ilustrasi, hakim agung
ilustrasi, hakim agung
RMOL. Masih banyak hakim yang tidak mengerti hukum acara saat memimpin persidangan. Sejumlah pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim terjadi dalam persidangan.
Pelanggaran kode etik yang dilakukan para hakim itu mulai dari tertidur saat sidang, terÂlambat datang ke persidangan, meÂÂninggalkan persidangan seÂenaknya sampai pada penetapan putusan yang tidak dibuat majelis hakim, akan tetapi oleh jaksa peÂnuntut umum (JPU).
Pelanggaran-pelanggaran kode etik itu disampaikan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum UI (MaPPI FHUI) bersama Lembaga Kajian Keilmuan FHUI (LK2) kepada Komisi Yudisial.
Kedua lembaga itu melakuÂkan pemantauan persidangan seÂlama Oktober sampai NovemÂber 2011 untuk Wilayah DKI JaÂkarta dan Depok, guna meÂmonitoring berÂbaÂgai jenis peÂlangÂgaran yang dÂiÂlakukan haÂkim dalam persidangan.
Menurut Peneliti MaPPI FHUI Muhammad Hendra Setiawan, pemantauan itu dilakukan seÂbaÂgai bentuk kontrol publik terÂhaÂdap kinerja pengadilan. PeÂmanÂtaÂuan dilakukan secara acak terÂhadap 309 persidangan. “Karena kita sayang kepada hakim, maka kita melakukan pemantauan,†ujar Hendra kepada Komisioner KY Abbas Said yang menerima mereka di Gedung KY, Jakarta.
Penelitian dilakukan terhadap 309 persidangan yang diambil secara acak di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, PN Jakarta Barat, PN Jakarta Timur, PN Jakarta Utara, dan PN Depok. Dari jumÂlah itu, Masyarakat Pemantau PeÂradilan Indonesia dan LK2 UI meÂnemukan ada 307 pelanggaran hukum acara dan kode etik oleh haÂkim. Pemantauan dilakukan pada pertengahan September-24 November 2011.
Hasilnya, hakim terlambat hadir di persidangan ada 13 kasus atau 4,2 persen, hakim tertidur di persidangan sebanyak 29 kasus atau 9,38 persen, hakim tidak menyatakan sidang terbuka untuk umum ada 72 kasus atau 23,3 persen, hakim tidak menegur haÂdirin yang berisik ada 43 kasus atau 13,91 persen, saksi tidak diÂperiksa satu per satu ada 21 kasus atau 6,79 persen, majelis hakim kuÂrang dari 3 orang ada 22 kasus atau 7,19 persen, terdakwa tidak didampingi penasihat hukum ada 53 kasus atau 19,09 persen, putuÂsan diucapkan tanpa membaca irah-irah “Demi Keadilan BerÂdaÂsarÂkan Ketuhanan Yang Maha Esa†ada 6 kasus atau 1,94 persen.
Selanjutnya, hakim ketua tidak menanyakan upaya hukum terhaÂdap putusan ada 14 kasus atau 4,53 persen, anggota majelis haÂkim keluar ruang sidang di tengah persidangan ada 8 kasus atau 2,58 persen, saksi tidak disumpah seÂbelum memberikan kesaksian ada 3 kasus atau 0,97 persen, hakim tak bertanya apaÂkah saksi meÂmiÂliki hubungan keluarga dengan terdakwa ada 6 kasus atau 1, 94 persen, saksi tidak diperiksa satu per satu ada 1 kasus atau 0,32 persen, hakim melakukan hal yang tidak berkaitan dengan sidang ada 4 kasus atau 1,29 persen, hakim menunjukkan sikap atau pernyataan memihak ada 1 kasus atau 0,32 persen.
Koordinator Analisis LK2 UI Fajar Raihan menyampaikan, berÂdasarkan pemantauan yang diÂlakukannya bersama teman-teÂmaÂnnya, terdapat pelanggaran yang dapat mengakibatkan batalÂnya putusan, yakni hakim tidak menyatakan sidang terbuka untuk umum dan dibuka untuk umum. Hal itu melanggar Pasal 13 UnÂdang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Pasal 53 Ayat (3) dan Pasal 195 Kitab Undang-undang HuÂkum Acara Pidana (KUHAP).
“Kami menemukan 72 kasus atau 23,3 persen. Paling banyak di PN Jakarta Utara. Ini kesalahan fatal, bisa berdampak pada batalÂnya putusan,†kata Fajar.
Hal yang memalukan, jumlah kasus hakim tertidur saat perÂsiÂdangan cukup banyak. Pemantau menemukan 29 kasus, atau sebeÂsar 9,38 persen. “Bahkan, di PN Jakarta Utara, ada satu sidang yang hakim salah membacakan puÂtusan. Saat itu, hakim sudah memÂbacakan putusan, lalu paÂnitera menegur hakim. Putusan diÂganti, dibacakan lagi. Meski salah, terdakwa tidak komplain,†ujar Fajar.
