M Nazaruddin
M Nazaruddin
RMOL. Penanganan kasus korupsi di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional yang diduga melibatkan M Nazaruddin mangkrak. Dua perkara yang mulai ditangani sejak Juli 2010 ini, tidak kunjung mengalami kemajuan.
Kabagpenum Polri Kombes Boy Rafli Amar menyatakan, keÂpolisian masih mengusut perkara Kemendiknas dan Kemenkes. SeÂjauh ini, penyidik masih meÂngÂinÂventarisir total kerugian negara akibat perkara tersebut.
Bekas Kabidhumas Polda Metro Jaya ini mengaku belum bisa memastikan, apakah kasus KeÂmendiknas dan Kemenkes suÂdah masuk tahap penyidikan.
Menurutnya, saksi-saksi kedua kasus tersebut jumlahnya banyak. Selain itu, mereka tersebar di beÂbeÂrapa daerah. Kedua hal terseÂbut, secara teknis menjadi kenÂdala penyidik. Tapi, penyidik TiÂpiÂkor Bareskrim sudah meÂngumÂpulkan sederet keterangan saksi dan tengah mengemÂbanÂgÂkan peÂmeriksaan pada saksi-saksi lain.
Dia menguraikan, untuk kasus duÂgaan korupsi di Kemenkes, poÂlisi menangani perkara peÂngaÂdaan alat bantu dokter spesialis di 17 rumah sakit. Rumah sakit itu tersebar di 12 provinsi. Nilai proÂyek yang memakan anggaran negara tahun 2009 itu diperÂkiÂraÂkan Rp 498 miliar. Dari total angÂgaran negara tersebut, diperÂkiÂraÂkan Rp 15 miliar dikorupsi.
Atas dugaan itu, Kepala Bagian Program dan Informasi SekÂreÂtaÂriat Badan Pengembangan dan PemÂberÂdÂayaan Sumber Daya MaÂnusia (PPSDM) Kemenkes Syamsul Bahri ditetapkan sebaÂgai tersangka.
Ia dituduh meÂnyimÂpangkan angÂÂgaran pengaÂdaÂan alat bantu beÂÂlajar-mengajar penÂdidikan dokÂÂter spesialis di rumah sakit pendidikan dan ruÂjukan di Badan Pengembangan dan PemÂbeÂrÂdaÂyaÂan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) Kemenkes.
Dalam kasus ini, sedikitnya 17 kepala rumah sakit telah dikorek keÂteÂrangannya. Kabareskrim Polri Komjen Sutarman menjeÂlasÂkan, Polri menemukan kesuÂlitan dalam menindaklanjuti kaÂsus ini. Minimnya barang bukti, membuat penetapan status terÂsangka ikut terkendala.
Sementara dalam penanganan kasus dugaan korupsi KemenÂdikÂnas, tambah Boy, Polri telah meÂmeriksa 100 saksi. Saksi-saksi terÂsebut berasal dari 17 provinsi di Indonesia. Namun dari sekian baÂnyak saksi itu, kepolisian beÂlum bisa menetapkan terÂsangÂka. “Kita masih mengembangkan peÂmeriksaan saksi-saksi,†katanya.
Diketahui, kasus dugaan koÂrupsi di Kemendiknas terjadi pada proyek pengadaan peÂningÂkatan mutu belajar mengajar taÂhun anggaran (TA) 2007 di lingÂkungan Direktorat Jenderal PeÂningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK). Total proyek ditaksir lebih dari Rp 400 miliar.
Nyaris senada dengan kasus Kemenkes, Boy belum bisa memÂperkirakan nilai dugaan koÂrupsi di kasus ini. Menurutnya, niÂlai korupsi masih dihitung BaÂdan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Soal rencana Kabareskrim meÂningkatkan status penanganan kasus ini, Boy mengaku belum menÂdapatkan informasi. “Kita tunggu saja,†ujarnya. Lebih lanÂjut, Sutarman pun tak menÂjaÂwab pertanyaan seputar renÂcaÂnaÂnya menaikkan status peÂnaÂngaÂnan keÂdua perkara tersebut.
Sebelumnya, bekas Kapolda MetÂro Jaya itu mengeÂmuÂkaÂkan, terÂsangka pada kasus ini keÂmungÂkinan berasal dari panitia proyek dan peÂjabat pembuat koÂmitmen proyek.
