Berita

Hari Sabarno

X-Files

Hari Sabarno Divonis 2,5 Tahun Penjara

Terbukti Rugikan Negara Rp 97 Miliar
JUMAT, 06 JANUARI 2012 | 09:02 WIB

RMOL.Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin menjatuhkan vonis bersalah kepada bekas Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno dalam kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran.

Majelis hakim menjatuhkan hukuman dua tahun enam bulan penjara, karena Hari terbukti  ter­libat kasus pengadaan mobil pe­madam kebakaran (damkar) un­tuk 22 pemerintah daerah tahun 2003-2004.

“Majelis Hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata Ketua Majelis Hakim Suhartoyo saat membacakan pu­tusan di Pengadilan Tipikor, Ja­karta, kemarin.

Hari juga diwajibkan memba­yar denda kepada negara sebesar Rp 150 juta. “Dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayar, di­ganti dengan pidana kurungan se­lama tiga bulan,” kata Suhartoyo.

Majelis hakim menilai, Hari telah menguntungkan diri sendiri dan pihak lain dalam pengadaan itu, sehingga negara dirugikan se­besar Rp 97,026 miliar. “Hari ber­salah lantaran telah memberikan disposisi surat radiogram kepada Dirjen Otonomi Daerah, Oentarto Sindung Mawardi,” tandasnya.

Selain itu, menurut majelis hakim, Hari telah me­nya­lah­gu­na­kan wewenangnya dengan me­nga­rahkan gubernur, bupati, dan walikota di 22 wilayah untuk memilih mobil damkar dengan spesifikasi yang diproduksi peru­sa­haan milik Hengky Samuel Daud (almarhum), yakni PT Is­tana Sarana Raya.

“Akibat men­dapatkan fasilitas itu, Hengky berhasil menjual 200 unit damkar miliknya, termasuk mendapatkan pembebasan bea masuk impor damkar.”

Menurut majelis, Hari telah melakukan penunjukan langsung dalam pengadaan itu. Kemudian, Hengky meminta surat edaran me­ngenai pembelian damkar me­lalui Oentarto berupa radiogram.

Dengan terbitnya radiogram No­mor 0271/1496/OTDA, me­nu­rut majelis, Hari telah men­ga­rahkan gubernur, bupati atau wa­li­kota untuk melaksanakan pe­ngadaan mobil damkar milik Heng­ky dengan Type 80 ASM dan Morita, karena mencan­tum­kan tipe yang dimaksud. Ra­dio­gram itulah yang dijadikan lam­piran untuk menawarkan damkar.

Selain itu, Hengky juga kerap hadir pada kunjungan daerah, dan Hari memperkenalkannya kepada kepala daerah. “Seharusnya, se­tiap pengadaan itu melalui proses lelang berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003,” kata Suhartoyo.

Dalam putusan juga disebut­kan, Hari telah mendapatkan uang sebesar Rp 396 juta untuk pembayaran interior dan meubel rumahnya melalui istri Hengky. Selain itu, menerima mobil me­rek Volvo dengan nopol B 448 HR tahun 2005 seharga Rp 808 juta melalui istri Hengky.

“Fakta hukum seperti peneri­ma­an mobil dan pemba­ya­ran interior serta mebel, me­nun­juk­kan korelasi yang sangat erat, se­hingga terdakwa terbukti ter­li­bat,” tegas Ketua Majelis Hakim.

Mendengar vonis itu, Hari dan kuasa hukumnya, Eko Prananto menyatakan banding. “Kami langsung mengajukan banding Yang Mulia,” kata Hari yang sejak awal sidang raut wajahnya terlihat datar.

Soalnya, menurut Hari, kete­ra­ngan saksi yang meringankan tidak disinggung majelis hakim. Terutama soal memo yang di­ke­luarkan Oentarto. “Saya tidak per­nah minta supaya dikeluarkan radiogram, dan memo dinas yang dibuat Oentarto itu palsu,” kata Hari yang mengenakan batik coklat berlengan panjang.

Saksi meringankan lainnya, lanjut Hari, juga tidak disinggung dan tidak dipertimbangkan ha­kim. Sebagai contoh, kata dia, in­terior dan meubel di rumahnya bukan berasal dari uang Hengky atau istri Hengky, Jenny. “Itu di­akui kok dalam BAPnya nyonya Daud,” alasannya.

Hari juga membantah mobil Volvo dengan nopol B 448 HR ta­hun 2005 bukan hasil pembe­rian Hengky. “Mobil itu dari saku saya, dia hanya membantu untuk memproses. Fakturnya saja atas nama saya semua,” katanya.