Komisioner Komisi Yudisial Abbas Said mengatakan, KY akan menindaklanjuti laporan terÂsebut dan akan mengecek ulang kepada yang bersangkutan.
REKA ULANG
Mesti Belajar Hukum Acara Dasar Lagi
Sejumlah pelanggaran yang dilakukan ratusan hakim di wilayah DKI Jakarta dan Depok dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) pada Kamis lalu (15/12).
Laporan itu disampaikan MaÂsyarakat Pemantau Peradilan InÂdonesia Fakultas Hukum UI (MaPPI FHUI) bersama LemÂbaÂga Kajian Keilmuan FHUI (LK2). Kedua lembaga itu telah meÂlakuÂkan pemantauan persiÂdangan seÂlama Oktober sampai November 2011 untuk Wilayah DKI Jakarta dan Depok.
Menurut Peneliti MaPPI FHUI Muhammad Hendra SetiaÂwan, berdasarkan hasil pemanÂtauan, dari 309 persidangan terÂdapat 307 pelanggaran yang diÂlakukan hakim.
“Di mana pelanggaran terÂsebut menunjukkan beberapa hakim tidak menjalankan proÂsedur seÂsuai ketentuan KUHAP. PeÂngaÂbaian prosedur beracara menunÂjukkan ketiÂdakÂprÂoÂfeÂsioÂnalan haÂkim dalam memimpin sidang. PeÂngabaian hal kecil yang terjadi berÂulangkali membuat peÂrilaku buruk hakim terjadi berÂulang-ulang,†ujar Hendra.
Dalam melakukan pemanÂtauan, para peneliti MaPPI dan LK2 FHUI mengaku berpegang teguh pada tertib hukum dalam menjalankan prosedur beracara, sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) anÂtara Ketua Makamah Agung (MA) dengan Ketua Komisi YuÂdiÂsial (KY) tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
“Poin 8 ke-1 dalam SKB terÂseÂbut mewajibkan hakim untuk melaksanakan tugas pokok sesuai ketentuan Hukum Acara yang berlaku. Selain itu, hak terdakwa dalam memperoleh bantuan huÂkum, beberapa kali dalam persidangan tidak ditawarakan atau tidak diberikan oleh hakim,†ujar Hendra.
Pelanggaran Kode Etik dan PeÂdoman Perilaku Hakim menjadi kewenangan KY untuk meneÂgakÂkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim berdasarkan Pasal 24 B Undang-Undang Dasar 1945.
“Proses pemeriksaan hingga penjatuhan sanksi terhadap haÂkim yang terbukti melanggar, menjadi suatu kewajiban untuk menertibkan perilaku dan kinerja hakim dalam memimpin persiÂdangan,†ujar Hendra.
Komisioner KY Abbas Said yang menerima laporan MaPPi dan LK2 itu menyampaikan, KY akan mendalami laporan dan hasil pantauan itu. Menurut bekas hakim agung itu, sungguh memÂprihatikan perilaku hakim-hakim saat ini apabila memang demiÂkian adanya.
“Komisi Yudisial akan meng-cross check temuan ini. Kita berÂhaÂrap, semua hakim mengikuti seÂtiap aturan dan kode etik dan peÂdoman perilaku hakim,†ujarnya.
Abbas mengakui, wilayah DKI Jakarta dan Depok menjadi baroÂmeter dalam meneropong periÂlaÂku hakim di Indonesia. “Apapun temuan-temuan ini, akan kami tindaklanjuti. Apabila benar ada pelanggaran tersebut, tentunya akan diambil tindakan,†ucapnya.
Dengan masih banyaknya periÂlaku hakim yang tidak proÂfeÂsioÂnal seperti itu, lanjut Abbas, meÂnunÂjukkan penurunan kualitas haÂkim. “Kalau hakim-hakim baÂnyak yang begini, mestinya para hakim itu belajar hukum acara daÂsar lagi,†katanya.
Bagaimanapun, perilaku haÂkim yang mengabaikan sejumlah meÂkanisme dan aturan Kode Etik itu haÂrus diawasi dan diberiÂkan sanksi yang setimpal. Jika tiÂdak, kata Abbas, para pencari keÂadilan akan banyak yang terÂciÂderai hak-haknya.
“Kok ada hakim yang seÂenaknya begitu ya. Hakim-hakim memang perlu dikasih pemÂbeÂlajaran, tidak boleh seenaknya beÂgitu,†ujarnya.
Hakim Bermartabat Sulit Dicari Lagi
Andi Rio Idris Padjalangi, Anggota Komisi III DPR
Menurut Anggota Komisi III DPR Andi Rio Idris PadÂjaÂlangi, dalam kesehariannya, baÂnyak hakim yang tidak menÂcerÂminkan kewibawaan dan marÂtabat sebagai hakim. Padahal, dia mengingatkan, hakim diÂpersonifikasikan sebagai wakil Tuhan yang memutus perkara dengan keadilan.
“Begitulah wajah buruk peÂrilaku hakim kita. Yang dipusat saja begitu perilakunya, baÂgaiÂmana dengan yang di daerah-daerah yang sangat minim peÂmahaman masyarakat dan juga pengawasannya,†ujar Andi Rio.
Dia menegaskan, Komisi YuÂdisial sebagai lembaga peÂngaÂwaÂsan eksternal bagi para haÂkim mesti terus membongkar dan memberikan pengawasan yang tegas bagi hakim. Jika tiÂdak demikian, lanjut Andi, maka persidangan bagi para pencari keadilan bagai dagelan belaka. “Akan sulit menÂdaÂpatÂkan keadilan di persidangan jika hakim-hakim kita tidak meÂmiÂliki komitmen, hati nurani dan kebijakan yang murni,†ujarnya.
Dia mendorong semua eleÂmen masyarakat bersikap kritis terhadap mekanisme dan periÂlaÂku hakim dalam memimpin persidangan, termasuk dalam membuat putusan di peÂngaÂdilan.
“Saya sangat setuju maÂsyaÂrakat kita aktif mengkritisi kiÂnerja hakim, termasuk meÂlaÂkuÂkan peÂmantauan-pemantauan di perÂsidangan, dan kemudian diÂpubÂliÂkasi dan ditindaklanjuti,†ujarnya.
Agar perilaku hakim yang meÂnyimpang dapat dimiÂniÂmaÂliÂsir, Andi Rio menegaskan perÂluÂnya pola rekrutmen hakim yang transparan, bersih dan memiliki komitmen penegakan hukum.
Dia pun mengkritik para haÂkim yang tidak mengemban misi dan tanggung jawab sÂeÂbaÂgai hakim secara sungguh-sungÂguh. “Jangan sampai mereka memilih menjadi hakim karena alasan tidak ada pekerjaan. Atau menjadi hakim hanya dijadikan sebagai ladang mencari nafkah. Kalau mau kaya jangan jadi haÂkim, jadi pengusaha saja. MenÂjadi hakim berat tanggung jaÂwabÂnya, dan siap tidak kaya. KaÂlau dia kaya, justru diperÂtaÂnyaÂkan darimana asal kekaÂyaanÂnya sampai berlimpah,†ujarnya.
Keadilan Terancam Nggak Tercapai
Fajar Raihan, Koordinator Analis LK2
Koordinator Analis LemÂbaga Kajian Keilmuan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LK2 FHUI) Fajar Raihan meÂnyampaikan, dengan perilaku yang melanggar Kode Etik PeÂrilaku Hakim, sangat besar keÂmungkinan terjadinya kesaÂlaÂhan dan pengambilan putusan yang tidak adil.
“Tentu perilaku hakim yang menyimpang itu bisa berakibat tidak terwujudnya keadilan bagi para pencari keadilan,†ujar Fajar.
Lebih lanjut dia menyatakan, kewibawaan hakim pun akan kian tak dianggap oleh maÂsyaÂrakat apabila perilaku meÂnyimÂpang terus menerus terjadi. Atau, kewibawaan hakim seÂmaÂkin turun.
“Bagaimana mungÂkin orang memperÂcaÂyaÂkan hiÂdupÂnya dan keÂputusan yang adil keÂpada haÂkim-hakim yang tidak sungÂguh-sungguh mengemban amaÂnah sebagai hakim,†ucap Fajar.
Pengawasan hakim yang dilakukan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung harus lebih diefektifkan. Bahkan, sanksi yang menimbulkan efek jera perlu menjadi pilihan yang tak terhindarkan bagi para hakim yang menyeleweng dari tugas dan tanggung jawabnya.
“Kita berharap KY dapat membeÂrikan pengawasan yang sungguh-sungguh atas hakim-hakim kita,†ujarnya.
Langkah yang lebih jauh lagi, ujar Fajar, perlunya upaya yang serius melakukan evaluasi atauÂpun eksaminasi terhadap puÂtuÂsan-putusan hakim yang berÂmasalah. “Pengambilan putusan harus dikritisi, banyak juga puÂtuÂsan hakim yang tidak berÂdaÂsarkan pada rasa keadilan,†ucapnya.
Nah, pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim menjadi kewenangan Komisi Yudisial. KY wajib menegakÂkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim berdasarkan Pasal 24 B Undang-Undang Dasar 1945.
“Proses pemeriksaan hingga penjatuhan sanksi terhadap hakim yang terbukti melanggar, menjadi suatu kewajiban untuk menertibkan perilaku dan kinerja hakim dalam memimpin persidangan,†ujarnya.
Berdasarkan hasil pemanÂtauan LK2 dan Mappi di Jakarta dan Depok selama Oktober hingÂga November 2011, dari 309 perÂsidangan terdapat 307 peÂlangÂgaran yang dilakukan hakim. Katanya, pelanggaran tersebut menunjukkan beberapa haÂkim tidak menjalankan proÂsedur sesuai ketentuan KUHAP.
Pengabaian prosedur berÂacara menunjukkan ketidakÂproÂfesionalan hakim dalam meÂmimpin sidang. Pengabaian hal kecil yang terjadi berulangkali, membuat perilaku buruk hakim terjadi berulang-ulang. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32
Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59