Miranda S Goeltom
Miranda S Goeltom
RMOL. Setelah Miranda Goeltom menjadi tersangka kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, LSM ICW menggelar jumpa pers hasil eksaminasi publik terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta dengan terdakwa Dudhie Makmun Murod, kemarin.
Majelis eksaminasi publik ini, terdiri dari bekas Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus HuÂsein, dosen Fakultas Hukum UniÂversitas Padjadjaran Wanodyo Sulistyani, praktisi hukum Ari J Gema dan dosen Fakultas Hukum Paramadina Agus Surono.
Dalam jumpa pers di Kantor InÂdonesia Corruption Watch, KaÂlibata, Jakarta Selatan, Yunus HuÂsein menyatakan, putusan majelis hakim belum mengarah pada akÂtor di balik layarnya. MeÂnuÂrutÂnya, yang masih perlu ditelusuri adalah siapa sponsor di balik perÂkara tersebut.
“Saya menduga, kemungkinan, sponsornya adalah bank-bank berÂmasalah, maka yang harus diÂdalami adalah siapa di balik orang-orang ini,†kata pria yang tahu baÂnyak mengenai transaksi-tranÂsaksi keuangan mencurigakan lantaran pernah menjadi orang noÂmor satu di PPATK ini.
Hal senada disampaikan SekÂjen LSM Transparency InterÂnaÂtioÂnal Indonesia (TII) Teten Masduki yang juga hadir dalam acara tersebut. Menurut dia, terÂpiÂlihnya Miranda sangat diinginÂkan lembaga perbankan tertentu. “Dengan harapan, nanti bank itu meÂmiliki relasi ke Miranda jika Miranda terpilih,†tandas bekas Koordinator LSM ICW ini.
Nah, salah satu poin dalam ekÂsaÂminasi publik ini, hakim PeÂngaÂdilan Tipikor kurang mengÂgali masalah sponsor tersebut. Majelis eksaminasi ini berharap, hakim mematuhi KUHAP, seperti berperan aktif menggali fakta daÂlam persidangan dan mendalami keterangan para saksi.
Koordinator Divisi Hukum ICW Febri Diansyah menamÂbahÂkan, Komisi Pemberantasan KoÂrupsi perlu mencermati beberapa pihak yang diduga terlibat, tapi sampai saat ini belum ditetapkan sebagai tersangka.
Selain itu, menurut Febri, perÂkara suap pemilihan Deputi GuÂbernur Senior Bank Indonesia (DGSBI) diduga tidak hanya menguntungkan Miranda semata. Pihak-pihak yang diuntungkan atas keterpilihan Miranda, lanÂjutÂnya, diduga memanfaatkan inforÂmasi mengenai tindakan yang akan diambil Bank Indonesia kepada bank bermasalah.
“Untuk itu, KPK mesti serius meneÂmuÂkan dan menjerat pihak perÂbanÂkan yang diuntungkan terÂkait keÂbijakan BI pasca terpilihÂnya MiÂranda,†tandas dia.
Kata Febri, Komisi PemÂbeÂrantasan Korupsi juga perlu meÂlaÂkukan evaluasi terhadap penyiÂdik dan penuntut yang bertugas menangani kasus tersebut. “Pada rekomendasi majelis ekÂsaminasi, KPK perlu melakukan evaluasi terÂhadap penyidik dan jaksa peÂnunÂtut umum dalam kasus cek peÂlawat. Mereka mesti menggali data lebih dalam agar tidak meÂnemukan jalan buntu,†ujarnya.
Berdasarkan hasil eksaminasi ini, jaksa penuntut umum (JPU) KPK tidak optimal dan tidak cerÂmat mengajukan tuntutan. SoalÂnya, JPU hanya menjerat terÂdakÂwa dengan Pasal 5 Undang UnÂdang Nomor 31 Tahun 1999 deÂngan ancaman hukuÂman makÂsiÂmal lima tahun.
Padahal, JPU daÂpat mengÂgunakan Pasal 12 huruf b UU 31 tahun 1999 jo UU NÂoÂmor 20 taÂhun 2010, yang ancaÂman pidaÂnaÂnya maksimal 20 tahun.
Febri mengingatkan, dalam kasus jaksa Urip Tri Gunawan, JPU KPK sudah melakukan hal yang benar dengan menggunakan Pasal 12 huruf b dan e, sehingga jaksa penerima suap itu dijatuhi hukum 20 tahun penjara.
Menurut majelis eksaminasi, unsur-unsur pada kasus cek pelawat ini terbukti memenuhi Pasal 12 huruf b itu. “Jika KPK menggunakan pasal ini, ancaman untuk penerima cek pelawat lebih tinggi dan dapat memberikan efek jera,†tandas dia.
Febri berharap, hasil eksamiÂnasi publik tersebut akan menjadi pertimbangan Komisi PembÂeranÂtasan Korupsi dalam meÂnunÂtasÂkan kasus cek pelawat secara utuh. “Hasil eksaminasi ini akan kami bawa ke KPK,†katanya.
Poin lain dalam eksaminasi ini, pertimbangan hakim yang meÂringankan terdakwa karena sudah memiliki anak dan tidak pernah terlibat pidana, tidak lumrah.
“TerÂÂdakwa yang berprofesi seÂbagai penyelenggara negara dan perÂbuatannya bertentangan deÂngan semangat pemberantasan korupsi, semestinya dijadikan perÂtimbangan yang memberatÂkan, tapi malah tidak,†tegasnya.
Febri menambahkan, putusan hakim yang sangat ringan akan berdampak negatif bagi pemÂberantasan korupsi, yakni tidak meÂnimbulkan efek jera bagi peÂlaku dan masyarakat luas. hakim menjatuhkan vonis tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta kepada Dudhie.
REKA ULANG
Divonis 2 Tahun, Dibebaskan April 2011
Bekas anggota Fraksi PDIP DPR Dudhie Makmun Murod dihukum dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta oleh hakim PeÂngadilan Negeri Tipikor, Jakarta. Ketua Majelis Hakim Nani InÂdrawati menegaskan Dudhie terÂbukti bersalah karena menerima suap berupa traveller cheque (TC) 10 lembar dengan nilai total Rp 500 juta saat pemilihan DeÂputi Gubernur Senior Bank IndoÂnesia (BI) tahun 2004.
Dalam persidangan pembacaan vonis itu, terungkap adanya kerja sama di antara anggota FPDIP di Komisi IX DPR periode 1999-2004. Majelis menyimpulkan Dudhie maupun anggota fraksi PDIP di Komisi IX telah terbukti bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
Penerimaan hadiah atau janji ini, kata hakim, berkaitan dengan kekuasaaan serta kewenangan jabatan yang bersangkutan sebaÂgai anggota DPR. Dudhie pun dijerat dengan dakwaan kedua, yakni Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.
Selain vonis penjara, Dudhie juga diwajibkan membayar uang denda sebesar Rp 100 juta subÂsider 3 bulan penjara. Hal yang meringankan, Dudhie belum diÂhukum dan mengakui terus teÂrang perbuatannya. Selain itu dia ada tanggungan keluarga.
27 April 2011, Dudhie menÂdaÂpatkan pembebasan bersyarat dari Ditjenpas Kementerian HuÂkum dan HAM (KemenkumÂham). “Iya sudah bebas bersyarat, dia (Dudhie) sudah kembali ke keluarganya,â€kata Kepala Humas Ditjenpas, Akbar Hadi Prabowo saat dihubungi wartawan, Kamis (9/6/2011).
Menurut Akbar, perhitungan waktu pembebasan bersyarat tersebut juga telah dikurangi reÂmisi atau potongan masa tahanan yang diterima mantan anggota Komisi IX DPR itu. Dudhie menÂdapatkan remisi umum selama satu bulan pada peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus 2010. Putra mendiang Jendral Makmun Murod itu juga menerima remisi khusus dalam rangka hari raya keagamaan selama 15 hari.