Hari menambahkan, dia mem­beli mobil itu setelah tidak men­jadi Mendagri. “Setelah tiga mo­bil dinas saya ditarik, saya men­cari kendaraan. Kebetulan, Heng­ky datang ke rumah dan mem­proses pembeliannya,” ujar dia.

Sebelumnya, dalam sidang tang­gal 9 Desember 2011, jaksa KPK menuntut supaya majelis ha­kim menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada Hari, dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan. Jadi, huku­man penjara untuk Hari separuh lebih ringan dari tuntutan jaksa.

Menurut jaksa Hadiyanto, Hari terbukti melakukan korupsi ber­sama-sama Dirjen Otonomi Dae­rah Oentarto Sindung Mawardi dan bos PT Istana Sarana Raya, Hengky Samuel Daud.

“Terdakwa bersama-sama Oen­tarto mewujudkan keinginan Hengky. Kemudian bersama-sama Hengky menemui kepala daerah. Sebagai realisasinya, ke­pala daerah membeli mobil pe­madam kebakaran dari Hengky. Sehingga negara dirugikan se­besar Rp 97 miliar,” urai Hadi­yanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Bawahan Hari Kena 3 Tahun Penjara

Reka Ulang

Kasus pengadaan mobil dinas pemadam kebakaran (damkar) yang diselidiki KPK sejak tahun 2006 ini, berawal dari radiogram Departemen Dalam Negeri kepada sejumlah kepala daerah. Kala itu, Hari Sabarno menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri. Namun, pada 25 Maret 2011, KPK baru menahan bekas Men­dagri Hari Sabarno.

Radiogram bernomor 27/1496/Otda/tanggal 13 Desember 2002 itu, mengarahkan para kepala dae­rah tersebut membeli mobil dam­kar dengan jenis dan rekanan yang telah ditentukan, yaitu PT Istana Sarana Raya milik Hengky Samuel Daud (almarhum). Heng­ky pun telah menjadi terpidana kasus ini.

Nama Hari Sabarno mulai disebut-sebut dalam persidangan terdakwa bekas Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Depdagri Oentarto Sindung Mawardi. Majelis hakim memvonis Oentarto tiga tahun pen­jara. Dalam pertimbangan hu­kum putusannya, majelis hakim menilai, Hari Sabarno turut ber­peran dalam turunnya radiogram Dirjen Otda tahun 2002 itu.

Sejak penyidikan hingga per­sidangan, Oentarto bersikukuh radiogram diterbitkan atas pe tun­juk Hari Sabarno. Dia menuruti perintah tersebut karena Hengky dikenal dekat dengan Hari serta kerap mengintimidasinya.

 Sebelum meninggal, Hengky di­hukum 18 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Sementara Oentarto divonis tiga tahun pen­jara.

Kepala Daerah Dihukum Empat Tahun Penjara

Sebelum bekas Menteri Da­lam Negeri Hari Sabarno dijatuhi hu­kuman 2,5 tahun penjara, se­jumlah kepala daerah sudah lebih dahulu tinggal di hotel prodeo ka­rena kasus pengadaan mobil pe­madam kebakaran (damkar).

1. Gubernur Riau 1998-2003 Sa­leh Djasit, kasus pengadaan mobil damkar yang merugikan negara Rp 4,719 miliar. Hu­kuman empat tahun penjara.

2. Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan, korupsi pengadaan mobil damkar pada 2004 yang merugikan negara sekitar Rp 72 miliar. Hukuman empat tahun penjara.

3. Wali Kota Medan Abdillah. Hu­kuman empat tahun penjara.

4. Wakil Wali Kota Medan Ramli Lubis dijatuhi hukuman empat tahun penjara.

5. Wali Kota Makassar 1999-2004 Baso Amiruddin Maula menerima hadiah senilai Rp 600 juta dalam pengadaan 10 mobil damkar pada tahun ang­garan 2003. Hukuman empat tahun penjara.

6. Gubernur Kepulauan Riau Is­meth Abdullah, korupsi pe­ngadaan mobil damkar di Oto­rita Batam 2004-2005. Huku­man dua tahun penjara.

KPK Tak Beda Dengan Kajagung

Ahmad Rivai, Direktur LPHSN

Bekas pengacara pimpinan KPK Bibit-Chandra saat me­lawan Anggodo, Ahmad Rivai merasakan KPK pilih kasih da­lam menangani perkara korupsi yang diduga melibatkan nama-nama besar.

