Dhana Widyatmika
Dhana Widyatmika
RMOL. Harta kekayaan tersangka kasus korupsi dan pencucian uang Dhana Widyatmika yang telah disita Kejaksaan Agung, telah dihitung nilainya, yakni sekitar Rp 18 miliar. Tapi, itu masih angka sementara lantaran masih ada aset Dhana yang belum disita. Apalagi, penyidik Kejagung masih menelusuri harta kekayaan PNS Ditjen Pajak itu di sejumlah daerah.
Hal itu disampaikan Jaksa Agung Basrief Arief seusai meÂngikuti peÂluncuran buku Kinerja Akhir Tahun Kejaksaan Agung, keÂmarin, di SaÂsana Pradana, GeÂdung Utama, KeÂjaksaan Agung, Jakarta.
“Rekapitulasi itu masih diÂlakukan. Angka itu belum terÂmaÂsuk tanah, karena tanah belum dihitung semua. Ini tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di luar Jakarta. Kami kirim penyidik ke daerah-daerah untuk peÂneÂluÂsuÂran,†ujarnya.
Basrief menambahkan, jajaÂranÂnya butuh waktu untuk mengusut kasus dengan tersangka berinisial DW ini. “Sebab, yang kami usut itu tindak pidana korupsi dan penÂcucian uangnya sekaligus,†ucap bekas Jaksa Agung Muda InÂtelijen ini.
Ketika ditanya, mengapa KeÂjagÂung belum menetapkan terÂsangÂka baru kasus ini, Basrief berÂalasan, anak buahnya masih mengumpulkan bukti-bukti. “Tak bisa buru-buru, karena kami haÂrus sesuaikan dengan alat bukÂtinya. Percayalah, penyidik telah melakukan tugasnya secara keras,†ujar dia.
Kepala Pusat Penerangan HuÂkum Kejaksaan Agung Adi ToeÂgarisman menjelaskan, penyidik telah menghitung jumlah harta keÂkayaan DW yang sudah resmi diÂsita. “Hasil rekap sementara terÂhadap harta dan barang bukti yang disita dari DW, jumlahnya 18 miliar, 448 ribu rupiah,†ujarnya.
Adi merinci, harta kekayaan DW yang disita itu antara lain, uang dalam penyedia jasa keÂuangan sebesar Rp 11 miliar, uang tunai dalam bentuk Dolar AS sebesar 270 juta, dalam benÂtuk Dinar Irak sekitar 7 juta, daÂlam bentuk mata uang Riyad Saudi Arabia sebesar 1,3 juta. KeÂmudian, emas seberat 1,1 kiloÂgram. “Kalau dinilai dengan uang, sekitar 465 juta rupiah,†ujar bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau ini.
Barang sitaan lainnya, berupa kendaraan bermotor, termasuk mobil sedan Daimler Chrysler dan truk yang hasil sementara perÂhitungannya Rp 1,6 miliar. SeÂlanjutnya, kata Adi, investasi beÂrupa tanah yang belum semuanya dihitung. Taksiran sementara, niÂlainya sekitar Rp 4,5 miliar. “TeÂrus, jam Rolex yang diperÂkirakan harganya 103 juta rupiah,†ujarnya.
Adi menambahkan, angka itu masih bisa bertambah lantaran tim penyidik masih menelusuri harta kekayaan DW. “Misalnya, ada sembilan bidang tanah yang sertifikatnya sudah dilakukan peÂnyitaan, tapi secara fisik belum. Sembilan bidang tanah ini belum diÂhitung dalam uang,†katanya. Lokasi tanah-tanah itu, menuÂrutnya , berada di beberapa temÂpat di sekitar Jakarta. “Luasnya juga belum direkap,†lanjut dia.
Mengenai berapa uang yang diduga didapat Dhana dari wajib pajak, Adi juga mengatakan, angka tersebut sedang dalam penelusuran.
Dia menambahkan, masa penaÂhanan terhadap tersangka DW berakhir pada 21 Maret. “Dengan pertimbangan tim penyidik, peÂmeÂriksaan terhadap tersangka beÂlum selesai. Maka, penyidik meÂlalui Direktur Penyidikan, meÂminta perpanjangan penahanan kepada Direktur Penuntutan pada 16 Maret. Pada 21 Maret, DiÂrekÂtur Penuntutan menyetujui penaÂhanan selama 40 hari,†kata Adi.
Masa penahanan 40 hari itu terhitung sejak 22 Maret hingga 30 April mendatang. “Pukul satu siang, tim penyidik telah meÂnemui tersangka DW untuk meÂnandatangani berita acara peÂlakÂsanaannya,†ujar dia.
Pada bagian lain, KapusÂpenÂkum belum dapat memastikan naÂsib sejumlah perusahaan yang diduga mengalirkan dana kepada Dhana. “Semua fakta akan diÂruÂmuskan dan dianalisa penyidik. Kita tunggu saja hasil analisaÂnya,†ucapnya.
Sebelumnya, Direktur PenyidiÂkan Arnold Angkouw meÂnyeÂbutÂkan sejumlah perusahaan yang diduga mengalirkan dana kepada Dhana, seperti PT CT, PT Riau Perta Utama, PT Trisula ArÂtaÂmeÂga dan kemudian diinvestasikan ke PT Bangun Persada Semesta, PT Mitra Modern Mobilindo serta investasi reksadana.
Tim penyidik juga menemukan simÂpanan DW yang lain di lima bank, dua safe deposit box di Bank Mandiri dan sejumlah mata uang asing di rumah tersangka, Jalan Elang Indorama, KecamaÂtan Makasar, Jakarta Timur.
REKA ULANG
Memancang Lahan Di Woodhill Residence
Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus KeÂjaksaan Agung menemukan aset lain yang diduga milik Dhana Widyatmika (DW), pegawai Ditjen Pajak yang menjadi terÂsangka perkara korupsi dan penÂcucian uang.
Aset yang ditemukan penyidik itu berupa lahan di perumahan Woodhill Residence, milik PT BaÂngun Persada Semesta (BPS), Jati Asih, Bekasi, Jawa Barat. Dhana diketahui turut menaÂnamÂkan modalnya di PT BPS.
Menurut Kepala Pusat PeneÂrangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, DW memiliki aset tanah sebanyak 27 kavling dan tanah yang belum dikavling seÂluas 1,2 hektar. “Langkah yang kami lakukan selanjutnya adalah penyitaan,†katanya pada Kamis (15/3).
Namun, proses penyitaan tidak rampung dalam satu hari. “Masih berlanjut, sebab banyak hal yang harus diurus. Ada tanah, sertiÂfiÂkat, dokumen, proses izin ke PeÂngadilan Negeri Bekasi, tinjau loÂkasi, izin pemerintah setempat. Butuh waktu,†ujar Adi.
Tim penyidik yang terdiri dari empat jaksa, memulai upaya peÂnyitaan aset itu pada Kamis peÂkan lalu. Tim melakukan peÂmanÂcangan terhadap lahan yang diÂyakini milik Dhana. “Tapi, peÂnyiÂtaan rumah belum, karena harus dicocokkan dengan dokumen-doÂkuÂmen, sebab Dhana bukan peÂmilik tunggal perumahan ini. HaÂrus dipastikan yang mana saja bagian Dhana. Proses belum seÂlesai, penelusuran masih berÂlanjut,†ujarnya.
Penelusuran itu antara lain deÂngan meminta keterangan rekan bisnis Dhana yang juga berlatar belakang pegawai Ditjen Pajak, Herly Isdiharsono. Penyidik juga memerika bekas atasan Dhana di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Setiabudi Satu, Jakarta Selatan, Firman sebagai saksi.
Herly adalah Komisaris di PT Mitra Modern Mobilindo (MMM). Perusahaan patungan DW dan Herly ini bergerak di bidang jual beli truk. Untuk menelusuri aliran dana DW, penyidik telah memeÂrikÂsa Direktur Utama PT MMM JaÂmaluddin dan Direktur PT MMM Henry Avianto sebagai saksi. Nama terakhir adalah adik Herly.
Terkait transaksi Dhana, peÂnyidik telah mengorek keteÂraÂngan salah seorang bos PT BPS Agus Purwanto, dua Direktur PT Riau Perta Utama (RPU) Khairul Rizal dan Handayani, serta dua Direktur PT Trisula Artha Mega (TAR) Israwan Nugroho dan R Gerald Setiawan.
Terhadap pihak Bank Mandiri, Bank Mega, Bank Bukopin, Bank Mega dan BCA, dan Standard CharÂtered Bank, penyidik meÂlakukan pemeriksaan saksi untuk mengecek transaksi keuangan dalam rekening aktif Dhana.
Dhana diketahui menerima aliran dana dari PT BPS, PT RPU, PT MMM, PT TAR, Herly dan Firman.
Jangan Seperti Kasus Bahasyim
Yenti Garnasih, Pengamat Hukum
Pengamat hukum Yenti GarÂnasih mendorong KejakÂsaan Agung agar transparan keÂpada masyarakat mengenai harÂta kekayaan tersangka Dhana Widyatmika. Tujuannya jelas, agar masyarakat bisa meÂngontrol pimpinan dan aparat Kejagung.
Jika tidak ada kontrol, Yenti khawatir terjadi kongkalikong untuk menghentikan penyitaan harta kekayaan atau membuka pemblokiran rekening tersÂangÂka secara diam-diam demi meÂngeruk keuntungan pribadi.
“Inilah pentingnya transpaÂransi,†tandas wanita yang keÂrap menjadi saksi ahli kasus penÂcucian uang ini, kemarin.
Lantaran itu, dia berpanÂdaÂngan, para pimpinan Kejaksaan Agung tidak bisa hanya memÂberikan penjelasan mengÂganÂtung kepada masyarakat meÂngeÂnai kasus dengan tersangka pegawai Ditjen Pajak ini.
“Harus benar-benar transÂpaÂran tentang jumlah yang disita, baik itu yang ada di rekening maupun seluruh aset yang diÂduga berasal dari kejahatan paÂjak,†tandasnya.
Yenti juga menilai, KejakÂsaÂan Agung lamban, sebab samÂpai kemarin belum ada terÂsangÂka baru perkara ini. “SeÂhaÂÂrusÂnya jaksa sudah menganÂtongi nama tersangka baru yang terÂlibat dugaan korupsi paÂjaknya dan penerima hasil tinÂdak piÂdaÂna pencucian uangÂnya,†tandas dia.
Aneh, lanjut Yenti, bila dalam perkara korupsi dan pencucian uang seperti ini, Kejagung haÂnya bisa menjaring satu terÂsangÂka. “Karena korupsi maupun tindak pidana pencucian uang tiÂdak mungkin dilakukan senÂdiri,†tegasnya.
Lantaran itu, Yenti mengiÂngatÂkan kejaksaan agar tidak menangani kasus Dhana seÂperti menangani kasus pegawai DitÂjen Pajak lainnya, yaitu BahaÂsyim Assifie dan Gayus TamÂbuÂnan.
“Yang dakwaan korupsi dan pencucian uangnya hanya pada Gayus dan Bahasyim. JaÂngan sampai kasus ini terÂdakwanya nanti hanya DW,†katanya.
Dia pun meminta kejaksaan bergerak cepat mengusut kasus ini, karena masa penahanan ada batasnya. “Pasti ada kesulitan yang dihadapi Kejagung, tapi kan sudah ada data dari PPATK,†katanya.
Yenti menambahkan, tidak ada alasan bagi pimpinan dan peÂnyidik Kejagung untuk meÂngeluh kesulitan. “Inilah tanÂtaÂngannya, dan jangan main-main dengan kasus ini. Saya berhaÂrap kejaksaan bisa bekerja leÂbih ceÂpat karena berhadapan dengan kejahatan keuangan yang rentan godaan. Kalau terlambat, bisa hilang tuh hasil keÂjahatan. Uang hasil kejahaÂtan harus dikemÂbalikan kepada neÂgara,†ucapÂnya.
Kenapa Tersangkanya Bukan Pejabat
Nasir Jamil, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Nasir Jamil dapat memahami, Kejaksaan Agung tak bisa buru-buru mengusut kasus korupsi dan pencucian uang dengan terÂsangka pegawai Ditjen Pajak Dhana Widyatmika.
Soalnya, menurut Nasir, seÂlain banyak aset yang harus diÂteÂlusuri, penyidik juga butuh konÂsentrasi lebih agar bisa menÂjaring semua pihak yang terÂlibat. “Sebagaimana disampaiÂkan Kejaksaan Agung, pada DW itu banyak barang titipan, baik berupa uang dan saham. Nah, menelusuri itu harus cermat dan hati-hati,†katanya, kemarin.
Dia menilai, sejauh ini, peÂnguÂsutan kasus DW masih daÂlam batas wajar. “Jaksa mesti hati-hati, teliti. Dan lagi, saya dengar, Jaksa Agung mÂeÂnyeÂlekÂsi penyidik khusus untuk kasus ini. Sebab, kasus ini jadi prioÂritas kejaksaan,†ujar Nasir.
Selanjutnya, Nasir menyaÂranÂkan kejaksaan agar memÂperjelas mana bagian bisnis murÂni milik DW, dan yang mana berupa hasil kejahatan. “Bisa jadi memang bisnis. Bisa jadi bisnisnya itu bagian dari penÂcucian uang. Nah, itu semua haÂrus dipastikan,†tandasnya.
Nasir setuju bahwa penguÂsuÂtan kasus ini mesti dilakukan hati-hati. “Apalagi, kejaksaan meÂmiliki beban psikologis meÂngusut kasus ini. Ada tanggung jawab yang harus dibuktikan, misalnya, kenapa DW yang jadi tersangka, mengapa bukan peÂjabat? Itu kan menjadi salah satu beban psikologis bagi KejakÂsaan Agung,†ucapnya.
Meski begitu, Nasir juga menÂdorong upaya pengawasan terhadap Kejaksaan Agung agar kasus ini dituntaskan secara utuh hingga ke pengadilan. “TenÂtu kita harus memonitor proses peÂngusutannya,†ujar dia. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52