“Kita periksa semua saksi muÂlai dari panitia pengadaan barang samÂpÂai dengan pejabat pembuat koÂmitmen di beberapa lembaga dan kementerian yang melakuÂkan pengadaan barang dan jasa,†ujarÂnya. Ia menepis bahwa lamÂbannya pengusutan kedua kasus ini dilatari intervensi pihak terÂtentu.
REKA ULANG
Beralasan Tunggu Nilai Kerugian Negara
Kabareskrim Polri Komjen SuÂtarman menyatakan, selain kaÂsus dugaan korupsi Kemenkes dan Kemendiknas, Polri bakal meÂningkatkan status penanganan perkara korupsi lain.
“Ada beberapa yang akan kita naikkan menjadi penyidikan. BuÂkan hanya kasus Kemenkes dan Kemendiknas saja. Ada belasan kaÂsus yang segera kita naikkan ke taÂhap penyidikan. Tapi belum bisa disampaikan,†ujarnya, KaÂmis, 23 Februari lalu.
Belasan kasus korupsi di keÂmenterian tersebut, menurut SuÂtarÂman, tersebar di berbagai daeÂrah dan lembaga negara.
Dia mengaku, kelambanan peÂnanganan kasus dugaan korupsi Kemenkes dan Kemendiknas diÂpicu lamanya penghitungan duÂgaÂan kerugian negara yang diÂlaÂkukan BPK.
“Mencari barang bukti, harus menghitung kerugian negara dulu, ini terkait institusi lain khuÂsusnya BPK. Jadi ini kan terÂganÂtung institusi lain. Kalau kita mauÂnya cepat,†tandasnya.
Terakhir, pada pengusutan duÂgaan korupsi di Kemendiknas, Polri memeriksa Wakil MenÂdikÂnas Fasli Djalal sebagai saksi. PeÂmeriksaan dilaksanakan, karena Fasli sebelumnya pernah menÂjaÂbat sebagai Direktur Jenderal pada Direktorat Jenderal PeÂningÂkatan Mutu Pendidik dan Tenaga KeÂpenÂdidikan (PMPTK) KeÂmendiknas.
Dia diduga mengetahui seluk beluk pelaksanaan proyek. Saat dikonfirmasi, Fasli menegaskan, kapasitasnya dalam kasus ini sebagai saksi. “Status saya dalam kasus ini sebagai saksi,†tuturnya.
Kedatangannya ke Mabes Polri diÂtujukan untuk memenuhi pangÂgilan kepolisian. Menurut Fasli, kehadirannya memenuhi keÂwaÂjiÂban sebagai saksi, diketahui dan atas seizin Mendiknas.
Menurutnya, selain menjawab pertanyaan penyidik, dia juga meÂnyerahkan dokumen penting menyangkut teknis pelaksanaan pengadaan barang dalam proyek di bawah direktoratnya.
Namun, bagaimana pelakÂsaÂnaÂan dan akhir dari proyek tersebut, dia tidak mengetahui secara perÂsis. Soalnya, saat proyek berjalan, dia dimutasi dari jabatannya.
Menurut Kabareskrim SuÂtarÂman, semua pihak yang diduga meÂngetahui pelaksanaan proyek di Kemendiknas dan Kemenkes akan dimintai keterangan. PihakÂnya pun mengaku sudah berÂkoorÂdinasi dengan Kejagung dan KPK yang juga menangani kasus duÂgaan korupsi di kedua lembaga neÂgara tersebut. “Meskipun kaÂsusnya berbeda tahun anggaran, koordinasi dengan KPK dan Kejagung jalan terus,†tuturnya.
Dia menambahkan, pemÂbeÂrÂkaÂÂsan perkara atas nama terÂsangÂka Saiful Bahri di kasus dugaan koÂrupsi Kemenkes juga telah diÂkoordinasikan dengan KejaÂgung. Hal itu dilaksanakan kaÂreÂna keÂpolisian dan Kejagung meÂnaÂngaÂni kasus dengan terÂsangÂka sama.
Aneh Karena Belum Tuntas
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding menilai, lambannya pengusutan kasus dugaan korupsi di Kemenkes dan Kemendiknas bisa memÂpeÂngaruhi kredibiltas Polri. KaÂreÂna itu, dia mendesak kepolisian segera menyelesaikan kedua perkara tersebut.
“Dua perkara tersebut sudah diÂtangani kepolisian sangat lama. Aneh apabila kasus ini tidak bisa segera dituntaskan,†katanya.
Dia memperkirakan, ketiÂdakÂcepatan polisi menangani kasus ini bukan semata dipicu kuÂrangÂnya alat bukti. Artinya, dia sama sekali tidak menyangsikan keÂmampuan penyidik Polri dalam mengusut perkara. Menurut dia, penyidik memiliki kapabilitas dan kemampuan menyeÂlesaiÂkan berbagai persoalan. “MeÂreka puÂnya keahlian menangani perÂkara yang paling pelik seÂkaÂliÂpun,†tuturnya.
Syarifuddin menduga, yang menjadi persoalan dalam meÂnangani kasus ini adalah keÂengÂgaÂnan penyidik menyelesaikan pokok perkara. Ketidakmauan penyidik mempercepat penguÂsuÂtan kasus ini, lanjutnya, meÂnunÂjukkan kemungkinan interÂvensi pihak tertentu.
â€Ada keÂengÂganan penyidik yang mengesankan adanya inÂtervensi dari luar,†ucapnya. Dia tak menjelaskan secara rinci jeÂnis intervensi model apa yang keÂmungkinan diterima penyidik.
Dia mengingatkan, pentingÂnya penuntasan dua kasus duÂgaÂan korupsi ini secara cepat, kaÂrena menimbulkan dampak sistemik pada masyarakat. MeÂnurut hematnya, desakan segera menuntaskan kasus ini bukan semata karena menyeret-nyeret nama M Nazaruddin, akan tetaÂpi nilainya, buntut korupsi di dua kementrian ini berdampak sistemik pada masyarakat.
“Kesehatan dan pendidikan itu menjadi kebutuhan masyaÂraÂkat yang mendasar. Kalau masalah korupsi di keÂdua biÂdang ini tak segera tuntas, baÂgaimana nasib kesehatan dan pendidikan masyarakat kita?†tandasnya.
Kelambanan Mengusut Kasus Tak Bisa Ditolerir
Marwan Batubara, Koordinator KPKN
Kelambanan Polri meÂnguÂsut kasus korupsi sama sekali tidak bisa ditolerir. Untuk itu, siÂnergi kepolisian dengan lemÂbaÂga lain seperti BPK dan BPKP harus diintensifkan.
“Polisi tidak bisa terus-meÂneÂrus Âberalasan belum menerima haÂsil audit BPK dan BPKP,†kata Koordinator LSM Komite PeÂnyeÂlamat Kekayaan Negara (KPKN).
Di satu sisi, dia mengakui, proÂses audit memakan waktu panjang. Namun hal itu henÂdakÂnya bisa diatasi secara bersama. Paling tidak, kepolisian menÂcari solusi dengan cara lebih pro aktif meminta hasil pengÂhiÂtuÂngan ke BPK maupun BPKP. Atau, pihak BPK maupun BPKP memberikan penjelasan sejauhmana audit yang telah diselesaikannya.
“Transparansi di sini menjadi sangat penting mengingat baÂnyaknya perÂtÂanyaÂan maÂsyaÂraÂkat seputar nasib penanganan kasus ini,†tandasnya.
Dia memandang, polisi sudah arif dalam menyingkap kasus ini. Setidaknya, di tengah berÂlarutÂnya penanganan kasus ini, kÂeÂpoÂliÂsian sudah menunjukkan keÂseimbangan mengusut perÂkara. Keseimbangan itu dapat terlihat dari upaya kepolisian meÂngorek keterangan ratusan saksi serta memeriksa dokumen kasus ini.
Bekas anggota DPD ini yaÂkin, penyidik sudah meÂnganÂtongi data yang akurat. Hanya saja, kepolisian dinilainya beÂlum mempunyai keberanian meÂngambil langkah strategis.
Apalagi, kedua kasus ini seÂjak awal diduga terkait dengan Nazaruddin. “Jadi mereka lebih memilih jalan aman dengan cara mengandalkan temuannya lewat hasil audit final BPK dan BPKP.†[Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52