Hal itu, tegas Rivai, seha­rus­nya tidak boleh terjadi dalam pe­nanganan kasus korupsi apa­pun, dengan tersangka siapa­pun. “Sebaiknya KPK dalam memroses harus sama, tanpa pan­dang bulu terhadap siapa­pun yang diduga melakukan tindak pidana korupsi,” ingat Direktur Lembaga Penegakan Hu­kum dan Strategi Nasional (LPHSN) Ahmad Rivai, kemarin.

Menurut Rivai, sampai saat ini, publik masih mempercayai KPK sebagai lembaga penegak hukum yang memiliki integritas baik. Jangan sampai, KPK memberikan perlakuan berbeda kepada tersangka tertentu, ka­re­na itu dapat merusak keper­cayaan publik.

“Lembaga inilah yang masih bisa dipercaya publik untuk menangani kasus-kasus korupsi secara serius, dan apabila ada pi­lih kasih, tentu KPK tidak ada bedanya dengan lembaga pe­ne­gak hukum lain,” ujar dia.

Dalam kasus Damkar, Rivai me­nilai, KPK pilih kasih terha­dap Hari Sabarno dibandingkan dengan Dirjen Otonomi Daerah Depdagri Oentarto Sindung Ma­wardi, bos PT Istana Sarana Raya Hengky Samuel Daud dan sejumlah kepala daerah yang jauh lebih dahulu ditetapkan se­bagai tersangka dan dibawa ke pengadilan.

Menurut Rivai, publik mesti menggugat pola-pola pilih kasih seperti itu. “Indikasi itu ada, sehingga harus dilawan. Kalau dibiarkan, maka hal itu akan terulang dan terulang,” ujarnya.

Tidak hanya dalam pena­nganan kasus damkar KPK pilih kasih. Menurut Rivai, pada se­jumlah kasus lain pun dapat di­rasakan bagaimana KPK bisa tampak begitu garang di satu sisi, tapi pada sisi lain kelihatan sangat “kooperatif”.

“Kita ma­sih melihat pe­nanganan kasus Wisma Atlet dan Kemenakertrans, apakah KPK juga akan pilih kasih,” tandasnya.

Tidak Boleh Diskriminatif

Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR

Penanganan kasus penga­daam mobil pemadam ke­ba­ka­ran (damkar) di 22 pemerintah daerah, akhirnya sampai pada putusan majelis hakim terhadap bekas Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno.

Kendati begitu, anggota Ko­misi III DPR Yahdil Abdi Ha­rahap menilai, KPK melakukan diskriminasi saat menangani kasus ini. Soalnya, proses ter­hadap Hari Sabarno ber­lang­sung sangat lama, dari mulai pe­netapan status tersangka, pe­meriksaan sampai persidangan.

Perlakuan diskriminatif, me­nurut dia, juga terasa pada pe­nanganan sejumlah kasus lain di KPK. “Ada seorang yang baru diperiksa sekali, langsung ditetapkan menjadi tersangka. Ada yang sudah diperiksa ber­kali-kali serta telah dilengkapi bukti-bukti, tapi tak kunjung ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya, kemarin.

Menurut politisi PAN ini, pub­lik tentu tidak begitu saja bisa dibohongi dengan pola perlakuan yang berbeda-beda dan terkesan pilih-pilih itu. Me­nurut Yahdil, kecurigaan publik terhadap pola penanganan kasus di KPK tidak bisa ditutupi dengan retorika saja.

“Secara umum, tindakan KPK memang tebang pilih. Ada yang prosesnya cepat sekali, ada yang prosesnya lama sekali. Kalau memang demi ke­aku­ratan bukti, hendaknya diper­la­ku­kan sama,” ujar dia.

Lantaran itu, Yahdil menam­bah­kan, wajar jika pada akhir­nya publik menaruh curiga ke­pada KPK. Atau, muncul tu­dingan, ada pejabat KPK  mem­buat deal dengan pihak-pihak tertentu terkait perkara yang di­tanganinya. “Kecurigaan publik seperti itu wajar. Itu muncul dari proses yang diikuti masya­ra­kat,” ujarnya.

Ke depan, saran Yahdil, KPK di bawah pimpinan Abraham Samad hendaknya tidak bertele-tele dan terkesan membuat lama proses penanganan perkara. Ka­rena itu, dia meminta KPK me­lak­ukan brainstorming di inter­nal mereka, untuk menyamakan persepsi penanganan perkara.

Yahdil pun mengingatkan, agar pengawasan internal KPK konsisten melakukan kontrol terhadap kinerja pim­pinan dan para staf KPK. Se­lain itu, tentu publik tidak akan tinggal diam. Masyarakat ten­tu mengawasi KPK. “Pim­pi­nan KPK yang baru di­ha­rap­kan ti­dak melakukan perlakuan yang berbeda dalam pena­nga­nan perkara,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya