinerja jaksa, mengawasi perÂsiÂdangan kasus ini. Jangan sampai, lanjut dia, tuntutan kali ini tak merepresentasikan upaya sunÂgÂguh-sungguh dalam meÂngemÂbaÂlikan kerugian Askrindo yang menÂcapai nominal Rp 400 miliar lebih. “Siapa yang harus menangÂgung kerugian Askrindo jika tunÂtuÂtan uang pengganti pada kedua terdakwa hanya disandarkan keÂpada pengembalian nasabah yang membayar,†tuturnya.
Dia menilai, jaksa belum terliÂhat berupaya maksimal dalam mengembalikan kerugian keÂuaÂngan negara, mengingat Askrindo beÂrada di bawah Badan Usaha MiÂlik Negara (BUMN).
Usaha jaksa, sebutnya, hanya menganÂdalÂkan pembayaran dari PT TK. Dia pun berharap, maÂjeÂlis hakim memutus perkara ini seÂcara adil.
REKA ULANG
Rp 407 M Belum Kembali Ke Kas Negara
Berdasarkan dakwaan jakÂsa, perkara korupsi Askrindo muÂlai terungkap ketika perusahaan manajer investasi milik terdakwa Markus Suryawan dan terdakwa Beni Andreas, yaitu PT Jakarta Aset Managemen (JAM), PT JaÂkarta Investment (JI) dan PT JaÂkarta Securitas (JS) memperoleh penempatan dana dari Askrindo lebih dari Rp 280 miliar.
Dana tersebut ditempatkan AsÂkrindo ke perusahaan manajer inÂvestasi itu dalam bentuk kontrak pengelolaan dana, repo saham dan obligasi. Namun saat mÂeÂmaÂsuki jatuh tempo, kedua terdakwa tidak mampu mengembalikan dana milik BUMN tersebut.
Belakangan diketahui, dana Askrindo itu digunakan para terdakwa untuk membeli seÂjumÂlah aset berupa apartemen mewah dan sejumlah saham-saham yang tidak jelas. Bahkan, uang pemÂbaÂyaÂran dari para pengguna dana atau para nasabah manager inÂvestasi, juga tidak disetorkan dua terdakwa itu kepada Askrindo. SeÂhingga, Askrindo merugi raÂtuÂsan miliar rupiah.
Ketua Majelis Hakim PaÂngeÂran NaÂpitupulu menegaskan, para terÂdakÂwa penerima dana AsÂÂkrindo haÂrus memÂperÂtangÂgungÂjawabkan peÂngembalian dana yang diteÂrimanya.
Dia menyebutkan, dari dana investasi Rp 442 miliar, manajer investasi baru mengembalikan Rp 35 miliar. Masih sekitar Rp 407 miliar yang belum kembali ke kas PT Askrindo. “Dana yang belum kembali adalah kerugian PT AsÂkrindo. Karena sahamnya milik pemerintah, maka keuangan PT Askrindo adalah keuangan neÂgara,†tegasnya.
Sebagaimana diketahui, para terdakwa kasus Askrindo sudah menjalani persidangan di PeÂngaÂdilan Tipikor Jakarta. Bahkan, lima dari tujuh terdakwa telah dijatuhi hukuman.
Bekas Direktur Keuangan PT Askrindo Zulfan Lubis dan bekas Direktur Investasi PT Askrindo Rene Setiawan, adalah dua orang pertama yang berstatus sebagai terÂpidana dalam kasus ini. MeÂnuÂrut majelis hakim, Zulfan dan Rene terbukti melakukan tindak piÂdana korupsi pengelolaan dana investasi perusahaan asuransi di bawah BUMN itu.
“Menyatakan terdakwa terbukÂti secara sah dan meÂyaÂkinÂkan meÂlaÂkÂukan tindak pidana koÂrupsi seÂcara bersama-sama. KenÂdati terÂdakwa tidak terbukti memÂperÂkaÂya diri sendiri, namun yang diÂlaÂkuÂkan terdakwa menyalahi aturan sehingga menyebabkan kerugian negara,†ujar Pangeran NapiÂtuÂpuÂlu saat membacakan vonis untuk Zulfan, Kamis, 5 Juli 2012.
Kedua terdakwa itu dijatuhi huÂÂkuman lima tahun penjara, kenÂÂdati jaksa menuntutnya 13 taÂhun penÂjara. Mereka juga dikenai denda Rp 1 miliar, atau jika tidak mampu membayar, mereka wajib mengÂgantinya dengan hukuman enam buÂlan kurungan. Dalam voÂnis terÂseÂbut, majelis tidak meÂnetapkan uang pengganti pada kedua terdakwa.
Tujuan PT Askrindo menyaÂlurÂkan dana kepada manajer invÂesÂtasi Rp 442 miliar adalah untuk memÂperoleh pendapatan bunga yang lebih besar dibandingkan bunga deÂposito yang berlaku pada bank umumÂnya. Namun, para maÂnajer invesÂtasi, yakni dari PT JaÂkarta Asset Management, PT JaÂkarta InvesÂtÂment, PT ReÂliance Asset MaÂnaÂgeÂment, JaÂkarÂta SeÂcuritas dan PT Harvestindo Asset MaÂnagement tidak dapat mengemÂbalikan dana ke PT Askrindo.
Pola Kasus Askrindo Sangat Profesional
M Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago mengingatkan agar pengusutan kasus pemÂboÂbolan dana PT Askrindo dilÂakuÂkan secara hati-hati. Selain meÂlibatkan pelaku profesional, siÂfat dari perkara seperti ini masif dan terstruktur.
“Polanya sangat profesional. Ada koordinasi antara pihak-pihak tertentu dalam merancang ini. Karena itu, polemik tunÂtuÂtan jaksa terhadap dua terdakwa yang lebih ringan dibanding tuntutan kepada terdakwa lain, harus disikapi secara jernih,†katanya.
Menurut dia, jaksa memÂpuÂnyai pedoman dalam meÂnenÂtuÂkan tuntutan. Hal ini idealnya Âdiapresiasi secara positif. NÂaÂmun demikian, dia merasa heÂran, kenapa Markus Suryawan dan Beni Andreas selaku peÂmiÂlik perusahaan manajer inÂvesÂtasi justru dituntut lebih ringan dibanding terdakwa seÂbeÂlumÂnya. “Padahal, terdakwa-terÂdakÂwa lain, bukan pemilik perusahaan manajer investasi,†tandasnya.
Oleh sebab itu, kata Taslim, persoalan ini harus dicermati seÂcara proporsional. Hakim yang dalam waktu dekat akan menentukan putusan, idealnya memperhatikan semua aspek yang ada dalam perkara ini.
Tuntutan jaksa yang lebih riÂngan kali ini, lanjut Taslim, tenÂtu dapat mengundang kecuÂriÂgaÂan. Tapi apapun yang teÂrÂjadi, dia meminta agar semua kaÂlaÂngan menahan diri. Jangan samÂpai proÂblem seperti ini justru mengÂhambat penuntasan perkara.
Menurutnya, selain meÂninÂdak pelaku, yang krusial dalam penanganan kasus ini adalah baÂgaimana mengembalikan keÂrugian negara dalam jumlah beÂsar itu secepatnya.
Di sini peran hakim sangat meÂnentukan. TerÂlebih pada siÂdang sebelumnya, majelis haÂkim sudah meÂnyaÂtaÂkan, masih ada dana Rp 407 miÂliar yang diÂduga belum kembali ke kas AsÂkrindo atau negara.
Fungsi Pengawasan Masih Lemah
Akhiruddin Mahjuddin, Koordinator Gerak Indonesia
Koordinator LSM GeraÂkan Rakyat Anti Korupsi (GeÂrak) Indonesia Akhiruddin MahÂjuddin menilai, substansi perÂkara Askrindo harus jelas. Jadi, bukan hanya berkutat pada persoalan beÂrapa lama dan upaya meÂngemÂbalikan kerugian negara.
“Idealnya juga memberikan dampak signifikan terhadap peÂruÂsahaan jasa pengelola keÂuaÂngan. Hal ini penting, lantaran kasus ini menunjukkan masih ada celah atau pengawasan yang lemah,†nilainya.
Soalnya, lanjut Akhiruddin, adanya kepastian hukum terÂhadap pelaku berikut upaya peÂngembalian keuangan negara akan sia-sia tanpa adanya usaha meningkatkan pengawasan di sektor ini. Jadi, tandasnya, lemÂbaga-lembaga yang bertugas meÂngontrol perusahaan manaÂjer investasi seharusnya juga mau belajar dari kasus ini.
“Jangan sampai, kasus seperti ini terus terulang. Berulangnya perkara seperti ini, akan berÂdamÂpak buruk pada sektor perÂekonomian negara. Ini yang haÂrus dijaga. Stabilitas ekonomi neÂgara bisa jadi taruhan akibat sistim pengawasan yang leÂmah,†ingatnya.
Akhiruddin berharap, kasus pidana kelas tinggi ini bisa diÂselesaikan sampai tuntas. MakÂsudnya, jangan sampai perkara ini hanya mampu menyentuh pelaku kelas kecil. “Semua yang terlibat hendaknya diungÂkapÂkan. Apa, bagaimana dan seÂjauhÂmana peran mereka,†tegasnya.
Menurutnya, apabila peÂnguÂsutan perkara ini dilakukan seÂcaÂra serius, masih ada pihak-piÂhak lain yang bisa dimintai perÂtanggungjawaban. Pihak lain itu, selain kreditur yang buron, bisa juga berasal dari lembaga yang memiliki otoÂriÂtas pada pemÂberian dan peÂngaÂwasan kredit.
“Apalagi, sejak awal kasus ini diungkap, sudah ada keÂteÂrangan bahwa pencairan kredit Askrindo kepada perusaÂhaan manajer investasi, menyalahi proÂsedur.†[Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32
Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59