Akbar menjelaskan, Dudhie dibebaskan secara bersyarat mengacu Surat Keputusan nomor PAS.2.XIII.2847.PK.01:05:06 tertanggal 15 Maret 2011. KeÂpuÂtusan tersebut berdasarkan perÂtimbangan bahwa Dudhie telah menjalani dua per tiga masa tahanannya.
“Remisi umum tahun 2010 seÂlama satu bulan dan remisi khuÂsus tahun 2010 selama 15 hari, tapi tetap wajib lapor ke Balai PeÂmasyaÂraÂkatan sebulan sekali,†pungkas Akbar.
Ada Pembajakan Otoritas Kebijakan
Yunarto Wijaya, Peneliti Charta Politika
Peneliti Charta Politika, Yunarto Wijaya mengatakan, kasus suap pemilihan Deputi GuÂbernur Senior Bank IndoÂnesia (DGSBI) sangat kental nuansa politisnya.
“Aroma politiknya sangat kental, karena tertuju pada satu partai politik dan orang-orangÂnya,†katanya. Dia menilai, dari kasus DGSBI tersebut terlihat sekali pembajakan otoritas keÂbijakan melalui proses demokÂraÂtisasi di DPR.
“Eksekutif dan kekuatan lain seperti pengusaha ada didalamÂnya dan kemungÂkiÂnan juga ada orang politik juga.â€
Tanpa menyebutkan nama partai politik tersebut, Yunarto menjelaskan, ada dugaan Partai politik tersebutlah yang menÂjadi aktor utama dalam menÂjalankan proses ini.
“Ini terlihat dari adanya upaÂya secara sadar dalam memÂbangun monopoli pemilihan di parlemen,†ungkapnya. Dia berÂÂharap, KPK harus bisa meÂnguÂsut tuntas siapa saja yang terÂlibat. Termasuk di dalamnya, kader partai atau pengusaha yang diduga berkolaborasi daÂlam kasus cek pelawat ini.
Yunarto berpendapat penangÂkaÂpan Nunun Nurbaeti sehaÂrusÂnya bisa dijadikan momen penÂting bagi perbaikan kinerja KPK. “Tertangkapnya Nunun haÂrus dijadikan momentum buat KPK agar kasus ini tidak jadi blunder sehingga meÂnyuÂlitkan KPK masuk pada kasus-kasus lainnya.
KPK Diprediksi Bakal Berhadapan Dengan Kekuatan Besar
Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR
Anggota komisi III DPR, Nudirman Munir menilai, unÂtuk melihat siapa yang menjadi sponsor Miranda S. Goeltom, reÂlatif mudah. Hal itu bisa ditelusuri lewat alur pembelian sampai penerimaan cek pelawat tersebut.
“Melihatnya gampang dari mana sumber cek pelawat itu. KeÂmungkinan besar, itulah sponsor Miranda,†katanya.
Menurutnya, siapa yang membeli cek pelawat menjadi penting. Karena dari sana kasus ini berawal. Untuk itu dia meÂnyarankan agar pemodal alias orang yang membeli cek pelaÂwat dibongkar terlebih dahulu.
Nudirman menambahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bisa merunut kasus ini secara cermat. Hal itu diÂtujukan agar, dugaan keterÂliÂbaÂtan semua pihak bisa dikeÂtahui. Politisi Partai Golkar ini juga mengapresiasi tindakan KPK dalam menetapkan MiranÂda sebagai tersangka kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI .
“Itu kemajuan KPK. Tapi jangan senang dulu, sekarang maÂsalahnya belum semua tunÂtas,†tegasnya. Dia meyakini, pasca penetapan status terÂsangka terhadap Miranda, KPK akan berhadapan dengan keÂkuatan besar di balik Miranda.
Dia mendesak agar KPK leÂbih transparan dalam menyingÂkap kasus ini. Dengan begitu, publik menjadi tahu apa ada janji-janji tertentu jika Miranda terpilih. Dia mendorong KPK untuk meminta data dari Bank InÂdonesia (BI) guna memasÂtiÂkan atas nama siapa cek pelawat tersebut dibeli. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30